Wednesday, August 8, 2012

Pendidikan Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional

I.                   PENDAHULUAN

Di era global seperti sekarang ini, persoalan pokok yang dihadapi adalah bagaimana cara menyiapkan sumber daya manusia yang modern sekaligus religius. Di mana ia selalu tanggap terhadap perubahan yang ada di sekitarnya dan berusaha merealisasikan hasil pemikirannya, yakni perpaduan antara religiuitas dan intelektualitas sehingga menghasilkan sebuah ide yang dinamis.
Dalam mewujudkan manusia-manusia yang unggul semacam itu tidak terlepas dari pada bagaimana pencetakan manusia semacam itu tercapai. Hal ini tidak terlepas dari pada pendidikan agama sebagai fondasi cara mereka berpikir, berperilaku serta bagaimana ia menyelesaikan suatu persoalan yang tertata rapi dalam system pendidikan nasional.
Sifat teladan merupakan alat pendidikan yang paling penting dalam pendidikan islam. Makanya para pendidik, baik orang tua maupun guru, diwajibkan untuk menempatkan dirinya sebagai sosok teladan bagi putra-putri dan peserta didik mereka. sejalan dengan hal itu, maka pendidikan islam menempatkan Rasulullah Saw sebagai sosok teladan bagi umatnya.
Menurut pandangan islam pendidikan sebagai sebuah proses, berawal dari saat Allah sebagai Rabb al-‘alamin menciptakan alam ini. Selanjutnya tugas-tugas kependdikan itu dilimpahkan pada para Nabi dan Rasul untuk mendidik manusia di muka bumi ini. Sehubungan dengan hal itu, maka para ahli didik muslim, kemudian berusaha menemukan kembali pedoman tersebut dengan menyusun konsep pendidikan islam, dalam konteks zamannya.[1]
Untuk memadukan antara religiuitas dan intelektualitas, kita perlu menggabungkan pendidikan agama dalam system pendidikan nasional. Pendidikan nasional tanpa pendidikan agama, tidak dapat  menciptakan generasi-generasi muslim yang memiliki jiwa kepemimpinan seperti Rasulullah. Maupun sebaliknya, tanpa system pendidikan nasional, pendidikan agama akan mengalami ketertinggalan dikarenakan tidak tersusun bahkan tidak terealisasikan secara optimal.
Secara garis besarnya, komponen-komponen yang termuat dalam system pendidikan mencakup dasar, metode, bahan, alat, pendidik, peserta didik, evaluasi serta tujuan pendidikan. Sebuah system pendidikan akan dapat terselenggara dengan baik apabila didukung oleh komponen-komponen yang dimaksud.
Melihat permasalahan yang dialami Bangsa Indonesia di zaman serba modern ini, serta krisis moral yang melanda tanah air kita ini, maka kami mengambil judul “Pendidikan Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional”. Sebagai judul dari makalah kami, dengan mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan.

II.                RUMUSAN MASALAH

            Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan permasalahan  dalam makalah ini adalah :
1.      Pengertian Pendidikan Agama dan Pendidikan Nasional?
2.      Sejarah Pendidikan Agama di Indonesia?
3.      Posisi Pendidikan Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional?



III.             PEMBAHASAN
A.    Pendidikan Agama dan Pendidikan Nasional
Menurut Dr. M. Fadhli al-jamaly menyatakan bahwa pendidikan sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.[2]
Menurut Redja Mudyahardjo pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup atau segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.[3] 
Selain itu pendidikan dapat diartikan sebagai usaha yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilih kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.[4]
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. John Dewey menyatakan, bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan , fungsi social, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membuktikan serta membentuk disiplin hidup.[5]
       Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala usaha yang terencana dalam proses pembelajaran dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya dalam membentuk suatu karakter untuk pertumbuhan individunya
Pernyataan ini setidaknya mengisyaratkan bagaimanapun sederhananya komunitas manusia, memerlukan suatu adanya pendidikan. Maka dalam pengertian umum, kehidupan dari komunitas tersebut akan ditentukan aktifitas pendidikan di dalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia.
Pendidikan agama merupakan satu jenis pendidikan yang khusus menagajarkan agama ertentu. Pendidikan keagamaan berbentuk pada pendidikan dunia, pesantren dan lain-lain.

B.     Sejarah Pendidikan Agama di Indonesia
         Pada mulanya, pusat pendidikan agama yang terbesar adalah di Negara Mesir. Semua pendidikan agama yang ada di Indonesia berkiblat kepada pendidikan yang ada di Mesir seperti Al-Azhar. Namun, tidak    100 % Negara Indonesia dapat mencontoh sistem pendidikan yang ada di sana. Tetapi setidaknya kita sebagai Warga Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dapat mengambil sedikit contoh mengenai pendidikan agama yang ada disana.
         Halaqah atau sekolah duduk merupakan langkah pertama dalam keberadaan pendidikan agama di Indonesia. Penanaman pendidikan agama pada zaman dulu terjadi di majelis-majelis ta’lim, mesjid-mesjid dan sarana kemasyarakatan lainnya, mengingat sangat pentingnya pendidikan agama di Negara Indonesia dan pada diri kita pada khususnya.
         Dengan perkembangan yang semakin pesat, maka pemerintah melakukan upaya untuk menanamkan pendidikan agama di Indonesia, dengan cara membuat membuat sekolah-sekolah yang berbasis agama dan mendirikan pondok-pondok pesantren yang sampai sekarang masih berdiri kokoh dan tersebar di berbagai penjuru Indonesia.


C.    Posisi Pendidikan Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional
Secara umum konsep pendidikan islam mengacu kepada makna dan asal kata yang membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungannya dengan ajaran islam.
Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan islam, yaitu al-Tarbiyat, al-Ta’lim dan al-Ta’dib. Tarbiyat mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang kedalamnya sudah termasuk makna mengajar. Berangkat dari pengertian ini maka tarbiyah didefinisikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi manusia secara maksimal agar dapat menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa yang akan datang.[6]
Secara umum memang pendidikan islam diarahkan kepada usaha untuk membimbing dan mengembangkan potensi fitrah manusia hingga ia dapat memerankan diri secara maksimal sebagai pengabdi Allah yang taat. Namun dalam kenyataannya manusia selaku makhluk individu memiliki kadar kemampuan yang berbeda. Selain itu, manusia sebagai makhluk social menghadapi lingkungan dan masyarakat yang bervariasi.[7]

1.      Sistem Pendidikan Nasional
          Istilah sistem sering diartikan sama dengan metode atau cara sesuatu himpunan unsur-unsur atau komponen yang saling berhubungan satu sama lain menjadi satu kesatuan yang utuh. [8]
     System dapat digunakan untuk menunjuk suatu himpunan bagian yang saling berkaitan, sehimpunan ide-ide prinsif hipotesis tau teori, metode atau cara.
      Mulyadi mengatakan bahwa sistem pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang berhubungan satu dengan yang lainnya, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi pada dasarnya sistem tersebut merupakan satu kesatuan pekerjaan yang terdiri dari subsistem yang saling berhubungan satu sama lain menurut aturan tertentu yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.[9]
     Pendidikan sebagai suatu system, karena pendidikan merupakan satu usaha yang memiliki unsur masukan, unsur proses dan unsur hasil usaha.
     Mendikbud menjelaskan bahwa “pendidikan merupakan suatu system yang mempunyai unsur tujuan  atau sasaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur atau jenjang, kurikulum dan peralatan atau fasilitas.
     Konsep sistem pendidikan nasional akan tergantung pada konsep tentang sistem, konsep tentang pendidikan dan konsep tentang  pendidikan nasional. Perlu pula disadari bahwa konsep mengenai pendidikan dan sistem pendidikan nasional tidak bisa semata-mata disimpulkan dari praktek pelaksanaan pendidikan yang terjadi sehari-hari di lapangan, melainkan harus dilihat dari segi konsepsi atau ide dasar yang me-landasinya seperti yang biasanya tersurat dan juga tersirat dalam ketetapan Undang-undang Dasar, Undang-undang Pendidikan dan peraturan-peraturan lain mengenai pendidikan dan pengajaran.
            Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religiuus, sikap hidup religius ini telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Sejak kepercayaan animisme, dinamisme, berkembang di masyarakat Indonesia, kemudian masuknya agama Hindu dan Budha ke Indonesia diiringi dengan masuknya agama Islam, terakhir masuknya agama Kristen, membuktikan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama.
            Fakta-fakta sejarah juga mendukung kenyataan ini. Dengan demikian tidak salah apabila dikatakan bahwa agama merupakan darah daging bagi masyarakat Indonesia. Karena itulah para pendiri bangsa Indonesia sewaktu merumuskan dasar  Negara mereka sepakat untuk mencantumkan asas “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai salah satu asas dari pancasila.
            Atas dasar itu, Bung Karno yang kemudian menjadi Presiden Pertama Republik Indonesia di depan Sidang Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan, pada tanggal 1 Juni 1945 mengtakan bahwa betapa pentingnya setiap bangsa Indonesia bertuhan. Dan mengajak setiap bangsa Indonesia[10]
            Bangsa Indonesia yang mayoritas beragama islam telah sepakat untuk membentuk Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dengan menjamin kemerdekaan bagi umat islam untuk melaksanakan dan mengembangkan pendidikan islam.
            Sesudah Indonesia merdeka, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dari Pancasila. Esensi dari pencantuman asas ini bukanlah sesuatu pernyataan yang pasif akan tetapi mengundang arti pernyataan aktif. Maksudnya adalah jika Negara telah menetapkan salah satu asasnya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Negara dan seluruh masyarakat Indonesia mesti proaktif untuk  merealisasikan agar terwujud secara aktif makna Ketuhanan Yang Maha Esa itu. Perwujudan yang proaktif itu adalah antara lain:[11]
1.      Setiap masyarakat Indonesia mestilah mengamalkan agamanya masing-masing.
2.      Di dalam pengalaman tersebut masing-masing penganut agama diberi kebebasan sesuai dengan agama yang dianutnya.
3.      Pemerintahan bertanggung jawab untuk memberikan kemudahan, fasilitas serta terwujudnya toleransi dalam mengamalkan ajaran agama masing-masing.
4.      Pemerintahan dan masyarakat sama-sama bertanggung jawab terlaksanakannya pendidikan agama, baik formal maupun nonformal.
5.      Semangat menjalankan agama masing-masing tersebut mesti direkat dengan semangat toleransi kehidupan beragama.
6.      Pemerintah dan masyarakat sama-sama menjalin dan bertanggung jawab agar praktekpraktek kehidupan yang akan menggonangkan sendi-sendi kehidupan beragama mesti dihindari.
                        Penjabaran yang telah dipaparkan di atas tadi, tercantum pada asas Ketuhanan Yang Maha Esa yang dicantumkan pada Pancasila, ditindaklanjuti dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dicantumkan bahwa Negara berdasar atas Ketuhana Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
            Atas dasar itu pula, maka di dalam batang tubuh Undang-undang Dasar 1945 diatur hal yang berkenaan dengan ketuhanan, yakni pada Pasal 29 Ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
Ayat 1 berbunyi Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ayat 2 berbunyi Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaan itu.
            Kajian antara hubungan Pancasila dan Agama telah banyak diperbincangkan. Dalam Islam dikemukakan pemikiran bahwa prinsif-prinsif yang ada di dalam Pancasila itu sejalan dengan prinsif-prinsif Islam, sehingga telah lama tumbuh di kalangan umat Islam tidak ada pertentangan antara Islam dan Pancasila.
            Sejak awal kemerdekaan, pemuka-pemuka Islam telah dapat menerima Pancasila sebagai dasar Negara, tepatnya sejak tanggal 18 Agustus 1945 ketika pemuka-pemuka Islam di antaranya Ki Bagus Hadikusuma, Mr. T. Mohammad Hasandan dihadiri juga Muhammad Hatta, dapat menerima menghilangkan tujuh kata yang terdapat dalam Piagam Jakarta “Dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”, diganti dengan kalimat “ketuhanan Yang Maha Esa”.[12]
            Permasalahan agama sejak awal kemerdekaan telah muncul sebagai permasalahan prinsif, maka penanganannya pun juga mesti dihasilkan dengan sungguh-sungguh. Mendudukkan Indonesia bukan Negara Agama dan bukan Negara Sekuler, bukan berarti peranan agama menjadi kurang berarti. Setidaknya ada empat hal pokok yang menyebabkan agama memiliki peranan penting di Indonsia, yaitu:[13]
1.      Asas ketuhanan Yang Maha Esa
Permasalahan pokok disini adalah bagaimana menjadikan asas ini menjadi asas yang dinamis, bukan statis. Asas dinamis bahwa dituntut bagaimana supaya asas Ketuhanan Yang Maha Esa,  aktif  hanya pada tatanan filosofi dan pemikiran, tetapi dapat mencakup kepada pengamalan dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Asas Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945
Dalam batang tubuh UUd 1945, pada pasal 29 Ayat 1 dan 2. Ayat 1 disebutkan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat 2 makna yang terkandung disini adalah bagaimana supaya setiap warga Negara tersebut memiliki keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan pada tahap berikutnya setiap pribadi tersebut menjalankan atau mengamalkan agamanya.
3.      Departemen Agama
Dalam ketentuan yuridis disebutkan bahwa Depatemen agama adalah bagian dari integral dari Pemerintahan Negara Indonesia. Departemen Agama merupakan sebuah departemen yang mengurus  masalah agama yang sudah pasti tidak smua Negara memilikinya.
4.      Kehidupan Sosial Religius Masyarakat Indonesia
Kehidupan beragama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
            Untuk mewujudkan pendidikan nasional yang berlandaskan islam, diperlukan sebuah wadah atau tempat untuk merealisasikan hal tersebut.
            Oleh karena itu, didirikanlah suatu wadah atau tempat yang bernama Madrasah yang bertujuan untuk mendidik peserta didi memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik,
            System pendidikan agama di Indonesia mendorong pihak sekolah baik swasta maupun negeri secara institusional untuk menyelenggaraan acara upacara keagamaan sesuai agama yang dipeluk oleh tiap-tiap warga sekolah. Ritual yang dilakukan oleh siswa beragama islam berbeda dengan ritual siswa beragama Kristen, Katolik, Hindu atau Budha. Di samping itu, ada pula ragam ritual yang berbeda dari sekolah-sekolah tertentu, sebagai cerminan dari identits dan orientasi keagamaan masing-masing.
            Contohnya saja pada pendidikan agama peringatan hari besar agama, seperti Maulud Nabi Muhammad, Isra’ Mi’raj dan Peringatan 1 Muharram, dilakukan oleh para guru beragama Islam. Shalat Idul Fitri dan idul Adha sebagai bentuk ibadah yang sering dilakukan di sekolah-sekolah. Di sekola Negeri, siswa-siswa beragama Kristen sering pula melakukan perayaan hari besar agamanya secara bersama di gereja atau di ruang kelas.
            Dalam pelaksanaannya, pendidikan keagamaan dalam system pendidikan nasional, baik yang berada pada jalur sekolah maupun luar sekolah, implementasi pelaksanaannya yaitu:[14]
1.      Keberadaan Mata Pelajaran Agama
Pendidikan agama bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menguasai pengetahuan khusus tentang  ajaran agama, dan diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan, sehingga pendidikan keagamaan merupakan salah satu kajian dalam kurikulum semua jenis dan jenjang pendidikan di Indonesia.
2.      Lembaga penyelenggara Pendidikan Keagamaan
Di Indonesia, minimal ada 3 lembaga penyelenggaraan pendidikan keagamaan, yaitu :
a.      Pesantren
b.      Madrasah-madrasah keagamaan (Diniah)
c.      Madrasah yang termasuk pendidikan umum bercirikan islam (ibtidaiyah,tsanawiyah dan Aliyah).
            Akan tetapi kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar pun hingga saat ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Masih terlalu banyak penduduk Indonesia yang belum tersentuh pendidikan. Selain itu, layanan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan bermutu pun masih hanya di dalam angan. Lebih jauh, anggaran untuk pendidikan.
            Pembiayaan pendidikan diatur dalam peraturan-perundangan yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah atau keputusan Menteri Pendidikan Nasional yang kemudian dijabarkan dalam surat keputusan dirjen.[15]
            Ada empat komponen yang umumnya disebut dalam klausul pembiayaan pendidikan, yaitu:[16]
1.      Gaji guru atau tenaga kependidikan lainnya serta tenaga administrasi.
2.      Pengadaan dana dan pemeliharaan sarana dan prasarana.
3.      Penyelenggaraan pendidikan.
4.      Biaya perluasan dan  pengembangan pendidikan menengah
      Dalam hal ini, pendanaan pendidikan dipahami sebagai tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat.
                        Belum lagi bila berbicara pada kualitas pendidikan Indonesia yang hanya berorientasi pada pembunuhan kreatifitas berpikir dan berkarya serta hanya menciptakan pekerja. Kurikulum yang ada dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini sangat membuat peserta didik menjadi pintar namun tidak menjadi cerdas. Pembunuhan kreatifitas ini disebabkan pula karena paradigma pemerintah Indonesia yang mengarahkan masyarakatnya pada penciptaan tenaga kerja untuk pemenuhan kebutuhan industri yang sedang gencar-gencarnya ditumbuhsuburkan di Indonesia.
                Sistem pendidikan nasional yang telah berlangsung hingga saat ini masih cenderung mengeksploitasi pemikiran peserta didik. Indikator yang dipergunakanpun cenderung menggunakan indikator kepintaran, sehingga secara nilai di dalam rapor maupun ijasah tidak serta merta menunjukkan peserta didik akan mampu bersaing maupun bertahan di tengah gencarnya industrialisasi yang berlangsung saat ini.
                Pendidikan juga saat ini telah menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual-beli gelar, jual-beli ijasah hingga jual-beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi. Ironinya, ketika ada inisiatif untuk membangun wadah-wadah pendidikan alternatif, sebagian besar dipandang sebagai upaya membangun pemberontakan.
                Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di bawah ketiak bangsa asing.
                Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana sistem pendidikan di Indonesia menciptakan anak bangsa yang memiliki sensitifitas terhadap lingkungan hidup dan krisis sumber-sumber kehidupan, serta mendorong terjadinya sebuah kebersamaan dalam keadilan hak. Sistem pendidikan harus lebih ditujukan agar terjadi keseimbangan terhadap ketersediaan sumberdaya alam serta kepentingan-kepentingan ekonomi dengan tidak meninggalkan sistem sosial dan budaya yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia.

IV.             ANALISIS

          Menurut pendapat saya, antara pendidikan secara umum dan pendidikan dalam islam memiliki tujuan yang sama yaitu mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia untuk menjadi lebih baik, akan tetapi pada realitanya pendidikan nasional belum sepenuhnya mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Misalnya realitas pendidikan yang ada sering kali berorientasikan pada pembunuhan kreatifitas berfikir, berkarya dan hanya menciptakan karakter pekerja. Hal demikian dapat berdampak pada peserta didik yang kurang dalam berkreatifitas dengan adanya kekurang tepatan metode pembelajaran. Dan dari sudut lain seperti adanya prestasi itu hanya diukur dari nilai akademis. Dan hal lain yang terkait dengan akhlak dan prilaku sering diabaikan. Dengan demikian disinilah letak peranan pentingnya pendidikan agama.
          Disisi lain kalau kita cermati dengan seksama, masih banyak tempat-tempat belajar dan sarana pendidikan yang belum memenuhi standar kenyamanan dalam proses belajar. Hal ini disebabkan karena akibat kurangnya dukungan pemerintah secara optimal. Sehingga tidak heran bila ada paradigma yang sudah menjalar kemana-mana yaitu adanya praktek-praktek bisnis dari oknum-oknum pengelola suatu lembaga pendidikan untuk memperoleh anggaran yang jumlahnya tidak sedikit, dan akibat dari semua itu sangat berdampak sekali terhadap masyarakat yang ekonominya menengah kebawah, sehingga tidak sedikit anak-anak Indonesia yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Dengan kata lain seolah-olah pendidikan itu hanya bisa diikuti oleh masyarakat kelas atas atau yang memiliki perekonomian yang tinngi. Dan kalau sudah demikian siapa yang salah…
          Dalam hal yang berhubungan dengan masalah pendidikan, tentunya pemerintah harus memberikan dukungan penuh yang dapat menunjang semua kebutuhan yang berkaitan dengan pendidikan. Dengan demikian diharapkan pendidikan di Indonesia bisa lebih merata tanpa membedakan semua lapisan masyarakat, baik dari kalangan ekonomi rendah maupun kalangan ekonomi menengah ke atas. Singkatnya Warga Negara Indonesia memiliki hak yang sama dalam hal pendidikan. Dan kalau sudah demikian penerapan pendidikan islam dalam sistem Pendidikan Nasional dapat diwujudkan dan dilaksanakan dengan baik, sehingga pada akhirnya bisa melahirkan intelektual muslim yang handal dan berkualitas dan mampu mengimplementasikan pengetahuan umum dan agama dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk pribadinya maupun lingkungan masyarakat sekitar.

V.           KESIMPULAN
                        Pendidikan adalah segala usaha yang terencana dalam proses pembelajaran dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya dalam membentuk suatu karakter untuk pertumbuhan individunya.
                        Konsep pendidikan islam secara umum mengacu kepada makna dan asal kata yang membentuk kata pendidikan itu sendiri. Dalam hubungannya dengan ajaran islam ada tiga istilah umum yang digunakan, yaitu al-tarbiyat, al-ta’lim dan al-ta’dib.
                        Sedangkan konsep sistem pendidikan nasional masih bergantung pada konsep tentang sistem, konsep tentang pendidikan dan konsep tentang pendidikan nasional, adapun konsep mengenai pendidikan dan sistem pendidikan nasional tidak bisa semata-mata disimpulkan dari praktek pelaksanaan pendidikan yang terjadi sehari-hari di lapangan, melainkan harus dilihat dari segi konsepsi atau ide dasar yang melandasinya seperti yang telah tersirat dalam kesiapan Undang-Undang Dasar, Undang-Undang Pendidikan, dan hal-hal lain yang terkait dengan peraturan pendidikan dan pengajaran.
                        Agama di Indonesia setidaknya memiliki peranan penting, dan ada empat hal pokok yang menjadi penyebabnya, yaitu :
A.    Asas Ketuhanan Yang Maha Esa
B.     Asas Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945
C.     Departemen agama
D.    Kehidupan social religious masyarakat
      Namun pada kenyataannya, dalam penyelenggaraan pendidikan hingga kini masih jauh dari yang diharapkan, masih terlalu banyak penduduk Indonesia yang belum tersentuh pendidikan, terlebih layanan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan bermutu pun masih hanya dalam angan. Lebih jauh bagi masalah anggaran pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA






http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2061538-pengertian-sistem
http://www,beranda-jiwa.info/pendidikan-tentang-pembelajaran-sosial/
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada) 2003
Jannah, Fathul, Bahan Pelajaran Dasar-Dasar Kependidikan, (Samarinda: STAIN Samarinda) 2011
Mudyahardjo, Redja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada) 2001
Putra Daulay, Haidir, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,   (Jakarta, Kencana Prenada Media Group) 2007
Saerozi. M.  Politik Pendidikan Agama dalam Era Pliralisme (Telaah historis atas kebijaksanaan Pendidikan Agama Konfensional di Indonesia) Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 2004





[1] Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Cet. III, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 114
[2] Ibid, hal. 75
[3] Redja mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Cet.2, (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 3
[4]http://www,beranda-jiwa.info/pendidikan-tentang-pembelajaran-sosial/ diakses tgl 19 Desember 2010, hlm. 2
[5] Jalaluddin, Teologi Islam, Cet. I, ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 67
[6] Ibid, hal. 72
[7] Ibid, hal. 76

[8] http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2061538-pengertian-sistem/ kamis, 20-10-2011s

[9] Ibid, hal. 2
[10] Haidir Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,     Cet. 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 153
[11] Ibid, hlm. 154
[12] Ibid, hlm. 155
[13] Ibid, hlm. 156
[14] Fathul Jannah, Bahan Pelajaran Dasar-Dasar Kependidikan, (Samarinda: STAIN Samarinda, 2011), hlm. 36
[15] M. Saerozi, Politik Pendidikan Agama dalam Era Pliralisme (Telaah historis atas kebijaksanaan Pendidikan Agama Konfensional di Indonesia), Cet. 1, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), hlm. 46

[16] Ibid, hlm. 46

0 comments

Post a Comment