Wednesday, August 8, 2012

Islam dan Demokrasi

A.          Pendahuluan

       Dalam dunia politik Indonesia dan negara berkembang lainnya kebanyakan menggunakan sistem pemerintahan demokrasi. Dengan adanya sistem pemerintahan demokrasi ini dinilai hal baru bagi sebagian kalangan muslim yang tidak ada petunjuknya dalam al-alqur’an. Apalagi Indonesia sendiri dikenal sebagai bangsa muslim terbesar didunia (Data BPS tahun 2000 : 178.143.655 jiwa atau sekitar 87,55% dari rakyat Indonesia) beragama Islam, maka tidak heran mulai bermunculan gerakan separatis bernada Islam yang berkeinginan untuk mendirikan negara Islam yang sistem politiknya sesuai dengan anjuran al-qur’an dan hadits. Sistem demokrasi dinilai tidak efektif dengan prinsip-prinsip yang ada dalam al-qur’an dan hadits. Seperti pengangkatan anggota MPR (majelis syuro’) yang bukan beragama Islam hal ini dinilai tidak sesuai dengan hukum Islam, karena yang berhak menjadi majelis syuro’ adalah para pemuka agama masyarakat, ulama dan ilmuan. Namun, realita yang terjadi sekarang ini sudah banyak pemimpin-pemimpin negeri ini yang bukan dari orang-orang muslim sedangkan hal itu sangat bertentangan sekali dengan hukum Islam, namun apabila sistem pemerintahan demokrasi itu diganti maka itu sama saja bangsa Indonesia mengoyak dan membubarkan  keutuhan negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Suatu hal yang tidak dikehendaki.
       Mungkin permasalahan mengenai agama dan politik ini tidak begitu menarik bagi para pemikir di Negeri Barat, karena memang pendirian yang dianut oleh para pemikir kenegaraan dan hukum disana boleh dikatakan telah memperoleh kesepakatan bahwa antara agama dan negara terjadi pemisahan total.[1] Namun adanya pemisahan antara agama dan negara itu sendiri masih merupakan topik perdebatan dikalangan cendikiawan muslim itu sendiri. Apalagi dengan adanya demokrasi yang sampai saat ini belum dapat diterima secara bulat bagi sebagian umat islam, sebagian kalangan ada yang menerima demokrasi itu sendiri namun sebagian yang lain ada yang menolak bahkan mengharamkannya.
       Terkait pada persoalan diatas, kami akan membahas makalah kami yang berjudul “Islam dan Demokrasi“. Dimana didalamnya akan dijelaskan sejauh mana demokrasi mempengaruhi Islam dan sistem pemerintahan bagaimanakah yang selaras dan sejalan dengan prinsip-prinsip Islam.
       Dengan ditulisnya makalah ini, kami berharap dapat sedikit membantu memberikan gambaran bagaimana sesungguhnya islam memandang demokrasi. Apakah prinsip-prinsip yang terkandung didalam prinsip-prinsip demokrasi bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita dan semakin memperkaya serta memperluasan wawasan berfikir kita.

B.          Perdebatan Seputar Demokrasi Dikalangan Cendikiawan Muslim

       Timbulnya masalah agama dan politik negara ini, bila ditelusuri secara historis berakar pada peristiwa Jawi Hisworo. Panitia Nasionalisme Jawa (Committe vor Het Javansche Nationalisme) yang didirikan karena terjadinya peristiwa Jawi Hisworo, mengecam kalangan Sarekat Islam agar tidak “mencampuradukkan antara agama dan politik”. Pertikaian mengenai soal ini kemudian dilanjutkan dikalangan Marxis radikal seperti Alimin P. sebagai seorang Marxis radikal yang antiagama, ia mengajak anggota-anggota Sarekat Islam agar jangan mencampuradukkan agama dengan perserikatan dan menghendaki supaya Sarekat Islam diganti namanya menjadi Sarekat Hindia.[2]
       Bila ditinjau dari peristiwa diatas, di Indonesia maupun di negara muslim lainnya menghendaki adanya sebuah negara Islam yang benar-benar berlandaskan pada al-qur’an dan sunnah dalam masalah kenegaraan. Roma tidak dibangun dalam sehari begitu juga negara Islam, mendirikan negara Islam bukanlah hal yang mudah mencari bentuk negara Islampun sampai kini masih menjadi perdebatan dikalangan pemikir politik Islam. akibatnya sering terjadi kesimpangsiuran dalam memahami bentuk negara Islam. sebagian pemikir politik Islam ada yang beranggapan bahwa Negara Islam itu merupakan negara teokrasi, sedangkan yang lainnya menganggap Negara Islam sebagai demokrasi dan antinegara diktator.[3]
       Abul A’La Mawdudi menganggap demokrasi adalah syirik karena mengansumsikan kedaulatan dan kekuasaan itu datang dari rakyat semata. Hal ini berarti demokrasi menafikan kedaulatan dan kekuasaan Tuhan. Menurut Al-Maududi khalifah bearti orang yang menikmati hak-hak dan kekuasaan tertentu yang bukan merupakan haknya sendiri melainkan hak sebagai wakil atas kuasa Tuhannya. Karena itu bagi Al-Maududi tidak ada tempat demokrasi dalam Islam.
       Madjid Khadduri dan Muhammad Tahir Azhary memakai istilah “nomokrasi” karena bagi mereka nama nomokrasi lebih cocok dibanding dengan demokrasi karena kekuasaan negara itu didasarkan kepada hukum-hukum yang berasal dari Allah.
        Taqiyyudin Al-Nabhani menggunakan istilah kedaulatan syara’ yang artinya yang menangani dan mengendalikan aspirasi individu adalah syara’ bukan individu dengan sesuka hatinya. Oleh karena itu tidak ada tempat bagi demokrasi yang lepas dari ruh syariat atau demokrasi yang tidak dikendalikan berdasarkan petunjuk-petunjuk hukumnya.[4]
       Menurut Al-Hasjimy konsep syura memang dapat ditafsirkan sebagai demokrasi, tetapi konsep syura’ disini belum tentu identik dengan demokrasi. Suatu bentuk pemerintahan republik yang demokratis memang dapat dianggap telah meneladani para sahabat Khulafa’ ar-Rasyidin, namun teladan yang dimaksud mengandung banyak variasi dalam penerapannya.

C.           Prinsip-Prinsip Demokrasi dalam Al-Quran
               
       Syura’ dan demokrasi adalah dua arti yang berbeda. Syura’ adalah produk Islam sedangkan demokrasi adalah produk barat, dikatakan seperti itu karena syura’ penetapan hukum yang secara mutlak berada ditangan Allah dialah yang memiliki kuasa atas segalanya dan dalam demokrasi itu sendiri kekuasan legislatif (membuat dan menetapkan hukum) secara mutlak berada ditangan rakyat. Dalam hukum Islam wewenang manusia hanyalah menjabarkan dan merumuskan hukum sesuai dengan prinsip yang digariskan Tuhan dengan berijtihad untuk sesuatu yang tidak diatur oleh ketentuan Allah.
       Dalam filsafat Barat, manusia memiliki kewenangan legislatif dan eksekutif. Sementara, dalam pandangan islam, Allah-lah pemegang otoritas tersebut[5]. Allah berfirman dalam surah al’a’raf ayat 54 yang berbunyi :
ž3 Ÿwr& ã&s! ß,ù=sƒø:$# âöDF{$#ur 3 x8u$t6s? ª!$# >u tûüÏHs>»yèø9$#
(….Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.)
       Demokrasi adalah sebuah tema yang banyak dibahas oleh para ulama dan intelektual muslim. Apa dan bagaimanakah prinsip demokrasi islam tersebut, prinsip-prinsip demokrasi Islam antaralain sebagai berikut :

1.     Prinsip Kekuasaan Sebagai Amanah
       Perkataan amanah tercantum dalam al-qur’an surah an-nisaa’ ayat 58 yang diterjemahkan sebagai berikut :
¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ .
Artinya :“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah           kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Ayat tersebut mengisyaratkan ada dua garis hukum yang dapat diambil yaitu :
1.    Manusia diwajibkan menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.
2.    Manusia diwajibkan menetapkan hukum dengan adil.
       Dalam konteks kekuasaan negara perkataan amanah itu dapat dipahami sebagai suatu pendelegasian atau pelimpahan kewenangan dan karena itu kekuasaan dapat disebut sebagai “mandat” yang bersumber atau berasal dari Allah SWT.[6] jadi, kekuasaan dalam demokrasi Islam adalah suatu anugrah atau nikmat Allah yang merupakan suatu amanah kepada manusia untuk dipelhara dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam al-qur’an dan dicontohkan oleh sunnah Rasulullah. Kekuasaan itu kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah.
       Kekuasaan harus selalu didasarkan pada keadilan, karena prinsip keadilan dalam islam menempati posisi yang sangat berdekatan dengan takwa.
       Seperti telah dikemukakan diatas bahwa setiap kekuasaan yang dilaksanakan dengan adil dipandang dari sudut Islam akan merupakan rahmat dan kesejahteraan bagi setiap orang termasuk penguasa itu sendiri. Sebaliknya, apabila kekuasaan itu diterapkan secara zalim (tiran, otoriter,diktator atau absolut) maka kekuasaan itu akan menjadi bumerang dalam bentuk bencana dari Allah yang akibatnya kepada penguasa itu sendiri.

2.     Prinsip Musyawarah
       Prinsip musyawarah dalam demokrasi islam ada dalam surah al-imran ayat 159 sebagai berikut :
( öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# …………
Yang artinya “ bermusyawarahlah engkau hai Muhammad dengan mereka dalam setiap urusan kemasyarakatan.”
Dari ayat ini dapat kita ambil garis hukum yaitu umat Islam wajib bermusyawarah dalam memecahkan setiap urusan kenegaraan. Musyawarah adalah suatu prinsip kontitusional dalam demokrasi Islam yang wajib dilaksanakan dalam suatu pemerintahan dengan tujuan untuk mencegah lahirnyakeputusan yang merugikan kepentingan umum dan rakyat.

3.     Prinsip Keadilan
       Prinsip keadilan dalam demokrasi Islam juga tercantum dalam surah an-nisaa’ ayat 135 sebagai berikut :
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#ypkà­ ¬! öqs9ur #n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& ÈûøïyÏ9ºuqø9$# tûüÎ/tø%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3tƒ $ÏYxî ÷rr& #ZŽÉ)sù ª!$$sù 4n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( Ÿxsù (#qãèÎ7­Fs? #uqolù;$# br& (#qä9Ï÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr& (#qàÊ̍÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz              
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”
Dari ayat diatas dapat ditarik tiga garis hukum yaitu :
1.         Menegakkan keadilan adalah kewajiban orang-orang beriman.
2.         Setiap mukmin apabila menjadi saksi ia diwajibkan menjadi saksi karena Allah dengan sejujur-jujurnya dan adil.
3.         Manusia dilarang mengikuti hawa nafsu dan menyeleweng dari kebenaran.
Ayat lain yang memerintahkan untuk menjadi saksi yang adil dan menegakkan keadilan adalah surah an-nahl ayat 90 dan al-maidah ayat 8.
       Jadi, dalam demokrasi Islam apabila menjadi seorang hakim maupun penegak hukum harus menerapkan prinsip keadilan ini jangan sampai orang yang kejahatannya berat dihukum dengan sanksi yang ringan.



4.     Prinsip Persamaan
       Prinsip persamaan dalam demokrasi Islam dapat dipahami melalui surah al-hujarat ayat 13 sebagai berikut :
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz  
Artinya : ”Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dari ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakikatnya semua manusia itu sama dan berasal dari nenek moyang yang sama yaitu Adam dan Hawa. Dalam demokrasi Islam prinsip persamaan merupakan salah satu tiang utama dalam bangunan negara hukum menurut al-qur’an dan sunnah. Tanpa prinsip ini, bangunan tersebut menjadi goyah dan tidak mungkin bertahan. Prinsip persamaan dalam demokrasi Islam mengandung segala aspek kehidupan.

5.     Prinsip Pengakuan dan Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia
       Dalam demokrasi Islam hak-hak asasi manusia bukan hanya diatur tetapi juga dilindungi sepenuhnya. Karena itu ada dua prinsip yang sangat penting yaitu prinsip pengakuan HAM dan prinsip perlindungan HAM. Prinsip tersebut digariskan dalam surah al-isra’ ayat 70 sebagai berikut : ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 4n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs?    
Artinya :”Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
dari ayat diatas dapat kita pahami bahwa :
a.            Manusia itu dilindungi baik pribadinya maupun hartanya
b.            Status persamaan manusia dijamin sepenuhnya
c.            Demokrasi Islam meletakkan hak-hak politik dan menjamin hak-hak itu sepenuhnya bagi setiap warga negara.

6.     Prinsip Peradilan Bebas
       Prinsip ini berkaitan erat dengan prinsip keadilan da persamaan. Dalam demokrasi Islam seorang hakim memiliki kewenangan yang bebas dalam setiap keputusan yang diambil bebas dari pengaruh siapapun. Hakim wajib menerapkan keadilan dan persamaan pada siapapun, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah an-nisaa’ ayat 57 sebagai berikut
#sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ……..
Artinya : “….apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Prinsip peradilan bebas dalam denokrasi Islam tidak boleh bertentangan dengan tujuan hukum Islam, al-qur’an dan sunnah.

7.     Prinsip Perdamaian
Demokrasi Islam harus ditegakkan atas dasar prinsip perdamaian. Hubungan dengan negara-negara lain dan sesama rakyat harus dijalin dan berpegang pada prinsip perdamaian. Pada dasarnya sikap bermusuhan dan perang merupakan sesuatu yang dilarang dalam al-qur’an. Hal ini sesuai dengan al-qur’an surah al-anfal ayat 61 sebagai berikut :
* bÎ)ur (#qßsuZy_ ÄNù=¡¡=Ï9 ôxuZô_$$sù $olm; ö@©.uqs?ur n?tã «!$# 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìŠÏJ¡¡9$# ãLìÎ=yèø9$# ÇÏÊÈ  
Artinya : “ Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Ayat ini membuktikan bahwa doktrin Islam selalu mementingkan perdamaian antar bangsa. Sekalipun manusia diciptakan Allah dalam berbagai suku dan bangsa, namun mereka tetap merupakan satu keluarga untuk saling mengenal, menjalin hubungan dan kerjasama serta memelihara perdamaian antar mereka.

8.     Prinsip Kesejahteraan
       Prinsip kesejahteraan dalam demokrasi Islam bertujuan untuk mewujudkankeadilan sosial dan ekonomi bagi seluruh anggota masyarakat. Keadilan sosial dalam demokrasi Islam bukan sekedar pemenuhan kebtuhan materil saja, akan tetapi mencakup pula pemenuhan kebutuhan spiritual. Prinsip kesejahteraan tercantum dalam surah saba’ ayat 15 sebagai berikut :                                                               
ôs)s9 tb%x. :*t7|¡Ï9 Îû öNÎgÏYs3ó¡tB ×ptƒ#uä ( Èb$tG¨Yy_ `tã &ûüÏJtƒ 5A$yJÏ©ur ( (#qè=ä. `ÏB É-øÍh öNä3În/u (#rãä3ô©$#ur ¼çms9 4 ×ot$ù#t/ ×pt6ÍhsÛ ;>uur Öqàÿxî ÇÊÎÈ  
Artinya  : “Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".
Dalam demokrasi Islam hanya ada satu motivasi pelaksanaan prinsip kesejahteraan yaitu hablum min Allah wa hablun min al-nas.

9.     Prinsip Ketaatan Rakyat
       Hubungan antara pemerintah dan rakyat telah digariskan Allah dala surah an-nisaa ayat 59 yang berbunyi sebagai berikut :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Prinsip ketaatan rakyat disini dimana seluruh rakyat wajib mentaati pemerintah. Kewajiban rakyat untuk mentaati pemerintah adalah sepanjang pemerintahan itu menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam.
       Dalam demokrasi Islam mekanisme atau sistem yang mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip umum negara hukum menurut al-qur’an dan sunnah bukanlah merupakan suatu yang mutlak tanpa alternatif lain. Dalam menerapkan prinsip-prinsip demokrasi Islam dengan mengutamakan mashlahah, maka manusia akan menemukan alternatif yang terbaik sesuai dengan masalah-masalah kenegaraan dan kemasyarakatan yang dihadapi.  

D.          Pandangan Islam Terhadap Demokrasi

       Demokrasi bagi sebagian umat islam sampai dengan saat ini masih diperselisihkan. Ada yang menerima maupun menolaknya secara tegas tentang pemakaian sistem demokrasi tersebut. Ada tiga pandangan Islam terhadap Demokrasi yaitu :
1.    Antara agama dan demokrasi tidak bisa dipertemukan bahkan saling berlawanan ibaratnya agama vs demokrasi. Dalam masyarakat islam, terdapat petunjuk yang cukup kuat bahwa sebagian para ulama dan para penguasa politik memandang bahwa dalam islam tidak ada tempat yang layak bagi paham demokrasi. Secara harifah, demokrasi berarti kekuasaan berada dalam genggaman rakyat, sedangkan doktrin islam mengatakan bahwa hanya Tuhan yang memiliki kekuasaan. Oleh karenanya, demokrasi yang memiliki dalil bahwa legitimasi kekuasaan bersumber dari mayoritas rakyat tidak bisa diberlakukan. Justru sejarah menunjukkan bahwa para Rasul rasul Allah selalu merupakan kekuatan minoritas yang melawan arus mayoritas.
Ada tiga pendapat yang mengatakan mengapa agama bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yaitu secara historis-sosiologis yang menjelaskan bahwa sejarah agama memberikan gambaran peran agama tidak jarang hanya digunakan oleh penguasa politik dan pimpinan organisasi keagamaan untuk mendukung kepentingan kelompok. Secara filosofis mengatakan bahwa keterikatan pada doktrin agama akan menggeser otonomi dan kemerdekaan manusia, yang berarti juga menggeser prinsip-prinsip demokrasi. Adapun secara teologis dikatakan karena agama bersifat deduktif, metafisis, dan selalu menjadi rujukannya pada Tuhan, padahal Tuhan tidak hadir secara empiris,kongkrit, dan bersifat dinamis, maka agama tidak memiliki kompetensi berbicara dan  menyelesaikan persoalan demokrasi. Hanya ketika agama disingkirkan maka manusia akan lebih leluasa, mandiri, dan jernih berbicara soal demokrasi.[7]
2.    Antara agama dan demokrasi bersifat netral dimana keduanya berjalan sendiri-sendiri atau lebih populer dengan istilah sekulerisasi politik. Ciri pokok dari kehidupan sekuler ini yaitu adanya penekanan pada prinsip rasionalitas dan efisiensi yang diberlakukan dalam bidang kehidupan yang faktual empiris sehingga pada gilirannya agama semakin tersisih menjadi urusan pribadi. Jadi, dalam pandangan kedua ini antara agama dan demokrasi tidak terdapat titik singgung, dimana ajaran agama tidak termasuk dalam wilayah publik atau negara, begitu pula negara tidak mengurus masalah agama.
3.     Agama dan demokrasi mempunyai kesejajaran dan kesesuaian. Agama secara teologis maupun sosiologis sangat mendukung proses demokratisasi politik, keberadaan agama dapat menjadi roh sekaligus inspirasi bagi demokrasi. Banyak ajaran agama yang sangat relevan dengan ajaran demokrasi. Kehadiran agama senantiasa membawa imbas pada perombakan struktur masyarakat yang dicekam oleh kekuasaan yang zalim dan otoriter menuju terwujudnya  struktur dan tatanan masyarakat yang demokratis. Di indonesia sendiri lebih dominan menggunakan pendapat yang ketiga ini.

E.          Persamaan dan Perbedaan Syuro’ dengan Demokrasi

       Prinsip-prinsip dalam demokrasi dan syuro mempunyai persamaan maupun perbedaan. Adapun persamaan diantara demokrasi dan syuro antaralain :
1.    Keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat dan menurunkan pemerintahan,
2.    Keikutsertaan rakyat dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya,
3.    Kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat,
4.    Amar ma’ruf nahi munkar serta memberikan nasihat atau kritikan kepada pemimpin,
5.    Penetapan hukum berdasarkan suara mayoitas.

 Adapun perbedaan antara syura’ dan demokrasi antaralain :
1.    Dalam demokrasi kekuasaan negara berada ditangan rakyat, sementara islam kekuasaan mutlak berada ditangan Allah SWT.,dan undang-undang yang dipakai adalah al-qur’an dan hadits, serta ijma’ yang ilakukan melalui musyawarah lembaga.
2.    Syura’ hanyalah sebuah mekanisme pengambilan pendapat dalam islam, sebagai bagian dari proses sistem pemerintahan islam (khalifah), sebaliknya demokrasi bukan sekedar proses pengambilan pendapat berdasarkan mayoritas, namun sebuah jalan hidup yang holistik, yang terrepresentasikan dalam sistem pemerintahan menurut peradaban barat, kenyataan bahwa demokrasi adalah sebuah tipe sistem pemerintahan dapat dibuktikan.[8]
3.    Dalam demokrasi suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan dan kebijakan yang keluar dari rambu-ranbu ilahi ( menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal ).
4.    Dalam hukum islam yang berhak menjadi Majelis Syura’ ialah para pemuka agama masyarakat, ulama’ dan pakar disetiap bidang keilmuan. Sedangkan dalam demokrasi anggotanya dipilih oleh rakyat, rakyatlah yang mencalonkan para perwakilan mereka. Demokrasi adalah suatu kebijakan yang dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Jika mereka memilih pemerintah yang baik maka imbasnya kepada rakyat dan apabila mereka memilih pemerintah yang buruk maka imbasnya kepada mereka juga.
5.    Demokrasi akan senantiasa mengikuti suara terbanyak walaupun berselisih dalil. Adapun dalam musyawarah, kebenaran senantiasa didahulukan walaupun yang menyuarakan hanya satu orang.

F.           Pergulatan Demokrasi ditengah Pemikiran Umat
          Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, umat islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang sama demokrasi bagi sebagian umat islam sampai pada hari ini belum dapat diterima secara bulat. Sebagian kalangan ada yang menerima demokrasi tersebut namun, sebagian yang lain ada yang menolak bahkan mengharamkannya. Al-maududi secara tegas menolak demokrasi. Menurutnya, islam tidak mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat dalam menetapkan segala hal.
           Kritikan demokrasi juga dikatan oleh kaum intelektual Pakistan ternama M. Iqbal. Menurut Iqbal, sejalan dengan kemenangan sekularisme atas agama, demokrasi modern menjadi kehilangan sisi spritualnya sehingga jauh dari etika. Demokrasi yang merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah mengabaikan keberadaan agama. Islam tidak dapat menerima model demokrasi Barat yang telah kehilangan basis moral dan spiritual.  
            Menurut Yusuf al-Qardhawi substansi demokrasi sejalan dengan islam karena kebanyakan prinsip-prinsip demokrasi sesuai dengan ajaran islam. Salim Ali al-Bahnasawi pun mengatakan demokrasi mengandung sisi yang baik yang tidak bertentangan dengan islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan dengan islam.  sisi baiknya adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak bertentangan dengan islam. Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.[9]
              Karena itu perlu dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran islam, diantaranya adalah :
1.    Demokrasi tersebut harus berada dibawah payung agama
2.    Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya
3.    Musyawarah dalam menentukan sebuah keputusan
4.    Suara mayoritas dalam memutuskan perkara tidak bersifatmutlak
5.    Musyawarah dan voting hanya berlaku pada persoalan ijtihad
6.    Hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari norma-norma agama
7.    Hukum dan kebijakan harus dipatuhi semua rakyat

G.          Respon Demokrasi di Negara Muslim Termasuk Indonesia

          Penerimaan negara-negara muslim (dunia islam) terhadap demokrasi sebagaimana yang dikemukakan oleh kelompok yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi tidak berarti bahawa demokrasi dapat tumbuh dan berkembang di negara muslim secara otomatis dan cepat. Belum tumbuh dan berkembangnya demokrasi di dunia islam (bahkan yang akan terjadi adalah sebaliknya dimana negara-negara muslim justru merupakan negara yang langka dalam menerapkan demokrasi, sementara rezim otoriter menjadi trend dan dominan) .
           Ada beberapa alasan teoritis yang bisa menjelaskan tentang lambannya pertumbuhan dan perkembangan demokratisasi di dunia islam yaitu :
1.    Pemahaman doktrinal menghambat praktek demokrasi. Gagasan demokrasi masih cukup asing dalam mind-set islam. Hal in disebabkan oleh kebanyakan kaum muslim yang cenderung memahami demokrasi sebagai sesuatu yang bertentangan dengan islam, untuk mengatasi hal itu perlu dikembangkan upaya liberalisasi pemahaman keagamaan dalam rangka mencari konsensus dan sintesis antara pemahaman doktrin islam dengan teori-teori moderen seperti demokrasi dan kebebasan.
2.   Persoalan kultur. Demokrasi sebenarnya telah dicoba di negara-negara muslim sejak paruh pertama abad 20 tapi gagal. Tampaknya demokrasi tidak akan sukses pada masa mendatang, karena warisan kultur masyarakat muslim sudah terbiasa dengan otokrasi dan ketaatan pasif. Karena itu, langkah yang sangat diperlukan adalah penjelasan kultural kenapa demokrasi tumbuh subur di Eropa,tetapi diwilayah dunia Islam malah otoritarisme yang tumbuh subur dan berkembang.
3.   Lambannya pertumbuhan demokrasi di dunia islam tak ada hubungan dengan teologi maupun kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi itu sendiri. Untuk membangun demokrasi diperlukan kesungguhan, kesabaran dan waktulah yang menentukan kapan demokrasi itu sendiri bisa berjalan dengan baik.

        Ada yang menerima dan ada pula yang menolak demokrasi. Hal itu terjadi dikarenakan adanya prinsip-prinsip demokrasi yang tidak sesuai dengan pemikiran umat islam maupun adanya penyimpangan-penyimpangan didalam menjalankan pemerintahan yang demokrasi itu sendiri. Mungkin umat islam perlu berhijrah secara mental untuk mengawali demokratisasi. Bentuk terlembut itulah yang paling pas dipilih oleh kelompok yang membawa label keagamaan.[10]Hambatan paling serius mungkin datang dari kalangan islam itu sendiri.
       Pengalaman empirik demokrasi hanya bisa ditemukan selama pemerntahan Rasulullah sendiri yang kemudian dilanjutkan oleh empat sahabatnya yang disebut dengan khulafa ar’rasyidi. Setelah pemerintahan keempat sahabat tersebut menurut catatan sejarah sangat sulit ditemikan demokrasi didunia Islam sampai sekarang ini.[11]      
       Sebagai generasi muda kita bisa mewujudkan negara demokrasi islam dengan cara memulai dari sendiri dengan niatan membangun negara ini agar lebih maju kedepannya. Bagi guru dan yang bekerja dibidang pendidikan sebaiknya ciptakan pendidikan yang bermutu dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat apa pentingnya sebuah negara demokrasi itu.

H.       Kesimpulan

1.    Demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat dan “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) adalah kekuasan tertinggi yang berada ditangan rakyat. Sementara dalam sistem syura’(islam) kekuasaan tertinggi sudah jelas-jelas berada ditangan Allah dialah yang memiliki kuasa atas segalanya.
2.    Demokrasi adalah produk barat sedangkan syura’ adalah produk islam
3.    Prinsip prinsip demokrasi ada yang sejalan dan bertentangan dengan ajaran islam.
4.    Ada yang menerima dan ada pula yang menolak demokrasi. Hal itu terjadi dikarenakan adanya prinsip-prinsip demokrasi yang tidak sesuai dengan pemikiran umat islam maupun adanya penyimpangan-penyimpangan didalam menjalankan pemerintahan yang demokrasi itu sendiri.
5.    Lambannya pertumbuhan demokrasi di  negara islam dikarenakan persoalan teologi dan kultur namun hal itu tidak sepenuhnya terjadi dikarenakan oleh faktor-faktor tersebut melainkan sifat alamiah demokasi itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumary. 2003. Demokrasi ,HAM & Masyarakat Madani. Jakarta : Prenada Media
Demokrasi dalam Pandangan Islam,dalam http://www.syariahonline.com
Noer. 1982. Gerakan Modern Islam Indonesia. Jakarta : LP3ES
Suhelmi, Ahmad. 2002. Polemik Negara Islam. Jakarta : TERAJU
Syuro’ atau Demokrasi. Www.Millahibrahim.multiply.com
Tahir Azhary, Muhammad. 1992. Negara Hukum. Jakarta : Bulan Bintang
Ubaidillah, Ahmad, dkk. 2000 (dalam Komaruddin Hidayat).Pendidikan Kewargaan. Jakarta : JakartaPress
Razak, Abdul,dkk. 2004. Pendidikan Kewargaan. Jakarta : Prenada Media



       [1] Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum, (Jakarta : Bulan Bintang, 1992) hlm. 33
       [2] Noer, Gerakan Modern Islam Indonesia, (Jakarta : LP3ES, 1982) hlm. 204
       [3] Ahmad Suhelmi, Polemik Negara Islam, (Jakarta : TERAJU, 2002) hlm. 127
       [4]  M.Tahir Azhary, Op,Cit, hlm.65
       [5] Demokrasi dalam Pandangan Islam,dalamhttp://ki-stainsamarinda.blogspot.com/2012/08/tpki-stain-samarinda-part-3-bab-vii.html http://www.syariahonline.com,diakses tanggal 27                Oktober 2010.
       [6] Muhammad Tahir Azhary, Op.Cit., hlm. 79
       [7] A.Ubaidillah,dkk(dalam Komaruddin Hidayat,1994.hlm192),Pendidikan Kewargaan,(Jakarta: JakartaPress,2000),hlm.195.
       [8] Www.Millahibrahim.multiply.com. Syuro atau Demokrasi?. Diakses pada tanggal  5 November 2010
       [9]     Ibid.
       [10] Abdul Razak dkk., Pendidikan Kewargaan, ( Jakarta : Prenada Media ,2004).hlm.97
       [11] Azyumary Azra, Demokrasi ,HAM & Masyarakat Madani, (Jakarta : Prenada Media, 2003), hlm.144.

0 comments

Post a Comment