BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan Konseling adalah proses pemberian suatu bimbingan dan bantuan kepada seseorang yang memiliki permasalahan agar dapat menyelesaikan permasalahannya itu sesuai dengan caranya sendiri. Seorang konselor bukan sebagai orang yang menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien namun, seorang konselor hanya berusaha membantu memberikan motivasi dan dorongan serta memberikan jalan keluar agar klien tersebut dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi. Jadi, pada dasarnya seorang konselor bertugas memfasilitasi seseorang yang bermasalah.
Menjadi seorang konselor bukanlah hal yang mudah. Seorang konselor harus bisa memahami berbagai macam karakter pribadi manusia. Di lingkungan pendidikan (Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi) yang menjadi sasaran layanan bimbingan dan konseling adalah peserta didik (siswa atau mahasiswa). Peserta didik merupakan pribadi-pribadi yang sedang berada dalam proses berkembang ke arah kematangan. Masing-masing peserta didik memiliki karekteristik pribadi yang unik. Maksudnya adalah terdapat perbedaan individual diantara mereka, seperti menyangkut aspek kecerdasan, emosi, sosiabilitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan penyesuaian diri yang berbeda-beda antara siswa satu dan yang lainnya.
Mengingat berbagai macam perbedaan karakter pribadi tiap orang, untuk itu seorang konselor tidak hanya sekedar memberikan motivasi dan doktrin-doktrin saja. Namun mereka juga harus menyesuaikan seperti apa seharusnya dia memberikan bantuan kepada klien yang bermasalah tersebut. Anak yang pendiam tentu berbeda penanganannya dengan anak yang suka berbuat keributan di kelas dan lain sebagainya. Didalam melakukan bimbingan konseling terdapat landasan-landasan yang menjadi acuan dalam melakukan bimbingan konseling. Landasan-landasan tersebut antara lain adalah landasan filosofis, religius, psikologis, sosial budaya, ilmiah dan teknologis dan landasan pedagogis. Terkait dengan hal tersebut kami akan membahas makalah kami yang berjudul “Landasan Bimbingan dan Konseling”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil pembahasan sebagai berikut:
1. Landasan filosofis tentang hakikat manusia dan implikasinya dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
2. Landasan religius dan implikasinya dalam pemuliaan kemanusiaan manusia melalui pelayanan bimbingan dan konseling.
3. Landasan psikologis dan implikasinya dalam berbagai aspek psikologis dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui landasan-landasan apa saja yang digunakan dalam melakukan bimbingan dan konseling, serta penerapan landasan-landasan bimbingan dan konseling dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
Dengan ditulisnya makalah ini, kami berharap dapat membantu memberikan gambaran dan tambahan pengetahuan mengenai pelayanan bimbingan dan konseling yang baik dan sesuai dengan landasan-landasan tersebut. Sehingga tidak terjadi kesalahan dalam melakukan proses bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Filosofis
Kata filosofi atau filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu filo (philos) yang berarti cinta dalam arti yang seluas-luasnya yaitu ingin mengetahui segala sesuatu, dan sofia (shopos) yang berarti kebijaksanaan atau hikmah. Jadi, filsafat berarti cinta terhadap kebijaksanaan atau hikmah atau ingin mengetahui segala sesuatu secara mendalam.
Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang dilakukan dengan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling, dan membantu konselor dalam memahami situasi konseling dalam membuat keputusan yang tepat. Beberapa pemikiran filosofis yang terkait dalam pelayanan bimbingan dan konseling yaitu tentang hakikat manusia, tujuan dan tugas kehidupan.
1. Hakikat Manusia
Para ahli telah menciptakan berbagai macam teori tentang hakikat manusia. menurut Alblaster dan Lukes manusia adalah makhluk rasional yang mampu berpikir dan menggunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya. Manusia dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dengan kemampuan yang ada pada dirinya, dan manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi pribadi yang baik dan buruk.
Jadi, hakikat manusia adalah manusia bebas mengembangkan diri setinggi-tingginya dengan ilmu yang dimiliki dan bebas dalam menentukan kehidupannya sendiri namun tetap berpegang pada norma-norma agama.Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan setiap permasalahan dengan potensi yang ada dalam dirinya sendiri.
2. Tujuan dan Tugas Kehidupan
Secara naluriah manusia memiliki kebutuhan untuk hidup bahagia, sejahtera, nyaman, dan menyenangkan. Manusia selama hidupnya selalu mengejar kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Menurut Prayitno dan Erman Amti mengemukakan model Witner dan Sweeney tentang kebahagiaan dan kesejahteraan hidup serta upaya mengembangkan dan mempertahankannya sepanjang hayat. Menurut mereka , ciri-ciri hidup sehat sepanjang hayat itu ditandai dengan lima kategori tugas kehidupan, yaitu sebagai berikut.
a. Spiritualitas
Dalam kategori ini terdapat agama sebagai sumber inti bagi hidup sehat. Pada dasarnya agama memang mencari kedamaian, mengharapkan bimbingan diri, dan mengadakan kontak dengan kekuatan yang menguasai alam semesta melalui sembahyang, meditasi, zikir, dan upacara keagamaan lainnya.
Dimensi lain dari aspek spiritual adalah kemampuan manusia memberikan arti kepada kehidupannya, optimisme terhadap kejadian-kejadian yang akan datang , dan diterapkannya nilai-nilai dalam hubungan antar orang serta dalam pembuatan keputusan.
b. Pengaturan Diri
Seseorang yang mengamalkan hidup sehat pada dirinya terdapat ciri-ciri antara lain (1)rasa diri berguna, (2)pengendalian diri, (3)pandangan realistik, (4)spontanitas dan kepekaan emosional, (5)kemampuan rekayasa intelektual, (6)pemecahan masalah, (7)kreativitas, (8)kemampuan humor, dan (9)kebugaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat. Dengan ciri-ciri tersebut seseorang akan mampu mengkoordinasikan hidupnya melalui pengarahan, pengendalian dan pengelolaan diri sendiri demi peningkatan dirinya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat luas.
c. Bekarja
Manusia bekerja berkenaan dengan kondisi psikologis maupun sosial ekonominya karena suatu kebutuhan psikologis atau suatu kebutuhan sosial dapat digunakan untuk mencapai kemajuan atau pengakuan di masyarakat.[1] Dengan bekerja, seseorang akan memperoleh keuntungan ekonomis seperti terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Keuntungan psikologis, dengan bekerja seseorang dapat menimbulkan rasa percaya diri, pengendalian diri, perwujudan diri, dan berguna bagi orang lain. Dengan bekerja juga seseorang memiliki keuntungan sosial, dengan bekerja seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain, memilki status dan menjalin persahabatan. Sebaliknya, seseorang yang tidak mau bekerja biasanya adalah orang yang kurang berani menghadapi tantangan untuk mencapai kebahagiaan hidup.
d. Persahabatan
e. Persahabatan merupakan hubungan sosial baik antara individu maupun dalam masyarakat secara luas yang tidak melibatkan unsur-unsur perkawinan dan keterikatan ekonomis.Persahabatan memberikan tiga keutamaan kepada hidup yang sehat[2], yaitu :
· Dukungan emosional - kedekatan, perlindungan, rasa aman, kegembiraan;
· Dukungan keberadaan - penyediaan kebutuhan fisik sehari-hari, bantuan keuangan; dan
· Dukungan informasi - pemberian data yang diperlukan, petunjuk, peringatan, dan nasihat.
Keuntungan tersebut memberikan banyak manfaat untuk hidup sehat. Penelitian menunjukkan adanya keterkaitan antara keadaan sakit sesorang, tidak memiliki semangat hidup dan hidup yang tidak bahagia dengan kegagalan dalam menjalin persahabatan dengan orang lain.
f. Cinta
Dengan cinta hubungan seseorang dengan orang lain cenderung menjadi lebih intim, saling mempercayai, saling terbuka, saling bekerjasama, dan saling memberikan komitmen yang kuat satu sama lainnya. Penelitian Flanagan ( 1978 ) mengungkapkan bahwa pasangan hidup ( suami istri ), anak dan teman-teman merupakan tiga pilar utama bagi keseluruhan penciptaan kebahagiaan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Perkawinan dan persahabatan menjadi prasyarat kebahagiaan seseorang.
Hakikat, tujuan dan tugas kehidupan manusia adalah hasil olah pikir atau nalar manusia yang mempunyai implikasi kepada layanan bimbingan dan konseling. Konselor harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang filsafat manusia agar memiliki pedoman yang akurat dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien kearah kehidupan yang sesuai dengan nlai-nilai kemanusiaan yang dimiliki klien. Jadi pelayanan bimbingan dan konseling harus sesuai dengan nilai-nilai pancasila yang sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri yaitu sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat.
B. Landasan Religius
Landasan Religius bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi faktor sentral upaya bimbingan dan konseling (Prayitno dan Erman Amti, 2003). Pembahasan landasan religius ini, terkait dengan upaya memasukkan nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling. Pendekatan bimbingan dan konseling yang terintegrasikan di dalamnya dimensi agama, ternyata sangat disenangi oleh masyarakat.
Terkait dengan maksud tersebut, maka konselor dituntut memiliki pemahaman tentang hakikat manusia menurut agama dan peran agama dalam kehidupan umat manusia. Sehubungan dengan hal itu maka pada uraian berikut akan dibahas mengenai hakikat manusia menurut agama, peranan agama, dan persyaratan konselor.
1. Hakikat Manusia Menurut Agama
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan sikap dan perilakunya. Manusia juga bisa dikatakan sebagai makhluk yang memiliki motif beragama, rasa keagamaan, dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama.[3] Fitrah manusia inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya, dan juga yang mengangkat derajatnya disisi Tuhan.
Fitrah beragama merupakan potensi yang arah perkembangannya tergantung pada kehidupan beragama lingkungan terutama lingkungan keluarga. Kemampuan individu untuk dapat mengembangkan segala potensi keagamaannya tidak terjadi secara otomatis atau berkembang dengan sendirinya, tetapi memerlukan bantuan orang lain, yaitu memiliki pendidikan agama (bimbingan, pengajaran, dan pelatihan), terutama dari orang tuanya sebagai pendidik pertama dan utama di lingkungan keluarga.
Hakikat manusia adalah makhluk Allah, yang berfungsi sebagai hamba dan khalifahnya. Sebagai hamba manusia mempunyai tugas suci, yaitu ibadah atau mengabdi kepada-Nya. Sebagai khalifah, manusia mempunyai kewajiban atau amanah untuk menciptakan dan menata kehidupan yang bermakna bagi kesejahteraan hidup bersama (rahmatan lil’alamiin).
A. Sikap Keberagamaan
Kehidupan beragama merupakan gejala yang universal. Pada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok manusia dari zaman ke zaman senantiasa dijumpai praktek-praktek kehidupan beragama. Di dunia Barat, agama tidak dipilah dan dipisah secara tegas dari fisafat. Padahal inti ajaran agama adalah firman-firman Tuhan dan filsafat adalah hasil pikiran manusia. Akibatnya adalah manusia akan berbuat segala sesuatu tanpa batasan apapun, namun kadangkala segala kebebasan itu justru menyalahi kaidah-kaidah agama/filsafat.
Sikap pemerosotan dan pengabaian nilai-nilai agama akan mengakibatkan kemerosotan kemuliaan kehidupan manusia dipandang dari tuntutan Tuhan berdasarkan firman-Nya. Kemajuan IPTEK tidak dapat mengatasi kemerosotan tersebut, bahkan justru dapat memperparahnya. Sikap keberagamaan menjadi tumpuan bagi keseimbangan hidup dunia dan akhirat.
B. Peranan Agama
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental(rohani) yang sehat. Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam mencapai mentalnya yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut.
a. Memelihara fitrah
Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Namun manusia juga memiliki hawa nafsu dan ada syetan yang selalu menggoda manusia. Agar manusia dapat mengendalikan hawa nafsunya dan terhindar dari godaan syetan, maka manusia harus beragama dan bertakwa kepada Allah SWT dengan beriman dan beramal shaleh, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
b. Memelihara Jiwa
Agama sangat menghargai harkat, martabat dan kemuliaan manusia. Dalam memelihara kemuliaan jiwa manusia, agama mengharamkan dan melarang manusia melakukan penganiayaan, penyiksaan, atau pembunuhan, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.
c. Memelihara Akal
Allah telah memberikan karunia kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya, yaitu akal. Dengan akal inilah manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan buruk atau memahami dan menerima nilai-nilai agama.dan mengembangkan ilmu dan teknologi atau mengembangkan kebudayaan. Melalui kemampuan inilah manusia dapat berkembang menjadi makhluk yang berbudaya (beradab). Karena pentingnya akal ini agama memberi petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan memeliharanya.
d. Memelihara Keturunan
Agama mengajarkan kepada manusia tentang cara memelihara keturunan atau sistem regenerasi yang suci. Aturan atau norma agama untuk memelihara keturunan itu adalah pernikahan. Salah satu peranan agama adalah sebagai terapi (penyembuhan) bagi gangguan kejiwaan. Agama memegang peranan sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi, dan ketegangan lainnya, dan memberikan suasana damai dan tenang.
Agama mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan mental individu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa individu tidak akan mencapai atau memiliki mental yang sehat tanpa agama. Memberikan pelayanan bimbingan yang memasukkan di dalamnya nilai-nilai agama seharusnya mendapat perhatian dari para konselor atau pembimbing. Pendidikan agama harusnya diutamakan sebab dari agama terkandung nilai-nilai moral, etik dan pedoman hidup sehat yang universal dan abadi sifatnya.
C. Persyaratan Konselor
Landasan religius dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper” pemberi bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien atau peserta didik. Konselor seharusnya menyadari bahwa memberikan layanan bimbingan dan konseling merupakan salah satu kegiatan yang bernilai ibadah, karena di dalam proses pemberian bantuan terkandung nilai “amar ma’ruf nahi munkar” (menganjurkan kebaikan dan mencegah keburukan). Agar layanan bantuan yang diberikan itu bernilai ibadah, maka kegiatan tersebut harus didasarkan kepada keikhlasan dan kesabaran.
Agar penerapan nilai-nilai agama dalam layanan bimbingan dan konseling berlangsung secara baik, maka konselor dipersyaratkan untuk memiliki pemahaman dan pengamalan agama klien yang berbeda dengan agama yang dianutnya.
2. Landasan Psikologis
Psikologi merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling berarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Tingkah laku tersebut perlu di ubah dan dikembangkan apabila ia hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-tujuan ynag dikehendakinya.
Pada uraian berikut dibahas beberapa aspek psikologis dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pribadi yang perlu dipahami oleh konselor atau pembimbing agar dapat memberikan layanan bimbingan dan konseling secara akurat dan bijaksana dalam upaya memfasilitasi individu, atau peserta didik mengembangkan potensi dirinya secara optomal.
A. Motif dan Motivasi
Salah satu aspek psikis yang perlu diketahui adala motif, karena motif sangat berperan dalam tingkah laku individu. Setiap tingkah laku individu memiliki motif yang melandasi mengapa ia melakukan segala sesuatu itu.
Motif adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Suatu tingkah laku yang didasarkan pada motif tertentu tidaklah bersifat acak atau sembarangan, melainkan mengandung isi atau tema sesuai dengan motif yang mendasarinya. Motif yang sedang aktif disebut motivasi, motivasi erat sekali hubungannya dengan perhatian.Tingkah laku yang didasari oleh motif tertentu biasanya terarah pada suatu objek yang sesuai dengan isi atau tema kandungan motifnya.
B. Pembawaaan dan Lingkungan
Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa kondisi mental dan fisik tertentu. Karekteristik individu diperoleh melalui pewarisan dari pihak orangtuanya. Karakteristik tertentu menyangkut fisik (seperti struktur tubuh, warna kulit, dan bentuk rambut) dan psikis atau sifat-sifat mental (seperti emosi, kecerdasan, dan bakat).
Keturunan merupakan aspek individu yang bersifat bawaan dan memiliki potensi untuk berkembang. Seberapa jauh perkembangan individu itu terjadi dan bagaimana kualitas perkembangannya, bergantung pada kualitas keturunan dan linkungan yang mempengaruhinya.[4] Lingkungan merupakan faktor penting selain keturunan yang menentukan perkembangan individu. Lingkungan itu meliputi fisik, psikis, sosial, dan religius.
C. Perkembangan Individu
Lingkungan merupakan faktor penting disamping keturunan yang menentukan perkembangan individu. Untuk mencapai perkembangan yang baik harus ada asuhan terarah. Asuhan dalam perkembangan dengan melalui proses belajar sering disebut pendidikan. Bimbingan dan konseling sebagai komponen pendidikan merupakan pemberian layanan bantuan kepada individu dalam upaya mengembangkan potensi diri atau tugas-tugas perkembangannya secara optimal.
Berbagai teori tentang perkembangan individu telah dikemukakan oleh para ahli. Menurut Havighurts, definisi tugas pekembangan adalah “suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam kehidupan seseorang, yang kesuksesan penyelesaiannya akan mengantarkan orang tersebut ke keadaan bahagia, dan kegagalan penyelesaiannya akan menyebabkan orang tersebut tidak bahagia, tidak diterima oleh masyarakat, dan mengalami kesulitan dalam menjalani tugas- tugas berikutnya”(dalam Shertzer dan Stone, 1968).
Menurut Havighurts tugas-tugas perkembangan tersusun menurut suatu pola tertentu dan secara keseluruhan saling berkaitan. Tugas-tugas perkembangan tersebut dibentuk oleh unsur-unsur biologis, psikologis, dan kultural yang ada pada diri dan lingkungan individu.
D. Belajar, Balikan dan Penguatan
Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan apa yang sudah ada pada diri idividu.Pengetahuan tentang hasil belajar ( baik yang yang diketahui sendiri maupun yang berasal dari orang lain ) merupakan balikan ( feedback ) bagi individu yang belajar. Untuk keperluan itu, individu memerlukan penguatan ( reinforcement ). Semakin penguatan sering dilakukan, maka kemungkinan individu tersebut akan melanjutkan dan meningkatkan upaya belajarnya, sampai ia memiliki kebiasan belajar yang baik.
E. Kepribadian
Sering dikatakan bahwa ciri seseorang adalah kepribadiannya. Mengenai pengertian kepribadian ini, para ahli psikologi umumnya memusatkan perhatian pada faktor- faktor fisik dan genetika, berfikir dan pengamatan, serta dinamika motivasi dan perasaan ( Mussen & Rosenzweiq, 1973 ).
Agar perkembangan pribadi peserta didik dapat berlangsung dengan baik dan terhindar dari munculnya masalah-masalah psikologis, maka kepada mereka perlu diberi bantuan yang sifatnya pribadi. Upaya bantuan yang dapat memfasilitasi perkembangan peserta didik melalui pendekatan psikologis adalah layanan bimbingan dan konseling.
Bagi konselor memahami aspek-aspek psikologis pribadi klien merupakan tuntutan yang mutlak, karena pada dasarnya layanan bimbingan dan konseling merupakan upaya untuk memfasilitasi perkembangan aspek-aspek psikologis, pribadi atau prilaku klien, sehingga mereka memiliki pencerahan diri dan mampu memperoleh kehidupan yang bermakna dengan kehidupan yang maslahat dan sejahera baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Demikianlah, pemahaman terhadap masalah perkembangan dengan prinsip-prinsipnya merupakan kebutuhan yang mendasar bagi pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
BAB III
KESIMPULAN
1. Landasan filosofis bimbingan terkait dengan cara pandang para ahli berdasarnya olah pikirnya tentang hakikat manusia, tujuan, dan tugas kehidupannya di dunia ini, serta upaya-upaya untuk mengembangkan, mengangkat, atau memelihara nilai-nilai kemanusiaan manusia. Konselor harus memiliki pemahaman tentang filsafat manusia agar memiliki pedoman yang akurat dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien ke arah kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang dimiliki klien.
2. Agama sangat berperan penting terhadap pencerahan diri dan kesehatan mental individu. Penerapan nilai-nilai agama dalam layanan bimbingan dan konseling mrupakan suatu hal yang harus dikembangkan. Agar penerapan nilai-nilai agama dalam layanan bimbingan dan konseling berlangsung secara baik, maka konselor diharuskan untuk memiliki pemahaman dan pengamalan agama yang dianutnya, dan menghormati agama klien yang berbeda dengan agama yang dianutnya.
3. Masing-masing individu memilki karakter pribadi yang unik (bermacam-macam). Proses perkembangan individu tidak selalu berlangsung sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam proses pendidikan, peserta didik tidak jarang mengalami masalah psikologis seperti perilaku menyimpang. Agar perkembangan pribadi peserta didik dapat berlangsung dengan baik dan terhindar dari munculnya masalah-masalah psikologis, maka kepada mereka perlu diberi bantuan yang sifatnya pribadi. Bagi konselor memahami aspek-aspek psikologis pribadi klien merupakan tuntutan yang mutlak, karena pada dasarnya layanan bimbingan dan konseling merupakan upaya untuk memfasilitasi perkembangan aspek-aspek psikologis sehingga mereka memperoleh kehidupan yang bermakna dan bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.
Conny R. Semiawan, Penerapan Pembelajaran pada Anak, Jakarta: Indeks, 2009.
0 comments
Post a Comment