Thursday, August 30, 2012

Mandi

A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap Tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti.
Diantara ibadah yang memiliki syarat – syarat seperti haji, yaitu mampu dalam biaya perjalannya, baligh, berakal, dan sebagainya. Dan contoh lain jika kita akan melakukan ibadah sholat maka syarat untuk melakukan ibadah tersebut ialah kita wajib terbebas dari segala najis maupun dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
Kualitas pahala ibadah juga dipermasalah jika kebersihan dan kesucian diri seseorang dari hadats maupun najis belum sempurna. Maka ibadah tersebut tidak akan diterima. Ini berarti bahwa kebersihan dan kesucian dari najis maupun hadats merupakan keharusan bagi setiap manusia yang akan melakukan ibadah, terutama sholat, membaca Al-Qur’an, naik haji, dan lain sebaginya.
Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka , artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah. Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.[1]  
2. Rumusan masalah
Ø  Pengertian mandi dan dasar hukumnya
Ø  sebab-sebab mandi wajib
Ø  rukun-rukun mandi wajib
Ø  sunnah-sunnah mandi wajib
Ø  perilaku yang di haramkan bagi orang yang junub
Ø  Mandi sunnah

B.  Pengertian Mandi  Dan Dasar Hukumnya.
Ø  Pengertian Mandi
          Menurut bahasa, mandi berarti : mengalirkan air pada apa saja. Sedang menurut Syara’, artinya: mengalirkan air pada tubuh dengan niat tertentu. Mandi telah disyariatkan agama, baik untuk kebersihan maupun menghilngkan hadast, sebagai syarat suatu ibadah ataupun tidak. Mengenai disyariatkan mandi, hal itu ditunjukkan oleh Al-kitab (Al-quran), As-Sunnah dan ijma’.
Dalam Al-quran terdapat ayat-ayat mengenai mandi, antara lain firman Allah Ta’ala:
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.( Al-baqarh 222)
Adapun mandi ada dua bagian :
Pertama : mandi wajib
Kedua   : mandi sunnah[2]
Ø  Mandi wajib
Mandi wajib disebut juga mandi besar,mandi junub atau mandi janabat adalah salah satu cara bersuci dengan mengalirkan air keseluruh tubuh, dengan niat mengangkat (menghilangkan) “hadast besar”atau janabat. [3]
Ø  Dasar hukum mandi wajib (junub)
Artinya : “Dan jika kamu junub, maka mandilah. “(Al-maidah : 6) [4]
C. Sebab-sebab mandi wajib          
Yang kita ketahui mandi wajib ada 6, tiga diantaranya biasa terjadi pada laki-laki dan perempuan, dan tiga lagi tertentu (khusus) bagi perempuan saja.
  1. Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak.
Sabda Rasulullah Saw. :
Artinya : “Apabila 2 yang khitan bertemu, maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi, meskipun tidak keluar mani. “(Riwayat Muslim)
  1. Keluarnya mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab lain dengan sengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau bukan.
Arti dari Sabda Rasulullah Saw :
Dari Ummi salamah sesungguhnya sulaim telah bertanya kepada Rasulullah. “ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu memperkatakan yang hak. Apakah perempuan wajib mandi apabila bermimpi? Jawab beliau, “Ya(wajib atasnya mandi), apabila ia melihat air(artinya keluar mani.”(sepakat ahli hadist).
  1. Wafat, orang islam yang wafat, fardhu kifayah atas muslimin yang hidup memandikannya, kecuali orang yang mati syahid.
Arti Sabda Rosulallah Saw.:
Dari Ibnu Abbas. Sesungguhnya Rosulullah Saw. Telah berkata tentang orang berihram yang terlempar dari punggung ontanya hingga ia meninggal. Beliau berkata,” mandikanlah ia olehmu dengan air dan daur sidr (sabun),” (Riwayat Ahmad)
  1. Haid, apabila seorang perempuan telah berhenti dari haid, ia wajib mandi agar ia dapat shalat dan dapat bercampur dengan suaminya. Dengan mandi itu badannya pun menjadi segar dan sehat kembali.
Sabda Rasulullah Saw.
Artinya : Beliau berkata kepada Fatimah binti abu Hubaisyi, “ Apabila datang haid itu, hendaklah engkau tinggalkan shalat, dan apabila habis haid itu, hendaklah engkau mandi dan shalat.
  1. Nifas, yang dinamakan nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan sesudah melahirkan anak. Darah itu merupakann darah haid yang berkumpul, tidak keluar sewaktu perempuan itu mengandung.
  2. Wiladah, yang dinamakan wiladah ialah darah yang mengiringi proses melahirkan baik anak yang dilahirkan itu cukup umur ataupun tidak, seperti keguguran.[5]

D. Rukun-Rukun(Fardhu) Mandi Wajib
Rukun mandi ada 2 yaitu :
  1. Niat, orang yang junub hendaklah ia niat (menyengaja) menghilangkan hadast junubnya, perempuan yang telah berhenti haid atau nifas, hendaklah berniat menghilangkan hadastnya.
  2. Meratakan air keseluruh badan.
Adapun niat mandi sebagai berikut  :
 “saya niat mandi untuk menghilangkan hadast besar karena Allah Ta’ala.”[6] 
E. Sunnah-sunnah Mandi
1.    Membaca bismillah ketika akan mandi.
2.    Mengambil wudhu sebelumnya.
3.    Menggosok-gosokkan tangan di atas seluruh badan untuk menghilangkan kotoran yang melekat.
4.    Mendahulukan membasuh bagian anggota tubuh sebelah kanan.
Sebagaimana telah dinyatakan dalam hadist :
Artinya : ” Dari Aisyah r.a. ia berkata, ‘Rasulullah SAW sangat menyukai mendahulukan yang kanan dalam segala pekerjaannya, pada tiap-tiap ia bersuci, melangkah dan memakai sepatunya.
5.    Menutup aurat ditempat yang tersembunyi, umpamanya dalam kamar mandi dan lain-lain.[7]
F. Perilaku yang diharamkan bagi orang yang junub
  1. Shalat dan tawaf disekitar ka’bah.
  2. Memegang dan membawa mushaf Al-qur’an, kecuali dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkannya ketika terjatuh dsb.
  3. Membaca Al-qur’an dengan tujuan semata-mata mendapat pahala karenanya, di kecualikan dari larangan ini, membaca beberapa ayat al-quran dalam rangka zikir atau wirid yang telah menjadi kebiasaan sehari-hari, atau dalam rangka belajar membacanya ataupun mempelajari maknanya.
  4. Duduk atau berhenti di masjid, kecuali melewati masjid disebabkan tidak ada jalan lain ketempat keperluannya, selain melalui masjid tersebut.[8]
G. Mandi Sunnah
Mandi sunnah adalah ialah mandi yang di kerjakan mendatangkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan tidak mengakibatkan dosa yaitu dalam keadaan-keadaan sebagai berikut :
1.    Mandi hari jumat disunatkan bagi orang yang bermaksud akan mengerjakan shalat jumat, agar baunya yang busuk tidak mengganggu orang disekitar tempat duduknya.
2.    Mandi hari raya idul fitri dan hari raya kurban.
3.    Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada kemungkinan ia keluar mani.
4.    Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah.
5.    Mandi sehabis memandikan mayit.
6.    Mandi seorang kafir setelah memeluk agama islam.[9]
H. Kesimpulan
            Bersuci merupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah, karena itu bersuci memperoleh tempat yang utama dalam ajaran Islam. Berbagai aturan dan hukum ditetapkan oleh syara dengan maksud antara lain agar manusia menjadi suci dan bersih baik lahir maupun batin.
Kesucian dan kebersihan lahir dan batin merupakan pangkal keindahan dan kesehatan. Oleh karena itu hubungan kesucian dan kebersihan dengan keindahan dan kesehatan erat sekali. Pokok dari ajaran ilam tentang pengaturan hidup bersih,
suci dan sehat bertujuan agar setiap muslim dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai khalifah dimuka bumi.
Kebersihan dan kesucian lahir dan batin merupakan hal yang utama dan terpuji dalam ajaran Islam, karena dengan kesucianan kebersihan dapat meningkatkan derajat harkat dan martabat manusia di hadirat Allah SWT..




[2] Achmad sunarto, fiqih islam lengkap, (bandung : husaini, 1995), hal.47-48
[3] Muhammad Bagir Al-habsyi, fiqih Praktis, (Bandung : Mizan, 2005),hal.81
[4] H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar baru Algensindo, 2010, hal.34
[5] H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam …, hal. 36
[6] H.Muqarrabin ,Fiqih Awam,(Demak : CV Media Ilmu,1993),hal.50
[7] Ibnu Mas’ud dan zainal abidin, fiqih Madzahab Syafi’I, (Bandung : CV Pustaka Setia,1999), hal.103-104 
[8] Muhammad Bagir Al-habsyi, fiqih Praktis …,hal. 84
[9] H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam …, hal.37-38

0 comments

Post a Comment