Thursday, August 30, 2012

Pendekatan Konseling

BAB I
PENDAHULUAN
                                                                                                              
A.                Latar Belakang
Eric Berne yang bertugas sebagai konsultan pada Surgeon General diminta membuka program terapi kelompok di Ford Ord, bagi para serdadu yang baru usai perang dunia kedua.
Akibat dorongan itu Eric Berne menciptakan suatu teknik untuk menganalisis transaksi-transaksi antar pribadi dalam berkomunikasi. Prinsip-prinsip yang dikembangkan melalui analisis transaksional diperkenalkan pertama kali pada tahun 1956 oleh Eric Berne, dan kemudian disusul dengan pembahasan yang mendalam.
Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis transaksional adalah upaya untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya sendiri, pemikiran yang logis, rasional, tujuan-tujuan yang raelistis, berkomunikasi dengan terbuka, wajar dan pemahaman dalam berhubungan dengan orang lain.
Secara historis analisis transaksional dari Eric Berne berasal dari psikoanalisis yang dipergunakan dalam konseling atau terapi kelompok, tetapi kini telah dipergunakan pula secara luas dalam konseling atau terapi individual

B.                 Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan permasalahan yang ada dalam makalah ini adalah :
1.         Apa pengertian dari pendekatan konseling
2.         Jelaskan macam-macam pendekatan konseling
3.         Bagaimana kendala dan penyelesaian dari pendekatan konseling

BAB II
PEMBAHASAN
A.                Pengertian Pendekatan Konseling
Kata Pendekatan terdiri dari kata dasar dekat dan mendapat imbuhan Pe-an yang berarti hal, usaha atau perbuatan mendekati atau mendekatkan. Jadi Pendekatan Bimbingan dan Konseling adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seorang konselor untuk mendekati kliennya sehingga klien mau menceritakan masalahnya.[1]
Metode dalam pengertian harfiyah, adalah "jalan yang harus dilalui" untuk mencapai suatu tujuan, karena kata metode berasal dari meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan. Namun pengertian hakiki dari metode tersebut adalah segala sarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik sarana tersebut berupa fisik seperti alat peraga, administrasi, dan pergedungan di mana proses kegiatan bimbingan berlangsung, bahkan pelaksana metode seperti pembimbing sendiri adalah termasuk metode juga dan sarana non fisik seperti kurikulum, contoh, teladan, sikap dan pandangan pelaksana metode, lingkungan yang menunjang suksesnya bimbingan dan cara-cara pendekatan dan pemahaman terhadap sasaran metode seperti wawancara, angket, tes psikologis, sosiometri dan lain sebagainya.

B.                 Macam –macam  Pendekatan Konseling
Adapun macam-macam dari pendekatan konseling yaitu:
1.         Pendekatan Rasional Emotif
Terapi Rasional Emotif (TRE) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecendrungan-kecendrungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan,mencintai, bergabung dengan orang lain serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia memiliki kecendrungan-kecendrungan kea rah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali  kesalahan-kesalahan,  perfeksionisme dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecendrungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
Manusia tidak ditakdirkan untuk menjadi korban pengondisian awal. TRE menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bias mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakatnya.
TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi dan bertindak secara simultan.jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.[2]
Teori konseling Rasional Emotif dengan istilah lain dikenal dengan “rasional emotive therapy” yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellist, seorang ahli Clinic Psychology (Psikologi Klinis).[3]
Atas dasar pengalaman selama prakteknya dan kemudian dihubungkan dengan teori tingkah laku belajar, maka akhirnya Albert Ellist mencoba untuk mengembangkan suatu teori yang disebut “ Rational-Emotive Therapy” dan selanjutnya popular dengan singkatan RET.[4]
Tujuan dari Albert Ellist pada intinya adalah untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya.Konselor ata terapis berusaha agar klien makin menyadari pikiran dan kata-kata sendiri, serta mengadakan pendekatan yng tegas, melatih klien untuk bisa berfikir dan berbuat yang lebih realistis dan rasional.[5]

a)      Konsep Dasar Konseling Rasional-Emotif
Ciri-ciri konseling Nasional-Emotif dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Dalam menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih aktif dibandingkan dengan klien.
2.      Dalam proses hubungan konseling harus diciptakan dan dipelihara hubungan baik dengan klien.
3.      Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
4.      Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak erlalu banyak menelusuri kehidupan masa lampau klien.
5.      Diagnosis (rumusan masalah) yang dilakukan dengan konseling rasional-emotif bertujuan untuk membuka ketidaklogisan pola pikir dari klien.
Hakikat masalah yang dihadapi klien dalam pendekatan konseling rasional-emotif itu muncul disebabkan oleh ketidaklogisan klien dalam berfikir.Ketidaklogisan berpikir ini selalu berkaitan dan bahkan menimbulkan hambatan, gangguan atau kesulitan-kesulitan emosional dalam melihat dan menafsirkan objek fakta yang dihadapinya.
Menurut konseling rasional-emotif ini, individu merasa dicela,diejek,dan tidak diacuhkan oleh individu lain, karena ia memiliki keyakinan dan berpikir bahwa individu lain itu mencela dan tidak mengacuhkan dirinya. Kondisi yang demikian inilah yang disebut cara beerpikir yang tidak rasional oleh konseling rasional emotif.
Tujuan utama dari konseling rasional-emotif ialah menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara berfikir yang tidak logis itulah merupakan penyebab gangguan emosionalnya. Atau dengan kata lain konseling rasional emotif  inimenunjukkan ini bertujuan membantu klien membebaskan dirinya dari cara berfikir atau ide-idenya yang tidak logis dan menggantinya dengan cara-cara yang logis.

b)      Proses dan Teknik Konseling Rasional-Emotif
Fungsi pengumpulan Data dalam Konseling Rasional- Emotif. Seperti telah diuraikan di muka bahwa dalam konseling rasional-emotif konselor tidak terlalu banyak menelusuri kehidupan masalampau klien.Sehingga dengan demikian berarti bahwa dalam konseling ini konselor tidak banyak melakukan pengumpulan data unutk keperluan analisis maupun diagnosis sebagaimana halnya dalam konseling klinikal.
Penerapan teori konseling rasional-emotif ini sangat ideal apabila diterapakandi sekolah, terutama oleh guru , konselor, atau guru pembimbing yang berwibawa.
Guru pembimbing atau konselor yang berwibawa akan mampu membantu siswa yang mengalami gangguan mental atau gangguan emosional untuk mengarahkan secara langsung pada para siswa yang memiliki pola berpikir  mereka yang  tidak rasional, serta mempengaruhi cara berpikir mereka yang tidak rasional untuk meninggalkan anggapan atau pandangan yang keliru itu menjadi rasional dan logis.
Guru melalui mata pelajaran yang diajarkan kepada siswanya secara langsung bisa mengaitkan pola bimbingan yang terpadu untuk mempengaruhi para siswanya untuk segera meninggalkan tindakan, pikiran, dan perasaan yang tidak rasional.
2.      Pendekatan Analisis Transaksional
Analisis Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi  kelompok. AT berbeda dengan sebagian besar terapi lain dalam arti ia adalah suatu terapi kontraktual dan desisional. Analisisn Transaksional melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arti proses terapi, juga berfokus pada putusan-putusan awal yang dibuat oleh klien, dan menekankan kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru.
AT cenderung mempersamakan kekuasaan terapis dan klien dan menjadi tanggung jawab klien untuk menentukan apa yang akan diubahnya agar perubahan menjadi kenyataan, klien mengubah tingkah lakunya secara aktif. Selama pertemuan terapi, klien melakukan evaluasi terhadap arah hidupnya, berusaha memahami putusan-putusan awal yang telah dibuatnya, serta menginsafibahwa sekarang ia menetapkan orang dan memulai suatu arah baru dalam hidupnya.Pada dasarnya, AT berasumsi bahwa orang-orang bias belajar mempercayai dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan-perasaannya.[6]
Dr. Eric Berne yang bertugas sebagai konsultan pada Surgeon General diminta untuk membuka program terapi kelompok di Ford Ord, bagi para serdadu yang baru usai Perang Dunia Kedua.
Akibat dorongan itu Eric Berne menciptakan suatu teknik untuk menganalisis transaksi-transaksi antar pribadi dalam berkomunikasi. Prinsip-prinsip yang dikembangkan melalui analisis transaksional diperkenalkan pertama kali pada tahun 1956 oleh Eric Berne, dan kemudian disusul dengan pembahasan yang mendalam di depan Regional Meeting of The American GroupPsychoterapy Asosiation di Los Angeles, bulan Nopember 1957, berjudul : “ Transactional Analysis : A New and Effective Method Group Therapy”.
Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis transaksional adalah upaya untuk merangsang tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya sendiri, pemikiran yang logis, rasional, tujuan-tujuan yang realistis, berkomunikasi dengan terbuka, wajar dan pemahaman dalam berhubungan dengan orang lain.
Secara historis analisis transaksional dari Eric Berne berasal dari psikoanalisis yang dipergunakan dalam konseling/terapi kelompok, tetapi kini telah dipergunakan pula secara meluas dalam konseling/terapi individual.[7]

BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Dalam proses pendekatan dibutuhkan teknik dan cara-cara yang bertahap agar menemukan penyelesaian dalam masalah yang di hadapi, dan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik sarana tersebut berupa fisik seperti alat peraga, administrasi, dan pergedungan di mana proses kegiatan bimbingan berlangsung, bahkan pelaksana metode seperti pembimbing sendiri adalah termasuk metode juga dan sarana non fisik seperti kurikulum, contoh, teladan, sikap dan pandangan pelaksana metode,
Dalam makalah ini, kami menjelaskan dua jenis pendekatan. Pendekatan Rasional Emotip dan pendekatan Analisis Transaksional. Pendekatan Rasional Emotip adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat.
Sedangkan pendekatan Analisis Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi  kelompok.



[2] Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Cet. III, ( Bandung: Eresco, 1997), hlm. 124
[3]Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Cet.1, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 98
[4]Ibid, hlm. 99
[5]Ibidt, hlm. 99
[6] Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi,  Cet. III (Bandung: PT. Eresco,1997), hlm. 159-160
[7] Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Konseling di Sekolah,Cet.1, ( Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000), hlm. 112

0 comments

Post a Comment