Wednesday, September 12, 2012

Historitas Al-qur'an

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam laju pembangunan yang kita laksanakan di segala bidang saat ini, maka tidak kalah pentingnya kita menggali Al-Qur’an secara mendalam, baik mengenai isi maupun sejarahnya untuk kemudian kita amalkan dengan perbuatan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Seorang muslim hendaklah mengetahui sejarah Al-Qur’an, sebagai salah satu kitab yang diturunkan dari langit; di turunkan kepada  Muhammad saw yang merupakan nabi dan rasul Allah terakhir.[1]
Kami disini ingin membuat makalah tentang sejarah Al-Qur’an, makalah ini membahas mengenai pengertian Al-Qur’an, apa pengertian Al-Qur’an itu?? proses Al-Qur’an diturunkan,Al-Qur’an diturunkan dua kali turunnya Al-Qur’an pertama  pada Lailatul qadr,dan yang kedua kalinya secara bertahap, kemudian kami membahas tentang  pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan Utsman.
Dimana pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar pekerjaan pertama yang dilaksanakan olehnya ialah memerangi orang-orang murtad ,  pembunuhan dan menghapuskan penyebaran fitnah. Dengan demikian, Oleh karena itu Umar merasa takut bahwa ahli qiraah yang masih antara mereka ada yang memiliki Al-Qur’an sehingga semua itu akan hilang dengan kematiannya.
Kemudian pengumpulan Al- Qur’an pada masa Utsman, pada masa Utsman para qari berbeda pendapat mengunggulkan bacaannya dan menyalahkan bacaan yang lain. Oleh karena itu Utsman bersama sahabat  mengumpulakan Al-Qur’an.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Al-Qur’an
“ Quran” menurut bahasa berarti “bacaan”. Di dalam al-Qur’an sendiri  ada pemakain kata “Quran” dalam arti demikian sebagai tersebut dalam ayat 17. 18 surat (75) Al- Qiyaaman:
17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
18. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
Kemudian dipakai kata “Quran” itu untuk Al- Qur’an yang dikenal sekarang ini. Adapun definisi Al- Qur’an ialah: Kalam Allah SWT. yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad saw dan membacanya adalah ibadat.
Dengan definisi ini, Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain nabi Muhammad saw tidak dinamakan Al-qur’an  seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as. atau Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as. demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang membacanya tidak di anggap sebagai ibadah, seperti Hadis Qudsi, tidak pula dinamakan Al-Qur’an.
Al-Qur’an ialah nama khusus bagi Kalam allah. Ia tidak diambil dari pecahan kata qira’ah, tetapi merupakan nama bagi Kitab Allah sebagaimana Taurat dan Injil. [2]
Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang tiada tandingannya (mukjizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad saw,penutup para Nabi dan Rasul dengan perantaraan Malaikat Jibril as, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nash, dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepda kita secara mutawatir ( oleh orang banyak).
Definisi tersebut telah disepakati oleh para ulama dan Ahli Usul. Allah menurunkan Al-Qur’an agar dijadikan undang-undang bagi umat.[3]

B.     Sejarah Al-Qur’an pada Bangsa Arab

1.      Pemeliharaan Al-Qur’an di masa Nabi Muhammad saw
Pada permulaan Islam bangsa Arab adalah satu bangsa yang buta huruf; amat sedikit yang pandai menulis dan membaca.
Mereka belum mengenal kertas, sebagai kertas yang dikenal sekarang.
Perkataan “ Al Waraq” (daun) yang lazim pula dipakaikan dengn arti “ kertas” di masa itu,hanyalah dipakaikan pada daun kayu saja.
Adapun kata “alqirthas” yang dari padanya terambil dari kata-kata Indonesia “kertas” dipakaikan oleh mereka hanyalah kepada benda-benda (bahan-bahan) yang mereka pergunakan untuk ditulis, yaitu: kulit binatang, batu yang tipis dan liein, pelepah tamar (komar), tulang binatang dan lain-lain sebagainya.
Setelah mereka menaklukan negeri Persia, yaitu sesudah wafatnya Nabi Muhammad saw. Barulah mereka mengetahui kertas. Orang Persia menamai kertas itu “kaqhid”, maka dipakailah kata-kata kaqhid ini untuk kertas oleh bangsa Arab semenjak itu.
Adapun sebelum masa Nabi ataupun di masa Nabi, kata-kata “al-kaqhid” itu tidak ada bertemu dalam pemakaian bahasa Arab maupun dalam hadist-hadist Nabi. Kemudian kata-kata “al-qirthas” itupun dipakai pula oleh bangsa Arab kepada apa yang dinamakan “kaqhid” dalam bahasa Persia itu.
Kitab atau buku tentang apa pun, juga belum ada pada mereka. Kata-kata “kitab” di masa itu hanyalah berarti: sepotong kulit, batu, atau tulang dan sebagainya yang telah tertulis, atau berarti surat, seperti kata “kitab” dalam ayat 28 surat (27) An-Naml.  
28. Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkan kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan"

Begitu juga “kutub” (jama’ kitab) yang dikirim oleh Nabi kepada raja-raja dimasanya, untuk menyeru kepada Islam.
Karena mereka belum mengenal kitab atau buku sebagai yang dikenal sekarang, sebab itu diwaktu Al-Quranul Karim itu dubukukan di masa Khalifah Utsman bin  ‘Affan sebagai akan diterangkan nanti tidak tahu mereka dengan apa Al-Quran yang telah dibukukan itu akan dinamai, dan bermacam-macamlah pendapat sahabat tentaang nama yang harus diberikan. Akhirnya mereka sepakat menamainya dengan “Al-Mushaft”, (Islam maful dari ashshafa, dan ashshafa artinya: mengumpulkan shuhuf, jamak shahifah, lembaran-lembaran yang telah tertulis)
Kendatipun bangsa Arab pada waktu itu masih buta huruf, tetapi mereka mempunyai ingtan yang amat kuat. Sebab perpegangan mereka dalam memelihara dan meriwayatkan sya’ir-sya’-ir dari pujangga-pujangga dan penyair-penyair mereka, nasab (silsilah keturunan) mereka, peperangan-peperangan yang terjadi diantara mereka, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan kehidupan mereka tiap hari dan lain-lain sebagainya adalah kepada hafalan semata-mata.
Demikianlah keadaan bangsa Arab diwaktu kedatangan agama Islam itu. Maka dijalankan oleh Nabi suatu cara yang amali (praktis) yang selaras dengan keadaan itu dalam menyiarkan Al-Quranul Karim dan memeliharanya.
Tiap-tiap diturunkan ayat-ayat itu Nabi menyuruh menghafalnya, dan menuliskannya, di buku, kulit binatang, pelepah tamar, dan apa saja yang bisa disusun dalam sesuatu surat, artinya oleh Nabi diterangkan tertib urut ayat-ayat itu. Nabi mengadakan peraturan, yaitu Al-Quran sajalah yang boleh dituliskan, selain dari Al-Quran itu , yakni hadist atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut nabi, dilarang menuliskannya. Larangan ini ialah dengan maksud supaya Al-quranul Karim itu terpelihara, jangan campur aduk dengan yang lain-lain yang juga di dengar dari Nabi.
Nabi menganjurkan supaya Al-Quran itu dihafal, dibaca selalu, dan diwajibkannya membacanya dalam sembahyang.
Dengan jalan demikian banyaklah orang yang hafal Al-Quran. Surat yang satu macam, dihafal oleh ribuan manusia, dan hafal sama sekalipun banyak, dalam pada itu tidak ada satu ayatpun yang tidak dituliskan.
Kepandaian menulis dan membaca itu amat dihargai dan digembirakan oleh Nabi. Beliau berkata:
“…. Di akhirat nanti tinta ulama-ulam itu akan ditimbang dengan darah syuhada (orang-orang yang mati syahid)
Nabi sendiri mempunyai beberapa orang penulis yang bertugas menuliskan Al-Quran untuk beliau.
Penilis-penulis beliau yang terkenal ialah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah. Yang terbanyak menuliskan ialah Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah.
Dengan demikian terdapatlah di masa  Nabi tiga unsur yang tolong menolong memelihara Al-Quran yang telah diturunkan itu.
1.      Hafalan yang mereka yang hafal Al-Quran.
2.      Naskah-naskah yang ditulis untuk Nabi.
3.      Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.
Pada waktu itu oleh Jibril diadakan ulangan (repitisi) sekali setahun. Di waktu ulangan itu nabi disuruh mengulang memperdengarkan Al- Qur’an yang telah diturunkan. Di tahun beliau wafat, ulangan itu diadakan oleh Jibril dua kali.
Nabi sendiripun sering pula mengadakan ulangan itu terhadap sahabat-sahabatnya, maka sahabat-sahabat itu disuruh beliau membaca Al-Qur’an itu dimukanya, untuk membetulkan hafalan atau bacaan mereka.
Nabi baru wafat di waktu Al-Qur’an itu telah cukup diturunkan, telah dihafal oleh ribuan manusia, dan telah dituliskan semua ayat-ayatnya. Ayat-ayatnya dalam sesuatu surat telah disusun menurut tertib urut yang ditunjukkan sendiri oleh Nabi.
Mereka telah mendengar Al-Qur’an itu dari mulut Nabi berakli-kali dalam sembahyang, dalam pidato-pidato beliau, dalam pelajaran-pelajaran dan lain-lain, sebagaimana Nabi sendiripun telah mendengar pula dari mereka. Pendeknya Al-Qur’an adalah dijaga dan dipelihara dengan baik,dan Nabi telah menjalani suatu cara yang amat praktis untuk memelihara dan menyiarkan Al-Qur’an itu, sesuai dengan keadaan bangsa Arab di waktu itu.
Satu hal yang menarik perhatian, ialah Nabi baru wafat sebagai disebutkan diatas, ialah di kala Al-Qur’an itu telah cukup diturunkan, dan Al-Qur’an itu sempurna diturunkan ialah di waktu Nabi telah mendekati masanya untuk kembali ke hadirat Allah Yang Maha Esa.
Hal ini bukanlah kebetulan saja, hanya telah diatur oleh Yang Maha Esa.[4]





C.    Turunnya Al-Qur’an
Allah menurunkan AL-Qur’an kepada Rasul kita Muhammad saw. unutk membimbing manusia. Turunnya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan bumi. Turunnya Al-Qur’an pertama kali pada lailatul qadr merupakan pemberitahuan kepada alam samawi yang dihuni para malaikat tentang kemuliaan umat Muhammad. Turunnya Al-Qur’an yang kedua kali secara bertahap, berbeda dengan kitab-kitab yang turun sebelumnya, sangat mengejutkan orang dan menimbulkan keraguan terhadapnya sebelum jelas bagi mereka rahasia hikmah Ilahi yang ada di balik itu. Rasulullah saw tidak menerima risalah besar ini dengan cara sekali jadi, dan kaumnya pun yang sombong dan keras kepala dapat takluk dengannya. Adalah wahyu turun berangsur-angsur demi menguatkan hati  Rasul dan menghiburnya relevan dengan peristiwa dan kejadian-kejadian yang mengiringinya sampai Allah menyempurnakan agama ini dan mencukupkan nikmat-Nya.


1.      Turunnya Al-Qur’an Sekaligus
Allah SWT. berfirman dalam kitab-Nya yang mulia,
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).  ( Al-Baqarah: 185).
Dan firman-Nya,
Sesungguhnya Kami telah menurunkan ( Al-Qur’an) pada malam Lailatul qadr.” ( Al-Qadar:1)

Kedua ayat diatas tidak bertentangan, karena malam yang diberkahi dalam bulan Ramadhan itu adlah Lilatul qadr.tapi zhahir ayat-ayat itu yang bertentangan dengan realitas kehidupan Rasulullah, dimana Al-Qur’an turun kepadanya selama dua puluh tiga tahun. Dalam hal ini para ulama, para ulama terbagi pada dua pokok madzhab pokok:
a.         Madzhab pertama; Pendapat Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, kemudian dipegang oleh jumhur ulama, bahwa”yang dimaksud dengan turunnya Al-Qur’an dalam ketiga ayat di atas ialah turunnya Al-Qur’an sekaligus ke Baitul ‘Izzah dilangit dunia untuk menunjukkan kepada para malaikat-Nya bahwa betapa besar masalah ini . Selanjutnya  Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi saw, secara bertahap selama dua puluh tiga tahun, sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang mengiringinya sejak beliau diutus sampai wafatnya. Selama tiga belas tahun beliau tinggal di mekkah,dan selama itu pula wahyu turun kepadanya. Pendapat ini didasarkan pada riwayat-riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas. Antara lain:
Ibnu Abbas ra berkata, ‘Al-Qur’an diturunkan sekaligus ke langut dunia pada Lailatul qadr. Kemudian setelah itu, ia diturunkan selama dua puluh tiga tahun.
Dan Al-Qur’an telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-perlahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.”( Al-Isra: 106)
b.         Madzhab kedua, yaitu yang diriwayatkan Asy-Sya’bi bahwa yang dimaksud dengan turunkan.a Al-Qur’an dalam ketiga  diatas ialah permulaan turunnya Al-Qur’an itu dimulai pada Lailatul qadr dibulan Ramadhan, yang merupakan malam yang diberkahi. Kemudian sesudah itu turun secara bertahap sesuai dengan berbagai peristiwa yang mengiringinya selama kurang lebih dua puluh tiga tahun. Dengan demikian, Al-Qur’an hanya satu macam cara turun ,yaitu turun secara bertahap kepada Rasulullah  saw, sebab yang demikian -inilah yang dinyatakan dalam Al-Qur’an
Dan al-Qur’an telah Kami turunkan dengan berngsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (Al- Isra: 106)

Pendapat yang kuat ialah; Al-Qur’an itu diturunkan dua kali :
Pertama; Diturunkan sekaligus pada Lailatul qadr ke  Baitul ‘Izzah di langit dunia.
Kedua; Diturunkan dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun.[5]

2.      Turunnya Al-Qur’an Secara Bartahap
Allah SWT berfirman: ( Asy-Syu’ara: 192-195)

192. dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam,
193. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril),
194. ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,
195. dengan bahasa Arab yang jelas.

Ayat diatas menjelaskan, bahwa Al-qur’an itu adalah Kalam Allah dengan lafazhnya yang berbahasa Arab. Jibril telah menurunkannya kedalam hati Rasulullah. Yang dimaksud turunnya itu di sini bukanlah turunnya yang pertama kali ke langit dunia. Tetapi turunnya Al-Qur’an secara bertahap.
Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun, tiga belas tahun di Makkah menurut pendapat yang kuat, dan sepuluh tahun di Madinah. Penjelasan tentang turunnya secara berngsur-angsur itu terdapat dalam firman Allah (Al-Isra:106)
Dan Al-Qur’an telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-perlahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.
Maksudnya, Kami telah menjadikan turunnya Al-Qur’an itu secara berangsur-angsur agar kamu membacakannya kepada manusia secara perlahan dan benar, juga Kami menurunkannya sesuai dengan berbagai peristiwa dan kejadian.[6]

3.      Hikmah Turunnya Al-Qur’an Secara Bertahap
a.       Meneguhkan hati Rasulullah
b.      Tantangan dan Mukjizat
c.       Memudahkan hafalan dan pemahamannya
d.      Relevan dengan peristwa, dan pentahapan dalam pentahapan hokum.
e.       Tanpa diragukan bahwa al-Qur’an diturunkan dari sisi Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.
4.      Pengumpulan Al-Qur’an
a.      Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar ra.
Tatkala Abu Bakar Siddiq diangkat menjadi khalifah setelah kematian Rasulullah saw. pekerjaan pertama yang dilaksanakan olehnya ialah memerangi orang-orang murtad dan menghapuskan penyebaran fitnah. Dengan demikian, Abu Bakar telah mendirikan tiang-tiang Islam dan mengokohkan kembali dasar-dasarnya yang telah mengalami penyurutan ( degredasi). Tatkala terjadi peristiwa Yamamah  pada tahun ke 12 Hijriah, banyak terjadi pembunuhan di kalangan para sahabat, dan banyak diantara para penghafal Al-Qur’an yang meninggal dunia hingga menurut satu pendapat mencapai 500 orang, dan pendapat lain mengatakan 700 orang. Oleh karena itu Umar merasa takut bahwa ahli qiraah yang masih antara mereka ada yang memiliki Al-Qur’an sehingga semua itu akan hilang dengan kematiannya.
Oleh karena itu, Umar telah mengisyaratkan kepada Abu Bakar untuk menghimpun Al-Qur;an  dalam satu tempat, dalam lembaran-lembarn yang terkumpul  daripada berceceran dalam ujung daun kurma, batu-batu datar, kulit-kulit, dan sebagainya. Mula-mula Abu Bakar merasa ragu mengenai usulan Umar tersebut, te..tapi Umar terus menerus mengusulkannya sehingga Abu Bakar menyetujuinya. Dia menetapakan bahwa pengumpulan Al-Qur’an bukanlah dari sesuatu yang di ada-ada, melainkan pengumpulan al-Qur’an tersebut dianjurkan oleh kaidah-kaidah agama dan syariat. Untuk itu, Abu Bakar mengirimkan surat kepada Zaid dan menyuruhnya untuk mengerjakan pekerjaan yang mulia ini. Zaid mengetahui kebenaran yang diisyaratkan oleh keduanya, lalu dia menghimpun Al-Qur’an dengan segala kesungguhannya.[7]
b.          Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Utsman ra
Ketika Utsman memegang kekhalifahan, dan para sahabat berpencar di berbagai Negara dan masing-masing membawa bacaan (al-qira’ah) yang didengarnya dari Rasulullah saw. serta di antara mereka ada yang memiliki bacaan yang tidak dimiliki oleh orang lainnya, orang –orang yang berbeda pendapat dalam bacaan. Setiap pembaca ( qari) mengunggulkan bacaannya dan menyalahkan bacaan qari lainnya., sehingga permaslahannya semakin memuncak. Utsman terkejut dan dia merasa khawatir bhwa akibat dari perselisihan ini akan mengurangi keyakinan terhadap Al-Qur’an dan bacaannya yang telah pasti, dan merupakan dasar pegangan kaum muslimin.
Perkataan Utsman tersebut menjadi kenyataan tatkala Hudzaifah ibn Al-Yaman datang dan mengabari mengenai perselisihan bacaan yang terjdadi antara antar penduduk Syam dan penduduk Irak dalam perang Armenia.Umar terkejut . Lalu dia bermusyawarah dengan para sahabat mengenai apa yang seharusnya dilakukan. Utsman dan para sahabat bersepakat untuk menyatukan manusia pada satu mushaf agar tidak terjadi perselisihan dan pertentangan dalam masalah bacaan tersebut. Kemudian Utsman  menugaskan kepada Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Zubair,dan kawan-kaawan untuk menulis atau menyalin lembaran-lembaran tersebut ke dalam mushaf-mushaf .[8]

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Al-Qur’an adalah Kalam Allah SWT. yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad saw dan membacanya adalah ibadat.
Sejarah Al-Qur’an pada bangs Arab, Nabi memerintahkan untuk tiap-tiap diturunkan ayat-ayat itu Nabi menyuruh menghafalnya, dan menuliskannya, di buku, kulit binatang, pelepah tamar, dan apa saja yang bisa disusun dalam sesuatu surat, artinya oleh Nabi diterangkan tertib urut ayat-ayat itu. Nabi mengadakan peraturan, yaitu Al-Quran sajalah yang boleh dituliskan, selain dari Al-Quran itu , yakni hadist atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut nabi, dilarang menuliskannya. Larangan ini ialah dengan maksud supaya Al-quranul Karim itu terpelihara, jangan campur aduk dengan yang lain-lain yang juga di dengar dari Nabi.

Hikmah Turunnya Al-Qur’an Secara Bertahap
1.      Meneguhkan hati Rasulullah
2.      Tantangan dan Mukjizat
3.      Memudahkan hafalan dan pemahamannya
4.      Relevan dengan peristwa, dan pentahapan dalam pentahapan hokum.
5.      Tanpa diragukan bahwa al-Qur’an diturunkan dari sisi Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.
Dan pengumpulan Al-Qur’an ada dua masa , pengumpulan pada masa Abu Bakar dan Utsman,

DAFTAR PUSTAKA


Abyadi, al Ibrahim, Sejaraah Al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta,1992.

Al-qaththan, Syaikh Manna,  Penganatar Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006.

Ash-Shaabuuniy, Muhammad Ali,Studi Ilmu Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

S, Zainal Abidin, Seluk-Beluk Al-Qur’an, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992.

Syuhbah, Muhammad bin Muhammad Abu,  Studi Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2003.


[1] Ibrahim al Abyadi, Sejarah Al-Qur’an, Cet.1 (Jakarta: PT. Rineka Cipta,1992) hal. 1
[2] Zainal Abidin S, Seluk-beluk Al-Qur’an, Cet. 1 (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992) hal 1-2

[3] Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an, Cet. 1 (Bandung: CV. Pustaka Setia,1999) hal. 15
[4] Ibid.,hal. 27-31
[5] Syaikh Manna’ al-qaththan,Mabaahi tsufi ‘ulumi Al-Qur’an,terj.Aunur Rafiq El-Mazni,Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al kautsar,2006) hal. 124-127
[6] Ibid.,hal. 131-132
[7] Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, Studi Ilmu Quran, Cet. 1 (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003) hal. 29-30
[8] Ibid,. hal. 37-38

0 comments

Post a Comment