Thursday, March 21, 2013

Bedah Mayat

A. Pengertian Bedah Mayat
Perkataan bedah mayat, dimaksudkan oleh Dokter Arab dengan istilah tasyrihu jushashi al-mauta. Selanjutnya dapat dirumuskan definisinya sebagai berikut:
Bedah mayat adalah suatu upaya team dokter ahli untuk membedah mayat, karena dilandasi oleh suatu maksud atau kepentingan –kepentingan tertentu.
Secara etimologi bedah mayat adalah pengobatan dengan jalan memotong bagian tubuh seseorang.
Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Al-Jirahah yang berarti melukai, mengiris, atau operasi pembedahan.
Sedangkan secara terminologi bedah mayat adalah suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam. Setelah dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri suatu tindak kriminal. [1]

B.     Tujuan Bedah Mayat
Ada beberapa tujuan  yang melandasi, sehingga diadakan pembedahan mayat, antara lain:
a.       Untuk Menyelamatkan Janin yang Masih Hidup dalam Rahim Mayat
Pada prinsipnya, ajaran islam memberikan tuntunan kepada umatnya agar selalu berijtihad dalam suatu hal yang tidak ada nashnya, dengan memberikan pedoman dasar dalam Al-Quran surah Al-Hajj ayat 78 yang  berbunyi :
                                                                                                                  
Artinya :
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan…. (Q.S. Al-Hajj : 78)[2]
Untuk mengatasi suatu kesulitan yang dialami oleh manusia, harus menggunakan akal-pikiran yang disebut ijtihad dalam islam; yang hasilnya selalu diperuntukan kepada kemaslahatan umat, dengan ketentuan bahwa kemaslahatan perorangan. Begitu juga halnya kemaslahatan orang hidup lebih diutamakan daripada orang mati.
Maka apabila terjadi suatu kasus, dimana tim dokter membedah perut mayat, yang di dalam rahimnya terdapat seorang bayi yang masih hidup, maka dapat dilihat ketentuan hukumnya pada uraian berikut.[3]
b.      Untuk Mengeluarkan Benda yang Berharga dari Mayat
Beberapa kasus yang sering terjadi dimasyarakat, yang dapat mempengaruhi perkembangan hukum islam; antara lain seseorang yang menelan permata orang lain, sehingga mengakibatkan ia meninggal. Selanjutnya, pemilik barang tersebut menuntut agar permata itu dapat dikembalikan kepadanya. Tetapi tidak ada cara lain kecuali dengan membedah mayat itu untuk mengeluarkan benda tersebut daripadanya.
c.       Untuk Kepentingan Penegakkan Hukum
Dalam suatu negara, diperlukan tegaknya hukum yang seadil-adilnya untuk digunakan mengatur umat. Dalam hal ini, penegak hukumlah yang lebih bertanggung jawab untuk menegakkan hukum dengan disertai kesadaran seluruh warga negara tersebut.
Tentang tegaknya hukum yang adil menurut Islam, tentunya diserahkan kepada ahlinya, agar ia dapat menerapkannya dengan cara yang adil dan teratur, sebagaimana firman Allah yang ¨  
Artinya:
 Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil ( Q.S. An- Nisaa. Ayat 58)[4]
d.      Untuk Keperluan Penelitian Ilmu Kedokteran
Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu pengetahuan di segala bidang kehidupan. Oleh karena itu, kita tidak heran bila para sarjana muslim di abad pertengahan telah menemukan berbagai macam ilmu pengetahuay Kesenian, Matematika, Astronomi dan sebagainya.
Bertepatan dengan zaman kegelapan yang melanda benua Eropa pada waktu itiu, maka bangkitlah pemikir-pemikir Muslim yang terkemuka yang mengagumkan pencinta ilmu pengetahuan di negara barat anatara lain: Al Kindy, Al- Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Rusydy, Ibnu Bajah, Al-Jabir, Al- Khawarizmi, Ar- Raazy, Al- Mas’udy, Al- Wafaa, Al- Biruni dan umar Hayyan.
Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang ada relevansinya dengan pembedahan mayat; yaitu Ilmu anatomi, yang sebenarnya dasar-dasarnya sudah ada dalam Al-Qur’an sejak 14 abad yang lalu. Dan konsepsi inilah yang dikembangkan oleh sarjana muslim di abad pertengahan hingga dipelajari oleh bangsa barat lewat penelitian ilmiah.konsepsi tersebut
4
Artinya:
. . .Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan… (Q.S.Az-Zumar : 6)[5]
.Lapazd           ;]»n=rO . . ;M»yJè=àß  ditafsirkan oleh Mufassirin dimasa lalu dengan tafsiran perut, rahim dan tulang belakang. Tetapi setelah ilmu pengetahuan mengalami kemajuan, maka sebenarnya yang dimaksud dengan lafazd  tersebut adalah chorion, amnion dan dinding uterus.
Ketiga bagian dalam tubuh tersebut telah dipelajari oleh ahli anatomi, yang sebenarnya konsepsinya sudah ada sejak lahirnya agama islam di bumi ini.
                       
C.    Hukum Bedah Mayat
Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang mengandung secara pasti tentang bedah mayat akan tetapi, terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan isyarat mengenai landasan praktek bedah mayat ini. Seperti janji Allah SWT yang akan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya.
Diangkasa mar (ufuk) dan yang ada didalam diri manusia itu sendiri. Seperti dijelaskan dalam Surat Fushilat Ayat 53 yang berbunyi :

Artinya : “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”[6]

Pengertian dalam diri manusia ini menurut para mufasir, berarti didalam tubuh manusia ada nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti.
Dan dalam Surat Al-anbiya Ayat 35 yang berbunyi :
Artinya : Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan”[7]
Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa Allah SWT menyatakan bahwa setiap yang bernyawa akan mengalami kematian, dengan kematian itu akan diuji unsur kejahatan dan kebaikan dan ayat ini sangat berkaitan dengan pernyataan Allah SWT bahwa manusia adalah makhluk mulia. Yakni dalam Surat Al-Isra’ Ayat 70 yang berbunyi :
 
Artinya :”Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan”.[8]
Untuk menyingkap kebenaran atau ketidakbenaran dalam diri manusia di dunia, diperlukan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sebab kemampuan yang dimiliki manusia terbatas. Dan semua cabang ilmu pengetahuan itu tidak mungkin dimiliki oleh satu orang saja. Oleh karenanya diperlukan orang yang ahli dibidang tertentu untuk menjawab persoalan yang muncul jika kita tidak mengetahuinya.
Seperti : orang yang sakit perlu bertanya kepada dokter tentang penyakitnya agar bisa diobati.
Hukum bedah mayat dengan tujuan anatomis dan klinis dapat berpedoman kepada hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk berobat, karena setiap penyakit ada obatnya. (H.R. Abu Daud dari Abu Darda).
Hadits ini juga mengandung anjuran untuk mengembangkan ilmu kesehatan, seperti bedah mayat untuk mengantisipasi penyakit yang belum ditemukan obatnya pada saat itu.
Sedangkan bedah mayat dengan tujuan forensik merupakan salah satu upaya menetapkan hukum secara adil adalah wajib hukumnya. Ini berdasarkan Firman Allah SWT Surat An-Nisa Ayat 58 yang berbunyi :

Artinya : “Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah sebaik-baiknya yang memberi pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”[9]
Jadi pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat bukti dalam tindak pidana dapat dibenarkan. Sebab alat bukti merupakan salah satu unsur dalam proses perkara di pengadilan.
a.       Menurut Imam Malik dan Ahmad
Mengatakan tidak boleh dibedah perut seorang ibu meskipun bayi yang dalam kandungannya masih hidup, namun dikeluarkan dengan cara diambil dari jalan Farji oleh tenaga medis.
b.      Sedangkan Menurut Imam Syafi’i, Ibnu Hazm dan sebagian ulama Malikyah mengatakan bahwa dalam keadaan seperti itu dibedah perut ibu demi keselamatan bayi dalam kandungannya.
c.       Menurut Ulama Syafi’i
Bahwa jika yang meninggal adalah seorang perempuan dan didalam perutnya ditemukan janin yang masih hidup, maka perut perempuan itu dibedah dalam keadaan darurat, maka pembedahan ini boleh dilakukan kalau ada harapan janin itu untuk hidup atau berumur 6 bulan keatas. Jika kurang dari 6 bulan tidak ada harapan untuk hidup, maka pembedahan itu haram dilakukan.
d.      Menurut Mazhab Maliki perut mayat tidak boleh dibedah
Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa memecah tulang mayat sama haramnya dengan memecah tulang manusia yang hidup. (H.R. Abu Daud dari Aisyah binti Abu Bakar). Seiring dengan kewajiban terhadap mayat, yakni memandikan, mengkafani, menyalatkan, dan menguburkan sebagai penghormatan bagi mayat.
e.       Ulama Mazhab Hanafi sependapat dengan Mazhab Syafi’i
Bahwa jika ada sesuatu yang bergerak dan diduga yang bergerak itu adalah janin yang masih hidup, maka perut ibu boleh dibedah demi membela kehormatan yang masih hidup.
Senada dengan pendapat ini menurut Syekh Yusuf Dajwi (guru besar hukum Islam Mesir) mengatakan bahwa “bedah mayat itu merupakan darurat pada keadaan tertentu, seperti kematian yang diduga karena pembunuhan sehingga pembunuh sesungguhnya dapat diketahui.”[10]
D.    Pandangan Ulama Tentang Bedah Mayat
Secara garis besar, dalam hal ini ada dua pendapat :
1.      Pendapat pertama menyatakan semua jenis autopsi hukumnya haram
Alasannya hadits berikut, Dari Aisyah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya mematahkan tulang mayat itu sama (dosanya) dengan mematahkannya pada waktu hidupnya.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
2.      Pendapat kedua menyatakan autopsi itu hukumnya mubah (boleh)
Alasannya, tujuan autopsi anatomis dan klinis sejalan dengan prisip-prinsip yang ditetapkan Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah SAW seraya bertanya, “Apakah kita harus berobat?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, hamba Allah. Berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit, yaitu penyakit tua.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad).
Rasulullah SAW memerintahkan berobat dari segala penyakit, berarti secara implisit (tersirat) kita diperintahkan melakukan penelitian untuk menentukan jenis-jenis penyakit dan cara pengobatannya.
Autopsi anatomis dan klinis merupakan salah satu media atau perangkat penelitian untuk mengembangkan keahlian dalam bidang pengobatan. Tujuan autopsi forensik sejalan dengan prinsip Islam untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dalam penetapan hukum.[11]


[1] Mahjuddin,Masilul Fiqhiyah, Cet 8, ( Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hal. 106-107
[2] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung : CV. J-ART, 2010), hal. 341
[3] M. Ali Hasan, Masail FIQHIYAH AL-HADITSAH pada Masalah-Masalah Kontemporer, (Jakarta:PT. Rajagrafindo Persada,2000), hal.135


[4] Op.Cit, Al-Quran dan Terjemahannya, hal. 87
[5] Ibid, hal. 459
[6] Ibid, hal. 482
[7] Ibid, hal. 324
[8] Ibid, hal. 289
[9] Ibid, hal. 87

0 comments

Post a Comment