Perkataan
bedah mayat, dimaksudkan oleh Dokter Arab dengan istilah tasyrihu jushashi al-mauta. Selanjutnya dapat dirumuskan
definisinya sebagai berikut:
Bedah
mayat adalah suatu upaya team dokter ahli untuk membedah mayat, karena
dilandasi oleh suatu maksud atau kepentingan –kepentingan tertentu.
Secara
etimologi bedah mayat adalah pengobatan dengan jalan memotong bagian tubuh
seseorang.
Dalam
bahasa Arab dikenal dengan istilah Al-Jirahah yang berarti melukai, mengiris,
atau operasi pembedahan.
Sedangkan
secara terminologi bedah mayat adalah suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh
mayat, termasuk alat-alat organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam. Setelah
dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan menentukan sebab kematian
seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri suatu
tindak kriminal. [1]
B.
Tujuan
Bedah Mayat
Ada
beberapa tujuan yang melandasi, sehingga
diadakan pembedahan mayat, antara lain:
a. Untuk
Menyelamatkan Janin yang Masih Hidup dalam Rahim Mayat
Pada
prinsipnya, ajaran islam memberikan tuntunan kepada umatnya agar selalu
berijtihad dalam suatu hal yang tidak ada nashnya, dengan memberikan pedoman
dasar dalam Al-Quran surah Al-Hajj ayat 78
yang berbunyi :
Artinya
:
Dan berjihadlah kamu pada jalan
Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan…. (Q.S.
Al-Hajj : 78)[2]
Untuk
mengatasi suatu kesulitan yang dialami oleh manusia, harus menggunakan
akal-pikiran yang disebut ijtihad dalam islam; yang hasilnya selalu
diperuntukan kepada kemaslahatan umat, dengan ketentuan bahwa kemaslahatan
perorangan. Begitu juga halnya kemaslahatan orang hidup lebih diutamakan
daripada orang mati.
Maka
apabila terjadi suatu kasus, dimana tim dokter membedah perut mayat, yang di
dalam rahimnya terdapat seorang bayi yang masih hidup, maka dapat dilihat
ketentuan hukumnya pada uraian berikut.[3]
b. Untuk
Mengeluarkan Benda yang Berharga dari Mayat
Beberapa
kasus yang sering terjadi dimasyarakat, yang dapat mempengaruhi perkembangan
hukum islam; antara lain seseorang yang menelan permata orang lain, sehingga
mengakibatkan ia meninggal. Selanjutnya, pemilik barang tersebut menuntut agar
permata itu dapat dikembalikan kepadanya. Tetapi tidak ada cara lain kecuali
dengan membedah mayat itu untuk mengeluarkan benda tersebut daripadanya.
c.
Untuk
Kepentingan Penegakkan Hukum
Dalam
suatu negara, diperlukan tegaknya hukum yang seadil-adilnya untuk digunakan
mengatur umat. Dalam hal ini, penegak hukumlah yang lebih bertanggung jawab
untuk menegakkan hukum dengan disertai kesadaran seluruh warga negara tersebut.
Tentang
tegaknya hukum yang adil menurut Islam, tentunya diserahkan kepada ahlinya,
agar ia dapat menerapkannya dengan cara yang adil dan teratur, sebagaimana
firman Allah yang ¨
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil (
Q.S. An- Nisaa. Ayat 58)[4]
d.
Untuk
Keperluan Penelitian Ilmu Kedokteran
Islam
sangat mementingkan pengembangan ilmu pengetahuan di segala bidang kehidupan.
Oleh karena itu, kita tidak heran bila para sarjana muslim di abad pertengahan
telah menemukan berbagai macam ilmu pengetahuay Kesenian, Matematika, Astronomi
dan sebagainya.
Bertepatan
dengan zaman kegelapan yang melanda benua Eropa pada waktu itiu, maka
bangkitlah pemikir-pemikir Muslim yang terkemuka yang mengagumkan pencinta ilmu
pengetahuan di negara barat anatara lain: Al Kindy, Al- Faraby, Ibnu Sina, Ibnu
Rusydy, Ibnu Bajah, Al-Jabir, Al- Khawarizmi, Ar- Raazy, Al- Mas’udy, Al-
Wafaa, Al- Biruni dan umar Hayyan.
Salah
satu cabang ilmu pengetahuan yang ada relevansinya dengan pembedahan mayat;
yaitu Ilmu anatomi, yang sebenarnya dasar-dasarnya sudah ada dalam Al-Qur’an sejak
14 abad yang lalu. Dan konsepsi inilah yang dikembangkan oleh sarjana muslim di
abad pertengahan hingga dipelajari oleh bangsa barat lewat penelitian
ilmiah.konsepsi tersebut
4
Artinya:
.
. .Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga
kegelapan… (Q.S.Az-Zumar : 6)[5]
.Lapazd
;]»n=rO .
. ;M»yJè=àß ditafsirkan oleh Mufassirin dimasa lalu dengan
tafsiran perut, rahim dan tulang belakang. Tetapi setelah ilmu pengetahuan
mengalami kemajuan, maka sebenarnya yang dimaksud dengan lafazd tersebut adalah chorion, amnion dan dinding
uterus.
Ketiga
bagian dalam tubuh tersebut telah dipelajari oleh ahli anatomi, yang sebenarnya
konsepsinya sudah ada sejak lahirnya agama islam di bumi ini.
C.
Hukum
Bedah Mayat
Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang mengandung secara pasti
tentang bedah mayat akan tetapi, terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang dapat
dijadikan isyarat mengenai landasan praktek bedah mayat ini. Seperti janji
Allah SWT yang akan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya.
Diangkasa mar (ufuk) dan yang ada didalam diri manusia itu sendiri.
Seperti dijelaskan dalam Surat Fushilat Ayat 53 yang berbunyi :
Artinya : “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kebesaran) Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga
jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Tidak cukupkah (bagi kamu)
bahwa tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”[6]
Pengertian
dalam diri manusia ini menurut para mufasir, berarti didalam tubuh manusia ada
nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti.
Dan
dalam Surat Al-anbiya Ayat 35 yang berbunyi :
Artinya : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu
dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya kepada
kamilah kamu dikembalikan”[7]
Dalam
ayat tersebut diterangkan bahwa Allah SWT menyatakan bahwa setiap yang bernyawa
akan mengalami kematian, dengan kematian itu akan diuji unsur kejahatan dan
kebaikan dan ayat ini sangat berkaitan dengan pernyataan Allah SWT bahwa
manusia adalah makhluk mulia. Yakni dalam Surat Al-Isra’ Ayat 70 yang berbunyi
:
Artinya :”Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam,
kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas
kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan”.[8]
Untuk
menyingkap kebenaran atau ketidakbenaran dalam diri manusia di dunia,
diperlukan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sebab kemampuan yang dimiliki
manusia terbatas. Dan semua cabang ilmu pengetahuan itu tidak mungkin dimiliki
oleh satu orang saja. Oleh karenanya diperlukan orang yang ahli dibidang
tertentu untuk menjawab persoalan yang muncul jika kita tidak mengetahuinya.
Seperti
: orang yang sakit perlu bertanya kepada dokter tentang penyakitnya agar bisa
diobati.
Hukum
bedah mayat dengan tujuan anatomis dan klinis dapat berpedoman kepada hadits
Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk berobat, karena setiap penyakit ada
obatnya. (H.R. Abu Daud dari Abu Darda).
Hadits
ini juga mengandung anjuran untuk mengembangkan ilmu kesehatan, seperti bedah
mayat untuk mengantisipasi penyakit yang belum ditemukan obatnya pada saat itu.
Sedangkan
bedah mayat dengan tujuan forensik merupakan salah satu upaya menetapkan hukum
secara adil adalah wajib hukumnya. Ini berdasarkan Firman Allah SWT Surat
An-Nisa Ayat 58 yang berbunyi :
Artinya : “Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia
hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah sebaik-baiknya yang
memberi pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”[9]
Jadi
pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat bukti dalam tindak pidana dapat
dibenarkan. Sebab alat bukti merupakan salah satu unsur dalam proses perkara di
pengadilan.
a.
Menurut
Imam Malik dan Ahmad
Mengatakan tidak boleh dibedah perut seorang ibu meskipun bayi yang
dalam kandungannya masih hidup, namun dikeluarkan dengan cara diambil dari
jalan Farji oleh tenaga medis.
b.
Sedangkan
Menurut Imam Syafi’i, Ibnu Hazm dan sebagian ulama Malikyah mengatakan bahwa
dalam keadaan seperti itu dibedah perut ibu demi keselamatan bayi dalam
kandungannya.
c.
Menurut
Ulama Syafi’i
Bahwa jika yang meninggal adalah seorang perempuan dan didalam
perutnya ditemukan janin yang masih hidup, maka perut perempuan itu dibedah
dalam keadaan darurat, maka pembedahan ini boleh dilakukan kalau ada harapan
janin itu untuk hidup atau berumur 6 bulan keatas. Jika kurang dari 6 bulan
tidak ada harapan untuk hidup, maka pembedahan itu haram dilakukan.
d.
Menurut
Mazhab Maliki perut mayat tidak boleh dibedah
Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa
memecah tulang mayat sama haramnya dengan memecah tulang manusia yang hidup.
(H.R. Abu Daud dari Aisyah binti Abu Bakar). Seiring dengan kewajiban terhadap
mayat, yakni memandikan, mengkafani, menyalatkan, dan menguburkan sebagai
penghormatan bagi mayat.
e.
Ulama
Mazhab Hanafi sependapat dengan Mazhab Syafi’i
Bahwa jika ada sesuatu yang bergerak dan diduga yang bergerak itu
adalah janin yang masih hidup, maka perut ibu boleh dibedah demi membela
kehormatan yang masih hidup.
Senada dengan pendapat ini menurut Syekh Yusuf Dajwi (guru besar
hukum Islam Mesir) mengatakan bahwa “bedah mayat itu merupakan darurat pada
keadaan tertentu, seperti kematian yang diduga karena pembunuhan sehingga
pembunuh sesungguhnya dapat diketahui.”[10]
D.
Pandangan
Ulama Tentang Bedah Mayat
Secara
garis besar, dalam hal ini ada dua pendapat :
1.
Pendapat
pertama menyatakan semua jenis autopsi hukumnya haram
Alasannya
hadits berikut, Dari Aisyah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya
mematahkan tulang mayat itu sama (dosanya) dengan mematahkannya pada waktu
hidupnya.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
2.
Pendapat
kedua menyatakan autopsi itu hukumnya mubah (boleh)
Alasannya, tujuan autopsi anatomis dan klinis sejalan dengan
prisip-prinsip yang ditetapkan Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat diceritakan
bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah SAW seraya bertanya, “Apakah
kita harus berobat?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, hamba Allah. Berobatlah
kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan)
obatnya, kecuali untuk satu penyakit, yaitu penyakit tua.” (HR Abu Daud,
Tirmidzi, dan Ahmad).
Rasulullah SAW memerintahkan berobat dari segala penyakit, berarti
secara implisit (tersirat) kita diperintahkan melakukan penelitian untuk
menentukan jenis-jenis penyakit dan cara pengobatannya.
Autopsi anatomis dan klinis merupakan salah satu media atau
perangkat penelitian untuk mengembangkan keahlian dalam bidang pengobatan.
Tujuan autopsi forensik sejalan dengan prinsip Islam untuk menegakkan kebenaran
dan keadilan dalam penetapan hukum.[11]
0 comments
Post a Comment