Mahasiswa KI'2010 Part 1

(A. Syaddad, Andi Munadi, Ari Maulana, Bakti Hamdani, Bayu Agung S, Darul Zulfi) (Desy Anggraini, Eka Febriyanti, Emelia Ikhsana, Fatkurohmanudin, Fitriani, Hepni Efendi)

Mahasiswa KI'2010 Part 2

(Imam Adi M, Intan Safitri, Joko Suseno, Lisda Nur A, Masnan, Muammar) (Mudfirudin, M Hasan Basri, M Akbar, M Fadliansyah, M Rasyid Ridho, Nanda Fajrul H)

Mahasiswa KI'2010 Part 3

(Normila, Nur Sodik, Nurul Qomariah, Puji Wulandari, Rab'ul Habibi, Ridho M.P) (Salasiah, Sitti Fatimah, Siwid Sutian, Taryuni, Titis Ratna Sari, Verdy Evansyah)

Mahasiswa KI'2010 Part 4

(Wahyu Fajriyadi, Zuhrotul Husniah, Akhsanul Khair, Eka Patmawati, Siti Hadijah, Siti Kholifah) (Najmatul Hilal, Aan Yusuf K, Indra Lukman, Ibrahim, A. Durori)

Friday, September 14, 2012

Alat Bantu Pendidikan

BAB I
 Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan banyak hal-hal ataupun factor-faktor yang mempengaruhi kemajuan dan peningkatan mutu pendidikan yang mana kesemua factor itu mempunyai peranan dan fungsi masing-masing. Salah satu factor yang mempengaruhi atau factor pendukung dalam dunia pendidikan adalah media pendidikan.
Khususnya diindonesia di daerah pedalaman masih banyak sekali sekolahan-sekolahan yang belum memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang memadai sehingga dalam proses belajar mengajar mereka mengalami berbagai macam kendala.
Sedangkan sekolah-sekolah yang sudah majupun terkadang
masih ada yang belum memadai juga, kalaupun ada yang sudah memadai terkadang pemanfaatannya yang belum maksimal.
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan media pendidikan itu, dan diharapkan setelah memahami apa yang tertuli di dalam makalah ini nantinya dapat menimbulkan kesadaran pada para siswa didik dan para pendidik itu bahwasannya media itu sangat penting dalm penentuan hasil pendidikan.
Pemanfaatan media pendidiakan ini seharusnya dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan perkembanagan zaman yang mana pada era sekarang ini sudah sanagt maju dalam hal teknologi. Dengan memanfaatkan technlogi yang sudah canggaih ini dapat menuntun anak didik atau paling tidak membantu anak didk ketiaka ia sudah terjun pada dunia yang sesungguhnya yaitu dunia kerja dan bermasyarakat.



BAB II
Pembahasan
A.    Pengertian Media Pendidikan
            Kata media berasal dari bahasa latin “medius” yang secara harfiyah yang berarti “tengah, perantara, atau pengantar”. Dalam bahasa arab media adalah perantara, “wasaail”  atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh kemampuan, ketrampilan, pengetahuan atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku(teks), atau lingkungan merupakan media.[1]
            Media pembelajaran adalah segala sesuatu (alat/sarana) yang dapat befungsi sebagai saluran / perantara komunikasi dalam kegiatan pendidikan agar dapat berlangsung secara efisien dan efektif. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurnkan pesan dari pengirim ke penerima, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.[2]

            Berikut ciri-ciri umum yang terkandung setiap pembatasan media.[3]
1. Media pendidikan mempunyai pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu suatu benda yang dapat dilihat, didengar dan di raba dengan panca indra.
2. Media pendidikan mempunyai pengertian non fisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa.
3. Peranan media pendidikan terdapat pada visual atau audio.
4. Media pendidikan mempunyai pengertian alat bantu pada proses belajar baik didalam maupun diluar kelas.
5. Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
6.  Media pendidikan dapat digunakann secara masal. Kelompok besar dan kelompok kecil. Atau perorangan
7.  Sikap, perbuatan, organisasi,  strategi dan management yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu



B.     Kegunaan Media Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar.

Secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut:[4]
1.Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis(dalm bentuk kata-kata tertulis atau tulisan belaka).
2.Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra.
3.Penggunaan media pendidikan secara tepat, dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik
4.Dengan sifat unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk semua siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semua harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda.
C.    Alat Bantu Pendidikan

Yang dimaksud alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan / pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses pendidikan pengajaran.Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian / pengetahuan yang diperoleh. Dengan perkataan lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu objek sehingga mempermudah persepsi.[5]
Seseorang atau masyarakat didalam proses pendidikan dapat memperoleh pengalaman / pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu pendidikan. Tetapi masing-masing alat mempunyai intensitas yang berbeda-beda dalam membantu persepsi seseorang. Elgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 macam dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat tersebut dalam suatu kerucut.
Dari kerucut tersebut dapat dilihat bahwa lapisan yang paling dasar adalah benda asli dan yang paling atas adalah kata-kata. Hal ini berarti bahwa dalam proses pendidikan, benda asli mempunyai intensitas yang paling tinggi untuk mempersepsi bahan pendidikan / pengajaran. Sedangkan penyampaian bahan yang hanya dengan kata-kata sangat kurang efektif atau intensitasnya paling rendah. Jelas bahwa penggunaan alat peraga adalah salah satu prinsip proses pendidikan. Dengan alat peraga, orang dapat lebih mengerti fakta yang dianggap rumit
Ada beberapa manfaaat penggunaan alat bantu dalam proses pendidikan antara lain sebagai berikut :
a. Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
b. Mencapai sasaran yang lebih banyak.
c. Membantu mengatasi hambatan bahasa.
d. Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.
e. Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.
f. Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain.
g.Mempermudah penyampaian bahan pendidikan / informasi oleh para pendidik /  pelaku pendidikan.
h.Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.. Menurut penelitian para ahli indera, yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75% sampai 87% dari pengetahuan manusia diperoleh / disalurkan melalui mata. Sedangkan 13%  sampai 25% lainnya tersalur melalui indera yang lain. Dari sini dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan
i. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui kemudian lebih mendalami dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik. Orang yang melihat sesuatu yang memang diperlukan akan menimbulkan perhatiaannya. Dan apa yang dilihat dengan penuh perhatian akan memberikan pengertian baru baginya yang merupakan pendorong untuk melakukan / memakai sesuatu yang baru tersebut.
j.   Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh. Didalam menerima sesuatu yang baru, manusia mempunyai kecenderungan untuk melupakan atau lupa. Untuk mengatasi hal tersebut, AVA akan membantu menegakkan pengetahuan-  pengetahuan yang telah diterima oleh manusia sehingga apa yang diterima akan   lebih lama tinggal / disimpan didalam ingatan.
D.    Macam Alat Bantu Pendidikan
Dalam pembagiannya, alat bantu pendidikan secara garis besar ada 3 macam yaitu alat bantu Audio, alat bantu Visual, dan alat bantu audio-Visual.
1.      Alat Bantu Lihat (Visual Aids)
Alat ini berguna didalam membantu menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya proses pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk :
a. Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip, dan sebagainya.
b. Alat-alat yang tidak diproyeksikan :
 - 2 dimensi, gambar, peta, bagan, dan sebagainya.
 - 3 dimensi misal bola dunia, boneka, dan sebagainya.
2.       Alat-Alat Bantu Dengar (Audio Aids)
Alat Bantu Dengar Ialah alat yang dapat membantu menstimulasi indera pendengar pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan / pengajaran. Misalnya piringan hitam, radio, pita suara, dan sebagainya.
3.       Alat Bantu Lihat-Dengar (audio Visual)
Seperti televisi dan video cassette. Alat-alat bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA). Media audio visual adalah merupakan media perantara atau penggunaan materi dan penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.[6]
Disamping pembagian tersebut, alat peraga juga dapat dibedakan menjadi 2 macam menurut pembuatannya dan penggunaannya.
a.       Alat peraga yang complicated (rumit), seperti film, film strip slide dan sebagainya  yang memerlukan listrik dan proyektor
b.      Alat peraga yang sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan-bahan  setempat yang mudah diperoleh, seperti bambu, karton, kaleng bekas, kertas,  koran, dan sebagainya. Beberapa contoh alat peraga yang sederhana yang dapat dipergunakan di berbagai tempat, misalnya :
            Di rumah tangga seperti leaflet, model buku bergambar, benda-benda yang nyata seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan sebagainya. Di kantor-kantor dan sekolah-sekolah, seperti papan tulis, flipchart, poster, leaflet, buku cerita bergambar, kotak gambar gulung, boneka dan sebagainya. Di masyarakat umum, misalnya poster, spanduk, leaflet, fanel graph, boneka  wayang, dan sebagainya.




[1] Azhar Arsyad,Media Pembelajaran(2009,PT. Radjagrafindo Persada,Jakarta)hal. 3
[2] http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/11/media-audio-visual-slide-bersuara/
[3] Op.cit  hal. 6-7
[4] Arief S. Sadiman,Media Pendidikan Pengertian pengembangan dan pemanfaatannya (2008,PT. Radjagrafindo Persada,Jakarta) hal. 17-18
[5] http://www.geocities.ws/klinikikm/pendidikan-perilaku/alat-bantu.htm
[6] http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/05/media-audio-visual.html

Teknik Belajar Kelompok

PENDAHULUAN
Menjadi guru adalah suatu tugas yang mulia. Guru adalah orang yang memiliki kharisma atau wibawa sehingga perlu untuk ditiru dan diteladani. Mengutip pendapat Laurence D.Hazkew dan Jonathan C. Mc Lendon dalam bukunya “This Is Teaching” menyatakan bahwa: “Teacher is professional person who conducts classes.” Yang artinya guru adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam menata dan mengelola kelas.[1] Untuk menjadi seorang guru yang profesional kita harus memiliki kemampuan untuk mengelola sebuah kelas yang di dalamnya terdapat bermacam-macam karakter. Seorang guru yang profesional harus bisa menyatukan berbagai macam karakteristik yang berbeda tersebut sehingga dapat menjadi satu kekompakan di dalam sebuah kelas.
Teknik pengajaran kepada anak murid harus dibuat lebih baik lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Realita pendidikan sekarang adalah banyaknya sebagian guru yang menjalankan tugasnya sebagai guru hanya setengah-setengah. Maksudnya setengah-setengah adalah mereka hanya sekedar menyampaikan suatu materi tanpa mau tau apakah materi yang disampaikannya itu dimengerti atau tidak oleh murid. Kondisi seperti ini kurang mendapat perhatian di kalangan pendidik. Fenomena tersebut terlihat dari perhatian sebagian guru (pendidik) yang cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga perbedaan individual kurang mendapatkan perhatian. Gejala yang lain juga terlihat pada kenyataan banyaknya guru yang menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama (monoton) setiap kali pertemuan           di kelas. Hal inilah yang membuat anak murid cenderung cepat mereasa bosaan dan jenuh belajar.
Untuk memudahkan seluruh murid dalam memahami pelajaran perlu untuk kita mencari suatu teknik pengajaran yang menarik, salah satu teknik yang bisa digunakan dalam proses belajar mengajar adalah belajar kelompok dengan memasukkan unsur pelajaran sekaligus permainan di dalamnya. Dengan begitu proses pembelajarannya menjadi aktif, kreatif, menarik dan menyenangkan sehingga murid-murid lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan dan tidak cepat bosan.
Terkait dengan hal tersebut, kami akan melakukan penelitian ke Sekolah Dasar Negeri 023 yang berada di Jalan Juanda 8 Kelurahan Air Hitam Kecamatan Samarinda Ulu untuk mengetahui sejauh mana para guru sudah menerapkan teknik pembelajaran yang menarik dan sejauh mana teknik belajar kelompok dapat berpengaruh terhadap keaktifan, pemahaman materi dan peningkatan nilai siswa di kelas.
Dengan ditulisnya hasil penelitian ini, kami berharap dapat membantu memberikan gambaran realita pendidikan di negeri ini serta memperluas cakrawala berfikir kita. Sehingga dapat menjadi bahan renungan untuk perbaikan pendidikan dan metode pengajaran di masa yang akan datang.

KAJIAN TEORI
1.        Pengertian Belajar Kelompok
Menurut Ausuble, Novak, dan Hanesian (1978), ada dua jenis belajar yaitu belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghapal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu  proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan perubahan konsep yang telah ada, yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur konsep yang telah dipunyai si pelajar.[2] Untuk itu kita memerlukan suatu teknik pengajaran yang dapat membuat materi pelajaran tersebut bermakna bagi siswa. Salah satu teknik yang bisa digunakan adalah dengan belajar kelompok.
Menurut Mudjiono kerja kelompok dapar diartikan sebagai format belajar-mengajar yang menitikberatkan kepada interaksi anggota yang satu dengan anggota yang lain dalam suatu kelompok guna menyelesaikan tugas-tugas belajar secara bersama-sama.[3] Jadi belajar kelompok adalah kegiatan belajar bersama dan saling bertukar fikiran dalam memecahkan suatu permasalahan.
Metode Pembelajaran Kelompok atau dikenal Cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran yang menekankan proses kerjasama pembelajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Falsafah yang mendasari model pembelajaran kelompok adalah falsafah homo homini socius yang menegaskan bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial.[4] Kerjasama menjadi kebutuhan teramat penting bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama tidak ada individu, keluarga, masyarakat atau sekolah. Dengan demikian model pembelajaran kelompok mengandung makna bahwa suatu kelas sebagai satu kesatuan (kelompok) tersendiri ataupun dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan ada proses kerjasama antar anggota untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.        Tujuan Belajar Kelompok
Menurut Bellanca dan Fogarty (1991) di dalam belajar kelompok harus disertakan unsur 5M yaitu (1)membangun pemikiran tingkat tinggi, (2)menyatukan tim, (3)memastikan pembelajaran individu, (4)meninjau dan membahas, dan (5)mengembangkan keterampilan sosial.[5] Dengan memasukkan unsur-unsur 5M, dapat dipastikan semua anggota kelompok akan memperoleh manfaat dari pengalaman kerjasama mereka dan juga mendapatkan keterampilan sosial yang diperlukan untuk keberhasilan hidup.
Tujuan utama dari belajar kelompok ini adalah agar anak dapat bersosialisasi dan bekerjasama terutama untuk kegiatan yang memerlukan pemecahan masalah bersama, seperti melakukan percobaan, berdiskusi, bermain peran, juga untuk mendorong agar anak yang pemalu dan penakut dapat ikut berbicara. Belajar kelompok juga melatih anak untuk dapat bekerja sama dengan teman yang lainnya. Selain itu tujuan belajar kelompok ialah belajar untuk memahami orang lain, menghargai pendapat orang lain, dan belajar untuk menolong orang lain.
Penerapan belajar kelompok menurut Mudjiono (1992) bertujuan untuk memupuk kemauan dan kemampuan kerja sama diantara peserta didik, meningkatkan keterlibatan sosio-emosional dan intelektual para peserta didik dalam proses belajar mengajar yang disediakannya dan meningkatkan perhatian terhadap proses dan hasil dari proses belajar mengajar secara seimbang.[6]
Belajar kelompok juga memiliki banyak manfaat diantaranya yaitu dapat memotivasi semangat belajar antara teman satu dengan lainnya. Belajar kelompok juga memudahkan dalam berbagi informasi dan pengetahuan, teman yang pandai dapat mengajari dan menularkan kepandaiannya kepada teman lainnya. Selain itu dengan belajar kelompok dapat membangun komunikasi timbal balik dalam melakukan diskusi dan bekerjasama dalam menyelesaikan tugas dan bersosialisasi di luar sekolah.
       
3.        Cara Pembagian Kelompok Belajar
Agar sebuah kelompok dapat berjalan dengan baik maka pembagian kelompoknya pun harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing siswa. Siswa yang pendiam sebaiknya digabung dengan siswa yang aktif berbicara agar ia ikut termotivasi untuk menjadi seperti siswa yang aktif tersebut.
Jumlah yang paling baik untuk membentuk sebuah kelompok adalah kira-kira lima sampai delapan orang. Apabila anggota kelompok belajar terlalu banyak maka akan mengurangi aktifnya masing-masing siswa dalam bekerja sama dalam Dalam mengatur tempat duduk yang perlu diperhatikan ialah supaya setiap peserta dapat saling bertatap muka dan nyaman dalam mengutarakan pendapatnya masing-masing. Tempat duduk dapat diatur berupa lingkaran ataupun duduk mengelilingi meja. Suatu kelas yang susunan kursinya berderet dapat diubah menjadi tempat yang tepat dalam diskusi berkelompok dengan cara sebagai berikut. Hitung dari depan ke belakang jumlah kursinya. Kemudian yang ganjil dibalik sehingga berhadapan dengan yang genap. Dengan demikian dapat
Mengatur tempat belajar kelompok juga bisa dilakukan dengan bentuk formasi tim (kelompok) dengan cara mengelompokkan meja secara melingkar di dalam ruang kelas, dan ini memungkinkan kita untuk meningkatkan interaksi tim. Kita dapat menempatkan meja untuk membentuk formasi yang paling akrab, jika ini dilakukan beberapa siswa harus memutar kursi mereka agar menghadap ke depan kelas supaya bisa melihat guru dan papan tulis. Atau dapat pula menyusun kursi dalam bentuk setengah lingkaran agar tidak ada siswa yang membelakangi ruang depan kelas.

4.        Teknik Belajar Kelompok
Ada bermacam-macam metode yang bisa digunakan dalam teknik belajar kelompok. Penggunaan metode belajar yang bervariasi dapat membangkitkan semangat belajar anak didik. Metode yang bisa digunakan dalam teknik belajar kelompok ialah antara lain sebagai berikut :
a.       Student Team Acievement Devision (STAD)
Dalam metode STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa mendapatkan kuis tentang materi itu dan pada saat kuis mereka tidak dapat saling membantu antara satu dan yang lainnya.[7]
b.      Teams Games Tournaments (TGT)
Dalam metode STAD kita juga dapat memasukkan metode Teams Games Tornaments (TGT) dimana siswa dapat memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka. Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.[8] Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
c.       Cooperative Integreted Reading and Composition (CIRC)
CIRC adalah sebuah program komprehensif untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Siswa bekerja dalam tim belajar kelompok beranggotakan empat orang. Mereka terlibat dalam rangkaian sebuah kegiatan bersama, termasuk saling membacakan satu dengan yang lain, membuat prediksi tentang bagaimana cerita naratif akan muncul. Saling membuat ikhtisar satu dengan yang lain, menulis tanggapan terhadap cerita, dan berlatih pengerjaan serta perbendaharaan kata. Mereka juga bekerjasama untuk memahami ide pokok dan keterampilan pemahaman yang lain. Tiga penelitian tentang CIRC telah menemukan pengaruh positif terhadap keterampilan membaca siswa, termasuk skor dalam test bahasa dan membaca yang baku (Umi dan Abdul dalam Slavin, 1991,1995).
d.      Jigsaw
Pada metode jigsaw, siswa dikelompokkan ke dalam tim yang beranggotakan enam orang yang mempelajari materi akademik yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa subtopik. Setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap subtopik yang ditugaskan guru. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari dua atau tiga orang. Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya dan merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
e.       Penelitian Kelompok (Group Investigation)
Group Investigation merupakan suatu rencana organisasi kelas umum. Di dalamnya siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil menggunakan diskusi kelompok dan perencanaan serta proyek kooperatif. Siswa membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua sampai enam anggota. Setelah memilih beberapa subtopik dari sebuah bab yang sedang dipelajari seluruh kelas, kelompok-kelompok itu memecah subtopik mereka menjadi tugas-tugas individual dan melaksanakan kegiatan yang diperlukan untuk mempersiapkan laporan kelompok. Setiap kelompok kemudian membuat presentasi atau peragaan untuk mengkomunikasikan temuannya kepada seluruh kelas.

5.        Kebaikan dan Kekurangan dalam Belajar Kelompok
Didalam menggunakan sistem belajar kelompok terdapat kebaikan dan kekurangannya. Kebaikan dari belajar kelompok ialah:
a.       Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
b.      Dapat memberikan kepada para siswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai suatu kasus atau masalah.
c.       Dapat mengembangkat bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi.
d.      Para siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka, dan mereka lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi.
e.       Dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk megembangkan rasa menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain, hal mana mereka telah saling membantu kelompok dalam usahanya mencapai tujuan bersama.
Sedangkan kekurangan dari belajar kelompok ialah:
a.       Belajar kelompok sering hanya melibatkan kepada siswa yang mampu sebab mereka cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang.
b.      Belajar kelompok kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda-beda pula
c.       Keberhasilan belajar kelompok ini tergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok atau untuk bekerja sendiri.
HASIL PENELITIAN

       Dari wawancara yang kami lakukan pada tanggal 20 dan 27 Oktober 2011 kepada bapak Djunaidi, S.Pd sebagai Kepala Sekolah, ibu Nurhayati, S.Pd sebagai guru wali kelas dan ibu Syamsiah, S.Ag sebagai guru agama SDN 023 Samarinda, dapat diperoleh hasil wawancara sebagai berikut:
1.        Apakah para guru sudah menerapkan sistem belajar dengan kelompok dalam proses belajar mengajar?
Jawaban:
Sebagian guru sudah menerapkan sistem belajar dengan berkelompok, namun belajar berkelompok itu hanya mereka terapkan pada kelas yang lebih tinggi saja seperti kelas 4, 5, dan 6.
2.        Bagaimana teknik belajar kelompok yang digunakan dalam proses belajar berkelompok?
Jawaban:
Dalam belajar berkelompok, hal pertama yang dilakukan adalah membagi tiap-tiap regu dalam kelompok. Agar pembelajaran dalam kelompok lebih efektif maka masing-masing regu ada 4-5 orang saja. Anak yang pendiam digabung bersama anak yang lebih aktif, dan anak yang biasa-biasa saja digabung dengan anak yang lebih pintar agar mereka dapat saling memotivasi. Contoh cara belajar berkelompok yang dilakukan adalah dengan mengarahkan anak didik agar ia mencoba melakukan percobaan untuk meneliti sesuatu sesuatu, seperti meneliti pertumbuhan tanaman kecambah.[9]
3.        Apakah dalam proses belajar berkelompok bisa dimasukkan semacam permainan-permainan yang menarik untuk siswa?
Jawaban:
Tentu. Seperti simulasi pemilihan ketua kelas yang disesuaikan dengan materi pelajaran. Selain itu dengan memasukkan semacam permainan dan lagu-lagu yang disesuaikan dengan materi pelajaran agar materi pelajaran lebih dipahami oleh siswa.
4.        Kesulitan apa saja yang dihadapi dalam menerapkan sistem belajar berkelompok di dalam sebuah kelas?
Jawaban:
Kesulitan yang dihadapi adalah kurangnya pemahaman dan penguasaan sebagian siswa terhadap materi yang disampaikan karena mereka tidak mereka tidak memiliki buku  paket untuk menunjang proses pembelajaran, sehingga proses belajar dengan berkelompok agak terhambat. Faktor lainnya yaitu adanya sebagian siswa yang kurang perduli terhadap materi pelajaran kemudian mereka membuat kegaduhan dalam kelompok tersebut hingga menyebabkan sistem belajar berkelompok menjadi kurang efektif.[10]
5.        Bagimana respon peserta didik dalam penerapan sistem belajar berkelompok?
Jawaban:
Respon peserta didik sangat bermacam-macam, ada yang bersemangat dan ada juga yang tidak bersemangat. Karena karakter tiap anak tentunya berbeda-beda.
6.        Apakah ada perubahan terhadap nilai dan perilaku siswa selama proses belajar berkelompok diterapkan dalam proses pembelajaran?
Jawaban:
Tentunya ada perubahan yang terjadi, dia menjadi lebih termotivasi dengan adanya sistem belajar berkelompok ini. Dari yang tadinya dia tidak berani berbicara lama kelamaan dia mulai berani dan terbiasa dalam mengemukakan pendapatnya. Hal ini pun juga berpengaruh terhadap peningkatan IQ siswa sehingga pada akhir tahun ajaran nilai mereka menjadi lebih meningkat.[11]
7.        Sarana prasarana apa saja yang disediakan untuk menunjang kinerja para guru dalam proses belajar mengajar?
Jawaban:
Sarana-prasarana yang ada sudah cukup lengkap untuk membantu para guru dalam melakukan proses belajar mengajar, seperti adanya ruang media yang menyediakan berbagai macam keperluan belajar mengajar seperti LCD dan proyektor, perlengkapan sebagian mata pelajaran (seperti globe, patung organ tubuh manusia, bola dan lain sebagainya). Selain itu para guru juga ada yang diikutkan pelatihan-pelatihan keterampilan dan lain sebagainya. Selain itu setiap seminggu sekali para guru-guru berkumpul dalam KKG (Kelompok Kerja Guru) untuk membicarakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses mengajar dan memecahkan permasalahannya secara bersama.[12]

       Jadi, dari hasil penelitian tersebut dapat kita ketahui bahwa penerapan sistem belajar dengan berkelompok sudah bisa diterapkan kepada anak SD namun dengan teknik dan materi yang lebih ringan dan menyenangkan. Penerapan sistem belajar berkelompok ini juga berpengaruh terhadap prestasi dan peningkatan nilai siswa. Teknik yang digunakan dalam belajar berkelompok tentunya disesuaikan dengan kemampuan anak SD dan dibuat lebih menarik sehingga mereka lebih mudah dalam memahami materi pelajaran. Demikian juga dengan disediakannya sarana dan prasarana yang sudah lengkap, maka para guru dapat menggunakan media tersebut untuk mengembangkan teknik mengajar yang dia gunakan di dalam kelas.
KESIMPULAN
1.         Belajar kelompok adalah suatu proses belajar bersama yang melibatkan beberapa orang dengan tujuan memecahkan masalah secara bersama-sama dan saling bertukar pikiran.
2.         Tujuan utama dari belajar kelompok ini adalah agar anak dapat bersosialisasi dan bekerjasama terutama untuk kegiatan yang memerlukan pemecahan masalah bersama, seperti melakukan percobaan, berdiskusi, bermain peran, juga untuk mendorong agar anak yang pemalu dan penakut dapat ikut berbicara.
3.         Cara pembagian dapat disesuaikan dengan banyaknya siswa di dalam kelas. Siswa yang lebih aktif dapat disatukan dengan siswa yang kurang aktif agar dapat saling memotivasi.
4.         Teknik belajar kelompok adalah suatu cara bagaimana belajar kelompok  bisa terlaksana dengan baik, ada beberapa teknik yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan    metode diskusi, feedback (umpan balik), dan persentasi.
5.         Ada kekurangan dan kelebihan dari teknik belajar kelompok. Salah satu kelebihannya yaitu siswa dapat saling berukar pikiran dan terbiasa dalam mengemukakan pendapatnya. Dan salah satu kekurangannya ialah adanya sebagian siswa yang kurang perduli dengan adanya belajar berkelompok sehingga dalam kelompok tersebut hanya satu orang saja yang mendominasi dan aktif.
 
DAFTAR PUSTAKA

Lipton, Laura dan Deborah Hubble, Menumbuhkan Kemandirian Belajar, Bandung: Penerbit Nuansa, 2005.
Machmudah, Umi dan Abdul Wahab,  Active Learning  dalam Pembelajaran Bahasa Arab, Yogyakarta: UIN-MALANG PRESS, 2008.
Suparno, Paul, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Wawancara dengan bapak Djunaidi, S.Pd. selaku kepala sekolah SDN 023.
Wawancara dengan Ibu Syamsiah, S.Ag. selaku guru agama SDN 023.
Wawancara kepada Ibu Nurhayati, S.Pd selaku guru wali kelas 5 SDN 023.





       [1] Umi Machmudah dan Abdul Wahab, Active Learning  dalam Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta: UIN-MALANG PRESS, 2008), hlm. 9.
       [2] Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm.53-54.
       [3] http://krizi.wordpress.com/2011/09/13/metode-belajar-kerja-kelompok/., diakses pada tanggal 4 Oktober 2011 pada jam 10:55
        [4] http://www.duniapembelajaran.com/2011/01/metode-pembelajaran-kelompok-satu.html., diakses pada tanggal 4 Oktober 2011 pada jam 10:55
        [5] Laura Lipton dan Deborah Hubble, Menumbuhkan Kemandirian Belajar, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2005), hlm. 79.
       [6] Op.Cit., http://krizi.wordpress.com
       [7] Umi Machmudah dan Abdul Wahab, op.cit.hlm.76-77.
       [8] http://nadhirin.blogspot.com/2008/08/metode-pembelajaran-efektif.html, diakses pada tanggal 4 Oktober 2011 pada jam 10:15

       [9] Wawancara kepada Ibu Nurhayati, S.Pd selaku guru wali kelas 5 SDN 023, pada tanggal 20 Oktober 2011 pada jam 09.30 WITA.
       [10] Ibid.
       [11] Wawancara dengan Ibu Syamsiah, S.Ag. selaku guru agama SDN 023 pada tanggal 20 Oktober 2011 pada jam 09.10 WITA.
       [12] Wawancara dengan bapak Djunaidi, S.Pd. selaku kepala sekolah SDN 023, pada tanggal 27 Oktober 2011 pada jam 08.30 WITA.

HAKIKAT, CIRI DAN KOMPONEN BELAJAR MENGAJAR

BAB I PENDAHULUAN
Istilah belajar merupakan istilah yang sudah lazim di kalangan masyarakat. Banyak ahli telah memberi batasan atau definisi tentang belajar. Definisi belajar sangat sulit untuk diformulasikan secara utuh atau memuaskan, karena melibatkan semua aktifitas dan proses yang diharapkan untuk dimasukkan ataupun dihapus.
Siapapun tidak pernah menyangkal bahwa kegiatan belajar mengajar tidak berproses dalam kehampaan, tetapi penuh dengan makna. Didalamnya terdapat sejumlah norma untuk ditanamkan ke dalam ciri pribadi anak didik.
Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Gurulah yang menciptakannya guna membelajarkan anak didik. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini lahirilah interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Di sana semua komponen pengajaran di perankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.
Sebagai kegiatan yang bernilai pendidikan (edukatif) belajar mengajar mempunyai hakikat, ciri dan komponen. Maka dari itu dalam makalah ini penyusunan mengambil judul “HAKIKAT, CIRI DAN KOMPONEN BELAJAR MENGAJAR”. 

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Belajar Mengajar
Sebagai guru sudah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang dapat mengantarkan anak didik ke tujuan pengajaran. Sebagai kegiatan yang bernilai edukatif, maka belajar mengajar mempunyai hakikat, ciri dan komponen. Ketiga aspek ini perlu betul guru ketahui guna menunjang tugas di medan pengabdian.
 Belajar menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, artinya berusaha              (berlatih dan sebagainya) supaya mendapat sesuatu kkepandaian. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dalam diri seseorang yang di tampakkan dalam bentuk peringkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan pengetahuan, kecakapan, daya pikir, sikap, kebiasaan, dan lain-lain.
Proses belajar merupakan jalan yang harus di tempuh oleh  seseorang          (pelajar , mahasiswa ) untuk mengerti sesuatu hal  yang sebelumnya tidak  di ketahui atau   di ketahui    tetap   belum  menyeluruh tentang seuatu hal .Melalui belajar seseorang dapat meningkatkan kualitas dan kemampuannya seperti yang di kemukakan sebelumnya . Apabila di dalam suatu proses belajar seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar. Atau orang tersebut mengalami kegagalan dalam proses belajar.
Belajar merupakan suatu proses kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman, maka siswa perlu diberi waktu yang memadai untuk melakukan prose situ. Aritnya memberikan waktu yang cukup untuk berfikir ketika siswa menghadapi masalah sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk membangun sendiri gagasannya. Tidak membantu siswa terlalu dini, menghargai usaha siswa mempunyai walaupun hasilnya belum memuaskan, dan menantang siswa sehingga berbuat dan berfikir merupakan strategi guru yang memungkinkan siswa menjadi pembelajar seumur hidup. Tanggung jawab belajar berada pada diri siswa, tetapi guru bertanggung jawab unutk menciptkan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat.[1]
 Belajar pada hakikatnya merupakan hasil dari proses interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya karena “Belajar tidak semata-mata sebagai suatu upaya dalam merespons suatu stimulus, tetapi lebih dari itu belajar dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti mengalami, mengerjakan dan memahami, disebut belajar melalui proses” ( Mohammad Ali, 1983:18).[2]
Mengajar menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah memberikan pelajaran. Sedangkan pelajaran adalah sesuatu yang dikaji atau dipahami atau yang diajarkan misalnya membaca, latihan, penyelidikan. Proses mengajar berbentuk pengajaran yang berarti cara memberikan ilmu atau pengetahuan serta juga memberikan keterampilan kepada anak-anak (onderwijs). Dapat juga pengajaran diartikan membantu siswa mengembangkan potensi intelektual yang ada padanya yang bertujuan agar intelektual setiap siswa berkembang optimal (onderwijs, teaching). Dari pengertian- pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah memberikan sesuatu dengan cara membimbing dan membantu kegiatan belajar kepada seseorang ( siswa) dalam mengembangkan potensi intelektual, ( emosionala serta spritualnya) sehingga potensi-potensi tersebut dapat berkembang secara optimal.[3]

B.     Hakikat Belajar Mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, anak didik adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapinya. Keaktifan anak didik di sana tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya.
Padahal belajar pada hakikatnya adalah “Perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar.[4] Walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kegiatan belajar. Misalnya, perubahan fisik, mabuk, gila dan sebagainya. Akhirnya, bila hakikat belajar adalah “perubahan”, maka hakikat belajar mengajar adalah proses “perubahan” yang dilkakukan oleh guru.

C.    Ciri-Ciri Belajar Mengajar
Dalam proses kegiatan belajar mengajar, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi sebagai berikut :
1.      Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud dengan kegiatan belajar mengajar itu sadar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian.
2.      Ada suatu proses (jalannya interaksi) yang direncanakan, di desain untuk mencapai secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu ada prosedur, atau langkah-langkah sistematik dan relevan.
3.      Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Dalam hal ini materi harus di desain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan.
4.      Ditandai dengan aktivitas anak didik. Sebagai konsekuensi, bahwa anak didik merupakan syarat untuk bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
5.      Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam perannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberi motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif.
6.      Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan dispilin. Disiplin dalam kegiatan belajar mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh pihak guru maupun anak didik dengan sadar.
7.      Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas (kelompok anak didik), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditingkalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu sudah harus tercapai.
8.      Evaluasi. Dari seluruh kagiatan diatas, masalah evaluasi bagian penting yang tidak bisa diabaikan, setelah guru melakukan kegiatan belajar mengajar. Evaluasi harus guru lakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran yang telah dilakukan.[5]
Menurut Muhammad Ali, Belajar -mengajar dapat dikatakan bermakna dan berkadar aktifitas belajar yang tinggi bila terdapat cirri-ciri sebagai berikut :
1.      Adanya keterlibatan peserta didik dalam menyusun atau membuat perencanaan proses belajar- mengajar.
2.      Ada keterlibatan intelektual emosional, peserta didik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat, mauppun pembentukan sikap.
3.      Adanya keikutsertaan peserta didik secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk berlangsungnya proses belajar- mengajar.
4.      Guru bertindak sebagai pasilitator dan kkoordinator kegiatan belajar peserta didik.[6]

D.    Komponen-Komponen Belajar Mengajar
Sebagai suatu sistem tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen yang meliputi :
1.      Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kagiatan itu akan di bawa. Akhirnya, guru tidak bisa mengabaikan
masalah perumusan tujuan bila ingin memprogramkan pengajaran.
Tujuan penting dalam rangka sistem pembelajaran, yakni merupakan suatu komponen system pembelajaran  yang menjadi titik tolak dalam merancang sistem yang efektif. Secara khusus kepentingan itu terletak pada :
a.       Untuk menilai pembelajaran . pengajaran dianggap berhasil jika siswa mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ketercapaian tujuan oleh siswa menjadi indicator keberhasilan sistem pembelajaran.
b.      Untuk membimbing siswa belajar. Tujuan-tujuan yang dirumuskan secara tepat berdayaguna sebagai acuan, arahan, pedoman bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Dalam hubungan ini, guru dapat merancang tindakan-tindakan tertentu untuk mengarahkan kegiatan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan tersebut
2.      Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya pada anak didik. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya). Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok.
Bahan penunjang ini biasanya bahan yang terlepas dari dispilin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam penyampaian bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus disesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau semua anak didik.
3.   Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkam akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran, kegiatan belajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu anak didiklah yang lebih aktif, bukan guru. Guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator.
4.   Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, mereka diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan (Syaiful Bahri Djamarah, 1991: 72).
5.  Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan dan alat sebagai tujuan (Dr. Ahmad D. Marimba, 1989: 51).
6.    Sumber Pelajaran
Yang dimaksud dengan sumber-sumber bahan dan belajar adalah sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang (Drs. Udin Saripuddin Winataputra, M.A. dan Drs. Rustana Ardiwinata, 1991: 165). Dengan demikian, sumber belajar itu merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi si pelajar. Sebab pada hakikatnya belajar adalah untuk mendapatkan hal-hal baru (perubahan).
7.  Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation. Dalam buku Essentials of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W. Brown. Dikatakan bahwa Evaluation refer to the act or prosess to determining the value of something. Jadi, menurut Wind dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat di atas, maka menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, (1983: 1) evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sebagai sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
Berbeda dengan pendapat tersebut, Ny. Drs. Roestiyah N.K. (1989: 85) mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.[7]

BAB III
KESIMPULAN
Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang bernilai edukatif, maka mempunyai hakikat, ciri dan komponen. Ketiga aspek tersebut perlu betul guru ketahui dan pahami guna menunjang tugas di medan pengabdian, ketiga aspek tersebut adalah :
a. Hakikat Belajar Mengajar
b. Ciri-Ciri Belajar Menagjar
c. Komponen-Komponen Belajar Mengajar
Sebagai suatu proses pengaturan, maka kegiatan belajar mengajar memiliki ciri-ciri, yang menurut Edi Suardi adalah :
1)      Belajar mengajar memiliki tujuan
2)      Ada suatu prosedur yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
3)      Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus
4)      Ditandai dengan aktivitas anak didik
5)      Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing
6)      Membutuhkan disiplin
7)      Ada batasan waktu, dan
8)      Diadakan evaluasi (penilaian)
Demikian uraian seacara umum tentang hakikat, ciri dan komponen belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA

http://myfortuner.wordpress.com/strategi-pembelajaran-2/strategi-pembelajaran /strategi-2-3/
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Cet. 7, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008)
Arnie Fajar, Portopolio dalam Pelajaran IPS, Cet. 5, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009)sss

A.T. Rusyan, Meningkatkan Mutu Kegiatan dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah Dasar, Cet. 2, ( Jakarta: PT. Kartanegara, 1999),


[1] Arnie Fajar, Portopolio dalam Pelajaran IPS, Cet. 5, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 10
[2] A.T. Rusyan, Meningkatkan Mutu Kegiatan dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah Dasar, Cet. 2, ( Jakarta: PT. Kartanegara, 1999), hlm. 8
[3] Arnie Fajar, Portopolio dalam Pelajaran IPS, . .hlm. 12
[4] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Cet. 7, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 37
[5]http://myfortuner.wordpress.com/strategi-pembelajaran-2/strategi-pembelajaran /strategi-2-3/ diakses pada tanggal 23/03/2012, 20.00.

[6] A.T. Rusyan, Meningkatkan Mutu Kegiatan dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah Dasar, hlm..9
[7]http://myfortuner.wordpress.com/strategi-pembelajaran-2/strategi-pembelajaran /strategi-2-3/ diakses pada tanggal 23/03/2012, 20.00.