TRANSFUSI DARAH MENURUT ISLAM
A.
Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam ilmu kedokteran
didorong oleh keinginan manusia untuk mempertahankan eksistensi dan pemenuhan
akan kebutuhannya. Ilmu dan teknologi kedokteran menurut pandangan Islam
mestinya dikembangkan dalam rangka mengaktualisasikan potensi diri yang
bersifat insan, kekhalifahan, kerisalahan dan pengabdian kepada Allah dan
kepada sesama manusia.
Kini, produk ilmu teknologi dan kedokteran seperti transfusi darah
menimbulkan permasalahan jika ditinjau dari hukum Islam. Memvoniskan hukum yang
bersifat hitam putih (boleh-tidak-boleh) dalam menanggulangi permasalahan
tersebut dapat menghambat perkembangan ilmu dan ternologi kedokteran itu
sendiri.
Di samping itu, secara sosologis masyarakat lazim melakukan donor darah
untuk kepentingan pelaksanaan transfusi, baik secara sukarela maupun dengan
menjual kepada yang membutuhkannya. Keadaan itu perlu ditentukan status
hukumnya atas dasar kajian ilmiah.
Berdasarkan Pendahuluan diatas maka kami pandang perlu pendalaman dan
pemahaman lagi dalam menanggapi kasus masyarakat masa kini yang tidak ditemukan
di dalam al-Qur’an dan Hadits. Maka disuruhlah manusia untuk mempergunakan
akalnya agar bisa memikirkan dan memecahkan problema yang dihadapi masyarakat
dengan tetap berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karenanya maka pada
kesempatan kali ini kami kan membahas makalah yang berjudul “Hukum Transfusi
Darah Menurut Pandangan Islam”. Di dalam makalah ini kami akan bahas pengertian
transfusi darah, unsur darah dan fungsinya, hukum melakukan transfusi darah dan
hukum menjual darah untuk kepentingan transfusi.
B.
Pengertian Transfusi Darah
Kata transfusi darah berasal dari bahasa Inggris “Blood Transfution”
yang artinya memasukkan darah orang lain ke dalam pembuluh darah orang yang
akan ditolong. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan jiwa seseorang karena
kehabisan darah. Menurut Asy-Syekh Husnain Muhammad Makhluuf merumuskan
definisinya sebagai berikut:[1]
نَقْلُ الدَّمِ لِلْعِلاَجِ هُوَ اْلإِ نْتِفَاعُ بِدَمِ اْلإِنْسَانِ بِنَقْلِهِ مِنَ الصَّحِيْحِ إِلَى الْمَرِيْصِ لاِنْقَاذِ
حَيَاتِهِ
Yang artinya “Transfusi
darah adalah memanfaatkan darah manusia, dengan cara memindahkannya dari
(tubuh) orang yang sehat kepada orang yang membutuhkannya, untuk mempertahankan
hidupnya.
Darah yang dibutuhkan untuk keperluan transfusi adakalanya secara langsung
dari donor dan adakalanya melalui Palang Merah Indonesia (PMI) atau Bank Darah.
Darah yang disimpan pada Bank darah sewaktu-waktu dapat digunakan untuk
kepentingan orang yang memerlukan atas saran dan pertimbangan dokter ahli, hal
ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan antara golongan darah donor dan
golongan darah penerimanya.
Oleh karena itu, darah donor dan penerimanya harus dites kecocokannya
sebelum dilakukan transfusi. Adapun jenis-jenis darah yang dimiliki manusia
yaitu golongan AB, A, B, dan O.
Golongan-golongan yang dipandang sebagai donor darah adalah sebagai
berikut:
·
Golongan AB dapat memberi darah pada AB
·
Golongan A dapat memberi darah pada A dan AB
·
Golongan B dapat memberi darah pada B dan AB
·
Golongan O dapat memberi darah kesemua golongan darah
Adapun golongan darah dilihat dari segi resipien atau penerima adalah
sebagai berikut:
·
Golongan AB dapat menerima dari semua golongan
·
Golongan A dapat menerima golongan A dan O
·
Golongan B dapat menerima golongan B dan O
·
Golongan O hanya dapat menerima golongan darah O
Meskipun demikian, sebaiknya transfusi dilakukan dengan golongan darah yang
sama, dan hanya dalam keadaan terpaksa dapat diberikan darah dari golongan yang
lain.
C.
Unsur-unsur Darah dan Fungsinya
Darah adalah jaringan cair yang terdiri dari dua bagian, yaitu cairan yang
disebut plasma dan sel darah. Darah secara keseluruhan kira-kira seperduabelas
dari badan atau kira-kira lima liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan atau
plasma, sedangkan 45 persen sisanya adalah sel darah yang terdiri dari tiga
jenis, yaitu sel darah merah, sel darah putih, dan butir pembeku (trambosit).
Dengan demikian darah manusia mempunyai empat unsur yaitu plasma darah, sel
darah merah, sel darah putih, dan butir pembeku atau trombosit. Plasma adalah
cairan yang berwarna kuning dan mengandung
91,0 persen air, 8,5 persen protein, 0,9 persen mineral, dan 0,1 persen
sejumlah bahan organik seperti lemak, urea, asam urat, kolesterol dan asam amino.
Plasma darah berfungsi sebagai perantara untuk menyalurkan makanan, lemak, dan
asam amino ke jaringan tubuh. Plasma merupakan perantara untuk mengangkut bahan
buangan seperti urea, asam urat dan sebagai karbon dioksida. Selain itu plasma
juga berfungsi untuk menyegarkan cairan jaringan tubuh, karena melalui cairan
ini semua sel tubuh menerima makanannya
Unsur kedua dari darah manusia dalah sel darah merah. Dalam setiap
milimeter kubik darah terdapat 5 juta sel darah merah. Sel darah merah
memerlukan protein, karena strukturnya terbentuk dari asam amino. Sel darah
merah bekerja sebagai sistem transpor dari tubuh, mengantarkan semua bahan
kimia, oksigen dan zat makanan yang diperlukan tubuh supaya fungsi normalnya
dapat berjalan, dan menyingkirkan karbon dioksida dan hasil buangan lainnya
serta mengatur napas keseluruh tubuh.
Unsur yang ketiga yaitu sel darah putih, bening dan tidak berwarna,
bentuknya lebih besar dari sel darah merah namun jumlahnya sedikit yaitu setiap
milimeter kubik darah terdapat 6.000 sampai 10.000 sel darah putih. Sel darah
putih sangat penting bagi kelangsungan kesehatan tubuh. Sel darah putih
berfungsi untuk membekukan daerah yang terkena infeksi atau cidera, menangkap
organisme hidup dan menghancurkannya, menyingkirkan kotoran, menyediakan bahan
pelindung yang melindungi tubuh dari serangan bakteri dan dengan cara ini
jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan dipulihkan.
Unsur yang terakhir adalah butir pembeku atau trambosit. Bentuknya lebih
kecil dari sel darah merah, kira-kira sepertiganya. Terdapat 300.000 trambosit
dalam setiap milimeter kubik darah. Trambosit berfungsi untuk membekukan darah
yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, sehingga darah tersebut dapat
bertahan. Seandainya tidak ada sel pembeku, darah yang sementara ke luar dari
anggota tubuh yang terluka tidak dapat
bertahan, sehingga orang bisa mati karena kehabisan darah.
Demikian komposisi dan fungsi darah yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
manusia. Oleh sebab itu orang-orang yang kekurangan darah karena terlalu
banyak mengeluarkan darah ketika
kecelakaan, terkena benda tajam atau karena muntah darah dan lainnya, perlu
diberikan tambahan darah dengan jalan transfusi darah.
D.
Hukum Transfusi Darah
Menurut hukum Islam pada dasarnya, darah yang dikeluarkan dari tubuh
manusia termasuk najis mutawasithah. Maka darah tersebut hukumnya haram untuk
dimakan dan dimanfaatkan, sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat
3:
...
” Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah,..”
Ayat diatas pada dasarnya melarang memakan maupun mempergunakan darah, baik
secara langsung ataupun tidak. Akan tetapi apabila darah merupakan satu-satunya
jalan untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang kehabisan darah, maka
mempergunakan darah dibolehkan dengan jalan transfusi. Bahkan melaksanakan
transfusi darah dianjurkan demi kesehatan jiwa manusia,[2]
sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 32 yang berbunyi sebagai
berikut:
ô`tBur... $yd$uômr& !$uK¯Rr'x6sù $uômr& }¨$¨Y9$# $YèÏJy_ ...
“... Dan
Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya....”
Yang demikian itu sesuai pula dengan tujuan syariat Islam, yaitu bahwa
sesungguhnya syariat Islam itu baik dan dasarnya ialah hikmah dan kemaslahatan
bagi umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
Kemaslahatan yang terkandung dalam mempergunakan darah dalam transfusi
darah adalah untuk menjaga keselamatan jiwa seseorang yang merupakan hajat
manusia dalam keadaan darurat, karena tidak ada bahan lain yang dapat
dipergunakan untuk menyelamatkan jiwanya. Maka, dalam hal ini najis seperti
darah pun boleh dipergunakan untuk mempertahankan kehidupan. Misalnya seseorang
yang menderita kekurangan darah karena kecelakaan, maka dalam hal ini
diperbolehkan menerima darah dari orang lain. Hal tersebut sangat dibutuhkan
(dihajatkan) untuk menolong seseorang yang keadaannya darurat, sebagaimana
keterangan Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi:
اَلْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ عَامَّةً كَانَتْ أَوْ
خَاصَّةً.
“Perkara hajat (kebutuhan) menempati
posisi darurat (dalam menetapkan hukum Islam), baik yang bersifat umum maupun
yang khusus.”
لاَحَرَامَ مَعَ الًضَّرُوْرَةِ وَلاَكَرَاهَةَ مَعَ الْحَاجَةِ.
“Tidak ada yang haram bila berhadapan dengan
keadaan darurat, dan tidak ada yang makruh bila berhadapan dengan hajat
(kebutuhan).”
Maksud yang terkandung dalam kedua Qaidah tersebut menunjukkan bahwa Islam
membolehkan hal-hal yang makruh dan yang haram bila berhadapan dengan hajat dan
darurat. Dengan demikian transfusi darah untuk menyelamatkan seorang pasien
dibolehkan karena hajat dan keadaan darurat.
Kebolehan mempergunakan darah dalam transfusi dapat dipakai sebagai alasan
untuk mempergunakannya kepada yang lain, kecuali apabila ada dalil yang
menunjukkan kebolehannya. Hukum Islam melarang hal yang demikian, karena dalam
hal ini darah hanya dibutuhkan untuk ditransfer kepada pasien yang
membutuhkannya saja, sesuai dengan kaidah Fiqhiyah:
مَا أُبِيْحُ لِلضَّرُوْرَةِ بِقَدْرِ تَعَزُّرِهَا.
“Sesuatu yang dibolehkan karena darurat dibolehkan hanya sekedar
menghilangkan kedharuratan itu.”
Memang dalam Islam membolehkan memakan darah binatang bila betul-betul
dalam keadaan darurat, sebagaimana keterangan dalam ayat al-Qur’an yang
berbunyi sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain
Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat diatas menunjukkan bahwa bangkai, darah, daging babi dan binatang yang
ketika disembelih disebut nama selain nama Allah, adalah haram dimakan. Akan
tetapi apabila dalam keadaan terpaksa dan tidak melampaui batas, maka boleh
dimakan dan tidak berdosa bagi yang memakannya.
Sesungguhnya Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran
dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama. Maka penyimpangan terhadap hukum-hukum
yang telah ditetapkan oleh nash dalam keadaan terpaksa dapat dibenarkan, asal
tidak melampaui batas. Keadaan keterpaksaan dalam darurat tersebut bersifat
sementara, tidak permanen. Ini hanya berlaku selama dalam keadaan darurat.
E.
Hukum Menjual Darah Untuk Kepentingan Transfusi
Jual beli termasuk salah satu sistem ekonomi Islam. Dalam Islam, ekonomi
lebih berorientasi kepada nilai-nilai logika, etika, dan persaudaraan, yang
kehadirannya secara keseluruhan hanyalah untuk mengabdi kepada Allah. Lalu
bagaimanakah hukum menjual darah untuk kepentingan transfusi?
Dalam hadits Jabir yang diriwayatkan dalam kedua kitab shahih, Bukhari dan
Muslim. Jabir berkata yang artinya sebagai berikut:[3]
“Rasulullah saw. bersabda, sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan
memperjualbelikan khamar, bangkai, babi dan berhala. (lalu Rasulullah ditanya
para sahabat), bagaimana (orang Yahudi) yang memanfaatkan minyak bangkai;
mereka pergunakan untuk memperbaiki kapal dan mereka gunakan untuk menyalakan
lampu? Rasul menjawab, semoga Allah melaknat orang Yahudi, diharamkan minyak
(lemak) bangkai bagi mereka, mereka
memperjualbelikannya dan memakan (hasil) harganya.”
Hadits Jabir ini menjelaskan tentang larangan menjual najis, termasuk
didalamnya menjual darah, karena darah juga termasuk najis sebagaimana yang
dijelaskan oleh surah Al-Maidah ayat 3. Menurut hukum asalnya menjual barang
najis adalah haram. Namun yang disepakati oleh para ulama hanyalah khamar atau
arak dan daging babi. Sedangkan memperjualbelikan barang najis yang bermanfaat
bagi manusia, seperti memperjualbelikan kotoran hewan untuk keperluan pupuk,
dibolehkan dalam Islam (menurut madzhab Hanafi).
Menjual darah untuk kepentingan transfusi diperbolehkan asalkan penjualan
itu terjangkau oleh yang menerima bantuan darah. Karena yang menjual darah atau
donor memerlukan tambahan gizi untuk
kembali memulihkan kondisi tubuhnya sendiri setelah darahnya didonorkan,
tentunya untuk memperoleh gizi tambahan tersebut memerlukan biaya.
Demikian juga apabila darah itu dijual kepada suatu Bank Darah atau Yayasan
tertentu yang bergerak dalam pengumpulan darah dari para donor, ia dapat
meminta bayaran dari yang menerima darah, agar Bank Darah atau yayasan tersebut
dapat menjalankan tugasnya dengan lancar. Dana tersebut dapat dipergunakan
untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan dalam tugas oprasional Bank Darah dan
Yayasan, termasuk gaji dokter, perawat, biaya peralatan medis dan perlengkapan
lainnya. Akan tetapi bila penjualan darah itu melampaui batas kemampuan pasien
untuk tujuan komersial, jelas haram hukumnya.
F.
Kesimpulan
Tranfusi darah dimaksudkan adalah untuk
menolong manusia yang sedang membutuhkan dalam menyelamatkan jiwanya. Ajaran
islam bahkan menganjurkan orang untuk menyumbangkan darahnya demi kemanusiaan,
bukan untuk komersialisasi. Tujuan mulia tersebut tentu saja harus dibarengi
dengan niat yang ikhlas untuk menolong orang lain. Perbuatan itu termasuk amal
kemanusiaan yang dianjurkan agama , karena sesuai dengan firman Allah : Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah
5 : 32)
Dalam transfusi darah itu, tidak dipersyaratkan adanya kesamaan
agama/kepercayaan antara donor (pemberi) maupun resipien (penerima). Semua dilakukan untuk menolong dan
menghormati harkat dan martabat manusia.
Dengan demikian, bahwa hukum transfusi darah menurut Islam adalah boleh, karena tidak adanya hadis atau ayat yang jelas dan tegas melarangnya.
Dengan demikian, bahwa hukum transfusi darah menurut Islam adalah boleh, karena tidak adanya hadis atau ayat yang jelas dan tegas melarangnya.
Mengingat semua jenis darah termasuk darah manusia adalah
najis, maka timbul pertanyaan : bolehkah memperdagangkan darah? disini mahzab
Hanafi menyatakan bahwa jual beli barang najis yang ada manfaatnya bagi manusia
seperti kotoran hewan hukumnya boleh, maka secara analogis mahzab ini
berpendapat bahwa jual beli darah juga hukumnya boleh. Akan tetapi secara etis dan moral hal
ini sangat tercela, karena bertentangan dengan tujuan semula yang mulia yakni
menyelamatkan jiwa manusia.
[1] Mahjudin, Masailul Fiqhiyah (Berbagai Kasus yang
Dihadapi Hukum Islam Masa Kini), (Jakarta: Kalam Mulia, 2003), hlm. 89
dalam Husain Muhammad Makhluff, Fataawaa Syariiyah wa-Buhuutsul Islaamiyah,
Juz II, (Qairo: Al-Madaniy, 1971), hlm. 218.
[2] Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary (ed.), Problematika
Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2002) Cet. 3, hlm.
55.
0 comments
Post a Comment