A.
Latar Belakang
Pengajaran identik
dengan pendidikan. Proses pengajaran adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan
pendidikan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengajaran adalah suatu
proses aktivitas mengajar belajar, di dalamnya terdapat dua obyek yang saling
terlibat yaitu guru dan peserta didik.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur
yang sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan
memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien.
Teori
belajar gestalt merupakan teori belajar yang di kembangkan oleh Max
Wertheimer. Max Wertheimer (1880-1943) seorang yang dipandang sebagai pendiri
dari Psikologi Gestalt, ia bekerjasama dengan dua temannya, yaitu Kurt Koffka
(1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967).
Bagi
para ahli pengikut Gestalt, perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam
proses diferensiasi itu yang primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian
adalah sekunder, bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian daripada
keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lainnya,
keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya. Bila kita
bertemu dengan seorang teman misalnya, dari kejauhan yang kita saksikan
terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru atau pulpennya yang bagus, atau
dahinya yang terluka, melainkan justru teman kita itu sebagai keseluruhan,
sebagai Gestalt.
B.
Rumusan Masalah
1.
Siapa
Tokoh Teori Belajar Gestalt?
2.
Bagaimana
Eksperimen yang dilakukan?
3.
Apa
Saja Pokok Pikiran dalam teori belajar gestalt?
4.
Bagaimana
Aplikasi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Gestalt
Istilah Gestalt merupakan istilah bahasa Jerman
yang sukar dicari terjemahannya dalam bahasa lain. Arti Gestalt bisa
bermacam-macam sekali, yaitu form, shape (bahasa Inggris) atau bentuk,
hal, peristiwa, hakikat, esensi, totalitas. Terjemahannya dalam bahasa Inggris pun
bermacam-macam antara lain shape psychology, configurationism,
whole psychology. Karena adanya kesimpangsiuran dalam penerjemahannya,
akhirnya para sarjana di seluruh dunia sepakat untuk menggunakan istilah
‘Gestalt’ tanpa menerjemahkan kedalam bahasa lain.[1]
Psikologi
Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala
sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt
disebut sebagai Fenomena (gejala).
Fenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt. Dalam
hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat fenomonologi yang
mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral. Dalam suatu
fenomena terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti. Obyek merupakan sesuatu yang
dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera, obyek tersebut menjadi
suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada obyek itu.[2]
Menurut koffka, gestalt adalah pertemuan gejala-gejala yang
tiap-tiap anggotanya hanya mempunyai sifat atau watak dalam hubungannya dengan
bagian-bagiannya, sehingga merupakan suatu kesatuan yang mengandung arti, dan
tiap-tiap bagian mendapat arti dari keseluruhan itu. Yang primer gestalt adalah
bukan bagian-bagian. Bagian-bagian itu sendiri tidak ada. Sebab gestalt tidak
terjadi dari jumlah bagian-bagian. Artinya di dalam gestalt, tidak mungkin
bagian-bagian itu berdiri sendiri.[3]
Gestalt
adalah keseluruhan dalam satu
kesatuan dan kebulatan atau totalitas yang mempunyai arti penuh dimana
tiap-tiap bagian mendukung bagian-bagian yang lain, serta, mendapat arti dalam
keseluruhan. Kofka don Kohler berkesimpulan
bahwa belajar bukanlah suatu perbuatan yang mekanistik. melainkan suatu
perbuatan yang mengandung pengertian (insignt) dan maksud yang penuh. Belajar
yang sebenarnya adalah “insightfull learning. Pemecahan masalah bukan
melalul “trial and errnr “, melainkan dengan mcnggunakan akal dan
pengertian inilah yang dinamakan perbuatan yang intelijen.[4]
Penganut aliran ini memandang bahwa belajar adalah Iebih dan
sekedar pengembangan pola-pola yang rumit, seperti yang diajukan oleh penganut
behavioristik tidak rnendapatkan hal-hal yang diketengahkan oleh penganut
kognitifistik dengan mempertimbangkan bahwa kebanyakan belajar mungkin hanya
secara memadai dijelaskan dalam batasan model berfikir atau proses kognitif.
B.
Tokoh Teori Belajar Gestalt
1.
Max Wertheimer (1880 – 1943)
Max
Wertheimer adalah pendiri aliran
psikologi Gestalt yang Lahir di Praha. Jerman pada tanggal 15 ApiI 1880 dan
meninggal di New York pada tanggal 12 Oktober 1943. Setelah tamat sekotah
Gymnasium di Praha. Ia belajar hukum selama dua tahun, akan tetapi kemudian meninggalkan
studi ini dan lebih menyukai filsafat. Ia lalu belajar di Universitas
Praha, Berlin dan Wurzburg. tempat Ia memperoleh gelar Ph.D. Dia menerima
tawaran di Frankfurt dan Berlin, tetapi kemudian meninggalkan Jerman pada tahun
1934 karena situasi potik saat itu. Dia kemudian bergaul dengan tokoh-tokoh New
School for Social Research di New York City. Pada waktu itu 1910, ketika dia
membuat penemuannya yang akhirnya menuntun dirinya untuk mendirikan aliran
psikologi Gestalt.[5]
Ketika
Ia melihat suatu stroboscope[6]
di jendela suatu toko mainan, ia membelinya, bereksperimen dengan alat
tersebut, dan meyakinkan diri sendari bahwa gerakan yang tampak jelas yang
ditumbuhkan oleh penglihatan yang berturut-turut pada satu seri gambar itu,
tidak mungkin bisa diterangkan atas basis strukturalisme. Bersama-sama dengan
Köhler dan Koffka. Ia mengembangkan dan memformulasakan sistem Gestalt.
Tahun
1933, Wertheimer pergi ke Amerika Serikat untuk menyelamatkan diri dari
berbagai masalah yang terjadi di Jerman. Tahun berikutnya, dia mulai mengajar
di New School for Sosial Research di New York City. Ketika di sana, dia menulis
buku terkenalnya. “Productive Thinking”, yang diterbitkan oleh anaknya, Michael
Wertheimer, seorang psikolog yang sukses di jalannya, pada saat dia telah
meninggal. Wertheimer meninggal pada tanggal 12 Oktober 1943 karena
embolismekoroner (serangan jantung) di rumahya di New York.[7]
2.
Wolfgang Kohler (1887 – 1959)
Wolfgang
kohler lahir pada tanggal 21 Januari 1887, di Reval, Estonia. Dia menerima
gelar PhD-nya pada tahun 1908 dari University of Berlin. Kemudian dia menjadi
asisten di Institut Psikologi Frankfurt, di mana dia bisa bertemu dan bekerja
bersama Max Wertheimer.
Tahun
1913 Kohler beruntung mendapatkan tugas belajar ke Anthropoid Station, Tenerife
di Kepulauan Canary, dan tinggal di sana sampai tahun 1920. Tahun 1917, dia
menulis buku paling terkenalnya, “Mentality of Apes”.
Tahun
1922, Kohler menjadi ketua dan direktur laboraturium psikologi di University of
Berlin, di mana Ia tinggal di sana sampai tahun 1935. Selama kurun waktu itu,
pada tahun 1929, dia menulis “Gestalt Psikology”. Pada tahun 1935, dia pergi ke
Amerika Serikat dan mengajar di Swarthmore sampai pensiun. Dia meninggal pada
tahun 11 Juni 1967 di New Hampshire.[8]
3.
Kurt Koffka (1886 – 1941)
Kutr
Koffka lahir pada tanggal 18 Maret 1886, di berlin. Dia menerima gelar PdH-nya
dari University of Berlin pada tahun 1909, dan seperti halnya Kohler, dia juga
menjadi asisten di Frankfurt.
Pada
tahun 1911, Koffka pergi ke University of Giessen, dan mengajar di sana sampai
tahun 1927. Ketika di sana, dia menulis buku “Grow of the Mind: An Introduction
to Child Psikology” (1921). Pada tahun 1922, dia menulis sebuah artikel untuk
Psikological Bulletin yang memperkenalkan program Gestalt kepada pembaca di
Amerika Serikat. Tahun 1927, Koffka meninggalkan Amerika Serikat untuk
mengajar di Smith Collage. Dia mempublikasikan “Principles of Gestalt
Psycology” pada tahun 1935. Dia meninggal pada tahun 1941.[9]
C.
Eksperimen Yang Dilakukan
“Sultan
(simpanse Kohler yang paling cerdik) berjongkok di depan jeruji, tetapi tidak dapat
menggapai buah yang terletak di luar dengan hanya menggunakan galah pendek yang
disediakan. Sebuah galah yang lebih panjang diletakkan di luar jeruji, kira-kira
2 meter pada satu sisi objek dan sejajar dengan jeruji. Objek tersebut tidak dapat
digapai dengan tangan, tetapi dapat ditarik dengan satu galah kecil.
Sultan
mencoba menggapai buah tersebut dengan galah yang lebih pendek. Karena tidak berhasil
dia mencabut sepotong kawat yang jatuh dari jaringan sangkarnya, tetapi inipun gagal. Kemudian dia melihat
sekitarnya, (selalu terdapat pada bagian tes ini beberapa pause yang cukup lama
selama binatang meneliti dengan cermat kawasan yang dapat diamati). Dia
tiba-tiba memungut galah yang pendek sekali lagi, naik jeruji yang langsung
berhadapan dengan galah panjang, kemudian dengan alat yang adapadanya
menariknya dan terpeganglah galah panjang tersebut; alat itu diarahkan ke
sasarannya (buah) yang akhirnya dia peroleh. Mulai dari saat matanya terpancang
pada galah yang panjang, prosedurnya membentuk satu kestuan yang bertalian,
tanpa kekosongan, dan walaupun upaya penggapaian galah yang lebih panjang yang beralatkan
galah pendek merupakan tindakan yang lengkap dan berdiri sendiri, namun
pengamatan menunjukkan tindakan itu terjadi segera setelah interval bimbang dan
ragu - yaitu menatap sekelilingnya yang tanpa diragukan lagi mempunyai hubungan
dengan tujuan akhirnya dan segera timbul dalam tindakan akhir mencapai tujuan.”[10]
Selain Eksperiman tersebut kohler juga membuat percobaan yang lain
dengan objek yang sama. Adapun kronologi eksperimennya dalah sebagai berikut:[11]
Step-1: Simpanse dimasukkan sangkar dan di luar sangkar diletakkan
pisang yang tidak akan mungkin dapat diraih jika hanya dengan tangan kosong.
Dalam sangkar tersebut diletakkan tongkat, sehingga lama kelamaan simpanse
dapat meraih pisang tersebut dengan bantuan tongkat.
Step-2: Sama dengan step-1, namun kali ini pisang diletakkan lebih
jauh. Selain tongkat tadi diberikan tongkat tambahan yang dapat disambung.
Dengan insight yang dimiliki, maka simpanse dapat meraih pisang tadi
dengan bantuan tongkat yang disambung dengan tongkat kedua.
Step-3: Pisang diletakkan di atas sangkar dengan asumsi simpanse tidak
akan dapat meraih dengan tinggi loncatnya. Lalu di sudut ruangan disediakan
kotak, sehingga dengan kotak itu simpanse dapat meraih pisang.
Step-4: Sama dengan step-3, hanya jaraknya diperjauh dan disediakan
kotak tambahan, sehingga simpanse dapat meraih pisang dengan bantuan kotak
tambahan tersebut.
D.
Pokok Pikiran Teori Gestalt
1.
Prinsip Dasar Gestalt
a.
Interaksi
antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap
perceptual field memiliki organisasi,
yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground.
Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan manusia, bukan
skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi makna yang dibentuk.[12]
b.
Prinsip-prinsip
pengorganisasian :
·
Principle
of Proximity : bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun
ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
·
Principle
of Similarity : individu akan cenderung
mempersepsikan stimulus yang sama sebagai suatu kesatuan. Kesamaan stimulus itu
bisa berupa persamaan bentuk, warna, ukuran dan kecerahan.
·
Principle
of Objective Set : Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk
sebelumnya.
·
Principle
of Continuity : Menunjukkan bahwa kerja otak manusia secara alamiah melakukan
proses untuk melengkapi atau melanjutkan informasi meskipun stimulus yang
didapat tidak lengkap.
·
Principle
of Closure/ Principle of Good Form : Bahwa orang cenderung akan mengisi
kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap. Orang akan
cenderung melihat suatu obyek dengan bentukan yang sempurna dan sederhana agar
mudah diingat.
·
Principle
of Figure and Ground : Yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan
ground (latar belakang). Prinsip ini
menggambarkan bahwa manusia secara sengaja ataupun tidak, memilih
dari serangkaian stimulus, mana yang
dianggapnya sebagai figure dan mana yang dianggap sebagai ground.
· Principle of Isomorphism : Menunjukkan adanya hubungan antara
aktivitas otak dengan kesadaran, atau menunjukkan adanya hubungan structural
antara daerah-daerah otak yang terktivasi dengan isi alam sadarnya.
2.
Hukum – Hukum Belajar Gestalt
Asumsi bahwa hukum –hukum atau prinsip-prinsip yang berlaku pada
proses pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami
proses belajar orang perlu memahami hukum-hukum yang menguasai proses
pengamatan itu.Pada pengamatan itu menekankan perhatian pada bentuk yang
terorganisasi (organized form) dan pola persepsi manusia . Pemahaman dan
persepsi tentang hubungan-hubungan dalam kebulatan (entities) adalah sangat
esensial dalam belajar. Psikologi Gestalt ini terkenal juga sebagai teori medan
(field) atau lazim disebut cognitive field theory.[13]
Pendirian
aliran ini adalah keseluruhan lebih dan lain dari pada bagian-bagian,
“keseluruhan itu timbul lebih dulu dari pada bagian-bagian”.Dalam belajar yang
penting adalah penyesuaian pertama, yaitu mendapatkan response yang tepat, hal
ini sangat tergantung pada pengamatan.
Dengan
kata lain pemecahan problem sangat tergantung kepada pengamatan, apabila dapat
melihat situasi itu dengan tepat maka problem
“pencerahan” dan dapat memecahkan problem itu.
Jadi
inti pelajaran menurut aliran ini adalah mendapatkan “insight” artinya:
dimengertinya persoalan, dimengertinya hubungan tertentu, antara berbagai unsur
dalam situasi tertentu, hingga hubungan tersebut jelas dan akhirnya didapatkan
kemampuan memecahkan problem, bukan mengulang-ulang bahan yang dipelajari.[14]
Dalam
hukum-hukum belajar Gestalt ini ada satu hukum pokok , yaitu hukum Pragnaz, dan
empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang pokok itu, yaitu
hukum–hukum keterdekatan, ketertutupan, kesamaan, dan kontinuitas. Pragnaz adalah suatu keadaan yang seimbang.
Setiap hal yang dihadapi oleh individu mempunyai sifat dinamis yaitu cenderung
untuk menuju keadaan pragnaz tersebut. Empat hukum tambahan yang tunduk kepada
hukum pokok, yaitu :
a.
Hukum
keterdekatan
Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung
dianggap sebagai suatu totalitas.
b.
Hukum
ketertutupan
Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas
tersendiri.
c.
Hukum
kesamaan
Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan
sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas. Contohnya :
O O O O O O O O
O O O O O
X X X X X X X X
X X X X X
O O O O O O O O
O O O O O
Deretan bentuk
di atas akan cenderung dilihat sebagai deretan-deretan mendatar dengan bentuk O
dan X berganti-ganti bukan dilihat sebagai deretan-deretan tegak.
d.
Hukum
kontinuitas
Orang akan cenderung mengasumsikan
pola kontinuitas pada obyek-obyek yang ada.
E.
Aplikasi dalam Dunia Pendidikan
1.
Belajar
Menurut
teori Gestalt, belajar adalah proses mengembangkan insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di
dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori behavioristik yang
menganggap belajar atau tingkah laku itu bersifat mekanistis, sehingga
mengabaikan atau mengingkari peranan insight.
Teori Gestalt justru menganggap bahwa insight
adalah inti dari pembentukan tingkah
laku. Untuk memahami bagaimana sebenarnya insight
itu terjadi, kita yang dipelajari.[15]
Sebelum
membahas teori Gestalt dalam proses
belajar ada baiknya membahas prinsip-prinsip belajar menurut teori ini yaitu:[16]
a)
Belajar
dimulai dari suatu keseluruhan. Keseluruhan yang menjadi permulaan, baru menuju
ke bagian-bagian. Dari keseluruhan organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas
harian yang beruntun. Belajar dimulai dari satu unit yang kompleks menuju ke
hal-hal yang mudah dimengerti, deferensiasi pengetahuan dan kecakapan.
b)
Keseluruhan
memberikan makna kepada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi dalam suatu
keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka keseluruhan tadi.
Dengan demikian keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu bagian, misal
: sebuah ban mobil hanya bemakna kalau menjadi bagian dari mobil, sebagai roda.
Sebuah papan tulis hanya bermakna sebagai papan tulis kalau ia berada dalam
kelas, sebuah tiang kayu hanya bermakna sebagai tiang kalau menjadi satu dari
rumah dan sebagainya.
c)
Individuasi
bagian-bagian dari keseluruhan. Mula-mula anak melihat sesuatu sebagai
keseluruhan. Bagian-bagian dilihat dalam hubungan fungsional dengan
keseluruhan. Tetapi lambat laun ia mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu
dari keseluruhan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau kesatuan yang
lebih kecil contoh: mula-mula anak melihat mengenal wajah ibunya sebagai
keseluruhan kesatuan. Lambat laun dia dapat memisahkan mana mata ibu, mana
hidung ibu, mana telinga ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu cantik
atau jelek, atau menarik dan sebagainya.
d)
Anak
belajar dengan menggunakan pemahaman atau insight. Pemahaman adalah kemampuan
melihat hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang
problematis, seperti simpanse dapat melihat hubungan antara beberapa buah kotak
menjadi sebuah tangan untuk mengambil buah pisang karena ia sedang lapar
Aplikasi teori Gestalt dalam proses
pembelajaran antara lain :[17]
a)
Pengalaman tilikan (insight); bahwa
tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses
pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan
mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b)
Pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan
tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan
makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan
pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan
alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya
memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c)
Perilaku bertujuan (pusposive behavior);
bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat
hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang
ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik
mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya
menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik
dalam memahami tujuannya.
d)
Prinsip ruang hidup (life space); bahwa
perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh
karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi
dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e)
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan
pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut
pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian
obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan
dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan
pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan
kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar
akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari
suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam
memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat
membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya
2.
Insight
Pemecahan
masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai
dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu
menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi.
Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan
oleh Koehler dalam eksperimen yang sistematis.
Timbulnya insight pada individu tergantung pada :[18]
a)
Kesanggupan
Kesanggupan berkaitan dengan kemampuan inteligensi individu.
b)
Pengalaman
Dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu pengalaman dan pengalaman
itu akan menyebabkan munculnya insight.
c)
Taraf kompleksitas dari suatu
situasi
Semakin kompleks masalah akan semakin sulit diatasi
d)
Latihan
Latihan yang banyak akan mempertinggi kemampuan insight dalam situasi yang
bersamaan
e)
Trial and Error
Apabila seseorang tidak dapat memecahkan suatu masalah, seseorang akan
melakukan percobaan-percobaan hingga akhirnya menemukan insight untuk memecahkan masalah tersebut.
3.
Memory
Hasil
persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu,
jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip
organisasional terhadap obyek. Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul
dan terbukti secara eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan
pengaruh gosip/rumor.
Pandangan
Gestalt cukup luas diakui di Jerman namun tidak lama exist di Jerman karena
mulai didesak oleh pengaruh kekuasaan Hitler yang berwawasan sempit mengenai
keilmuan. Para tokoh Gestalt banyak yang melarikan diri ke AS dan berusaha
mengembangkan idenya di sana. Namun hal ini idak mudah dilakukan karena pada
saat itu di AS didominasi oleh pandangan behaviorisme. Akibatnya psikologi
gestalt diakui sebagai sebuah aliran psikologi namun pengaruhnya tidak sekuat
behaviorisme.[19]
F.
Implikasi Teori Gestalt
Pendekatan fenomenologis : menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi dan
dengan pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi
dapat mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena
abstrak namun tetap dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya.
Fenomenologi memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah psikologi.
Heidegger adalah murid Edmund Husserl (1859-1938), pendiri fenomenologi modern.
Husserl adalah murid Carl Stumpf, salah seorang tokoh psikologi eksperimental
“baru” yang muncul di Jerman pada akhir pertengahan abad XIX. Kohler dan Koffka
bersama Wertheime yang mendirikan psikologi Gestalt adalah juga murid Stumpf, dan
mereka menggunakan fenomenologi sebagai metode untuk menganalisis gejala
psikologis Fenomenologi adalah deskripsi tentang data yang berusaha memahami
dan bukan menerangkan gejala-gejala. Fenomenologi kadang-kadang dipandang
sebagai suatu metode pelengkap untuk setiap ilmu pengetahuan, karena ilmu
pengetahuan mulai dengan mengamati apa yang dialami secara langsung.
Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme: dengan
menyumbangkan ide untuk menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process. Adanya perceptual
field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana proses-proses mental
seperti persepsi, insight,dan problem solving beroperasi. Tokoh : Tolman
(dengan Teori Sign Learning) dan Kohler (eksperimen menggunakan simpanse sebagai hewan coba).[20]
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Teori belajar psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang
mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas.
Sedangkan data-data dalam psikologi
Gestalt disebut sebagai Fenomena (gejala). Dimana fenomena adalah data-data
yang mendasar dan hal ini sependapat dengan filsafat fenomologi yang
mengartikan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral.
Dalam teori belajar gestalt terdapat prinsip interaksi individu dengan
lingkungan serta prinsip pengorganisasian. Selain itu, dalam aplikasi prinsip
teori belajar psikologi gestel meliputi pada belajar, insight, dan memory. Teori belajar psikologi gestalt mempelajari
suatu fenomena secara totatalitas dan merumuskan beberapa hukum diantaranya
adalah hukum keterdekatan, hukum ketertutupan, hukum kesamaan, dan hukum
kontiunitas, yang kesemua hukum itu tunduk pada hukum Pragnaz. Dengan demikian
teori belajar psikologi gestalt dapat diterapkan dalam proses belajar sehingga
lebih dapat memahami suatu gejala atau fenomena secara keseluruhan.
Makalah ini tentu jauh dari sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan sebagai
bahan perbaikkan kedepannya. Semoga dengan adanya makalah tentang Teori Belajar
Gestalt ini mampu menambah khazanah keilmuan kita terkait dengan proses
pelaksanaan pengajaran yang bermutu dengan kata lain memiliki nilai presensi
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson,
Rita L, Richard C. Atkinson, dan Ernest
R. Hilgard, pengantar psikologi (judul asli Introduction to Psychology)
edisi ke8, jilid 1, Jakarta, Erlangga
Boeree,
George, Sejarah Psikologi : Dari
Masa Kelahiran Sampai Masa Modern, Jogjakarta
: Prismasophie, 2005
Mustaqim,
Psikologi Pen
didikan, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2008
Naisaban,
Ladidlaus, Para Psikolog Terkemuka Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, Dan
Karya, Jakarta: Grasindo 2004
Sanjaya,
Wina, Strategi Pembelajaran : Beroreintasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006
Sujanto,
Agus, Psikologi Umum, Jakarta:
Bumi Aksara, 2008
Suryabrata,
Sumardi, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006
Syaodih,
Nana, Landasan psikologi pendidiksan, Bandung : Remaja Rosdakatya, 2008
Tim
Pengembang ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan: bagian 4
pendidikan lintas bidang, Bandung: PT.Imperial Bhakti Utama, 2007
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-belajar/
http://andikayudhitiya.blogspot.com/2012/06/teori-belajar-kognitif-teori-gestalt.html
http://ayahalby.wordpress.com/2011/02/23/pengertian-belajar-menurut-psikologi-gestalt/
http://danangep.blogspot.com/2012/11/juzzjuzz.html
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/03/teori-psikologi-gestalt-344793.html
http://mardhiyanti.blogspot.com/2010/04/teori-pembelajaran-menurut-aliran.html
[3] Agus Sujanto, Psikologi
Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal 171
[4] Tim Pengembang
ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan: bagian 4 pendidikan
lintas bidang (Bandung: PT.Imperial Bhakti Utama, 2007) hal. 143
[5] Ladidlaus
Naisaban, Para Psikolog Terkemuka Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, Dan
Karya (Jakarta: Grasindo 2004) , hal
397
[6] suatu kotak
yang didalamnya terdapat dua buah garis yang satu tegak dan yang satu
melintang. Jika kedua garis tersebut diperlihatkan secara bergantian terus
menerus maka akan tampak seakan aska garis tersebut bergerak dari melintang
menjadi tegak. Inilah yang disebut gerakan semu
[7] George
Boeree, Sejarah Psikologi : Dari Masa
Kelahiran Sampai Masa Modern, (Jogjakarta : Prismasophie, 2005), hal. 422
[10]
Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson, dan Ernest R. Hilgard, pengantar
psikologi (judul asli Introduction to Psychology) edisi ke8, jilid 1,
(Jakarta,:Erlangga,T.th) hal. 327
[11] http://andikayudhitiya.blogspot.com/2012/06/teori-belajar-kognitif-teori-gestalt.html diakses
27/03/2013
[13] Nana Syaodih, Landasan psikologi pendidiksan, (Bandung : Remajka Rosdakatya, 2008),
hal. 170
[14] Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2008), hal . 58
[16]
http://ayahalby.wordpress.com/2011/02/23/pengertian-belajar-menurut-psikologi-gestalt/
[19] http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/03/teori-psikologi-gestalt-344793.html diakses
27/03/2013
[20]
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/03/teori-psikologi-gestalt-344793.html
1 comments
Terimakasih atas artikel yang ditulisakan. sangat informatif
Post a Comment