Tuesday, April 30, 2013

INSEMINASI BUATAN

A.           Pendahuluan.
Salah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh anak dan keturunan yang sah dan bersih nasabnya, yang dihasilkan dengan cara yang wajar dari pasangan suami istri.
Sebuah rumah tangga akan terasa gersang dan kurang sempurna tanpa adanya anak, sekalipun rumah tersebut berlimpah ruah dengan harta benda dan kekayaan. Dari anak diharapkan keberadaannya tidak saja karena ia diharapkan dapat memberikan kepuasan batin ataupun juga dapat menunjang kepentingan duniawi, tetapi lebih dari itu anak dapat memberikan kemanfaatan bagi orang tuanya kelak jika sudah meninggal.
Anak adalah salah satu dari tiga hal yang tidak terputus pahalanya bagi kedua orang tua yang telah meninggal dunia, sebagai mana hadis nabi Muhammad Saw : Dari Abi Hurairah bahwa Rosulullah telah bersabda:
عَنْ أ بِيْ هُرَيرَةَ أ نَّ رَسُـوْلَ اللهِ صَـلَّى اللهُ عَـلَيْـــهِ وَسَـــلَّمَ قَا لَ ءِ ذَا مَا تَ الإِ نْسَــا نُ انْقَطَعَ عَمَـلُهُ عَنْهُ إ لاَّ مِنْـــــ شَلَا شَةٍ صَــدَ قَةٍ جَارِيَةٍ أًوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أ وْ وَ لِدٍصَــا لِحٍ يَدْ عُوْلَهُ (روه مـــلم)
Apabila seseorang telah mati, maka putuslah dari  segala amal-amalnya, kecuali dari tiga hal, yaitu: sodakhoh jariah, ilmu yang bermanfaat/anak sholeh yang mendoakannya’.  (HR. Muslim).
Namun tidak semua pasangan suami istri dapat mempunyai keturunan sebagaimana yang diharapkan karena adanya beberapa factor yang menyebabkan tidak dapat seorang istri mengandung, baik dari pihak suami maupun istri itu sendiri
Inseminasi buatan merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh oleh suami istri yang mandul. Dengan hasil sperma sendiri, inseminasi buatan itu tidaklah ada masalah, tetapi ketika sperma tersebut bukan berasal dari suami yang sah, hal yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks karena harus dilihat dari semua sisi.[1]
B.            Pengertian Inseminasi Buatan (Bayi Tabung).
Pengertian inseminasi buatan merupakan terjemahan dari istilah Inggris yaitu artificial insemination. Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata latin, inseminatus  artinya pemasukan atau penyampaian.Dalam kamus, artificial insemination adalah penghamilan/ pembuahan buatan. Dalam bahasa arab disebut Talqiihushshina’i (تلقليح الهسنا عى ( seperti terdapat dalam kitab Al-Fatawa karangan Mahmud Syaltut.
Jadi yang dimaksud dengan inseminasi buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan tehadap seorang wanita tanpa melalui cara alami, melainkan dengan cara memasukkan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter. Istilah lain yang semakna adalah kawin suntik.
Kemudian yang dimaksud dengan bayi tabung (tets tube baby) yang kita kenal adalah bayi yang didapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan ilmu kedokteran.[2]
C.           Teknik Pembuatannya.
Untuk melakukan inseminasi buatan, yaitu sepasang suami-istri yang menginginkan kehamilan, diharapkan selalu berkonsultasi dengan dokter ahli dengan memeriksakan dirinya, apakah keduanya bisa membuahi atau dibuahi, untuk mendapatkan keturunan atau tidak.
Banyak orang yang sebenarnya memiliki sperma atau ovum yang cukup subur, tetapi justru tidak membuahi atau dibuahi, karena ada kelainan pada alat kelaminnya(alat reproduksi).
Misalnya seorang wanita yang tersumbat sel-sel telurnya, dan proses ovulasinya tidak normal atau gerakan sperma laki-laki tidak dapat menjangkau (mati sebelum bertemu dengan ovum wanita), maka tidak akan terjadi pertemuan(percampuran) antara dua sel ketika melakukan coitus(senggama).
Kalau terjadi kasus seperti tersebut diatas, maka dokter ahli dapat mengupayakannya dengan mengambil telur(ovum) wanita, dengan fungsi aspirasi cairan folikel melalui vagina, dengan menggunakan alat yang disebut trasvaginal trankuler ultra sound yang bentuknya pipih memanjang,sebesar dua jari telunjuk orang dewasa.
Pemaduan kedua sel tersebut, lalu disimpan dalam cawan pembiakan selama beberapa hari. Inilah yang disebut dengan bayi tabung: yaitu jabang bayi yang akan diletakkan kedalam rahim seorang ibu dengan cara menggunakan alat semacam suntikan.
Sebagai tambahan informasi, bahwa Negara muslim masih sering dilakukan dua macam  inseminasi, yaitu:
·      Inseminasi Heterolog, yang disebut juga artificial insemenation donor(AID) yaitu inseminasi buatan yang selnya bukan berasal dari air mani suami istri yang sah.
·      Inseminasi Homolog, yang disebut juga artificial insemination husband(AIH) yaitu inseminasi buatan yang berasal dari sel air mani suami istri yang sah.
Sejak bayi tabung itu dimasukkan kedalam rahim seorang ibu, sejak itu pula berlaku larangan dokter yang harus dipatuhi oleh ibu, antara lain:
·      Tidak bekerja keras, atau terlalu capek.
·      Tidak makan atau minum sesuatau yang mengandung unsur alcohol.
·      Tidak boleh melakukan senggama selama 15 hari atau 3 minggu sejak bayi tabung itu diletakkan kedalam rahim.
Sejak itu  dinyatakan hamil,perkembangan janin dalam rahimnya dapat dipantau oleh dokternya atau bidan yang menanganinya, melalui sebuah alat yang disebut ultra sound sehingga letak dan gerak janin itu dapat dilihat dengan jelas melalui alat canggih itu hingga lahir.[3]
D.           Hukum Inseminasi Buatan Pada Manusia.
            Sejalan dengan perkembangan Iptek Kedokteran yang canggih dewasa ini, maka inseminasi buatan pada manusia juga mengalami perkembangan yang pesat, dikhawatirkan dapat merusak peradaban umat manusia, bisa merusak nilai-nilai agama, moral dan budaya bangsa serta akibat-akibat negatif lain yang tidak terbayangkan oleh kita sekarang. Sebab apa yang bisa dihasilkan oleh teknologi belum tentu bisa diterima dengan baik oleh agama, etika, dan hukum yang ada dalam masyarakat.
Inseminasi buatan dilihat dari asal sperma yang dipakai dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1.    Inseminasi buatan dengan sperma sendiri atau AIH (Artificial Insemination Husband).
2.    Inseminasi buatan dengan bukan sperma suami atau lazim disebut donor, disingkat AID (Artificial Insemination Donor).
Untuk inseminasi buatan pada manusia dengan sperma suami sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim (bayi tabung), maka hal ini dibolehkan asal keadaan suami dan istri tersebut benar-benar membutuhkan untuk memperoleh keturunan. Hal ini telah disepakati oleh para ulama.
Diantaranya, menurut Mahmud Syaltun bahwa bila penghamilan itu menggunakan air mani sisuami untuk istrinya maka yang demikian itu masih dibenarkan oleh hukum dan syariat yang diikuti oleh masyarakat yang beradab. Lebih lanjut beliau mengatakan dan tidak menimbulkan dosa dan noda. Disamping itu tindakan yang demikian dapat dijadikan sebagai suatu cara untuk memperoleh anak yang sah menurut syariah yang jelas ibu bapaknya.
Alasan lain dibolehkan inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri, karena berhubung ada kelainan perangkat dalam diri siistri maupun suami atau karena sisuami telah kehabisan spermanya yang telah disumbangkan kepada bank sperma ketika ia masih subur. Terlepas dari itu semua, asal inseminasi itu dilakukan dengan sperma suami yang sah, hal itu dibolehkan, sehingga anak yang lahir adalah anak yang sah dan jelas ibu bapaknya.
Jadi pada prinsifnya dibolehkan inseminasi itu bila keadaannya benar-benar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadi perceraiaan) sesuai dengan kaidah Ushul Fiqih:
الْجَا جَةُ تَــنْزِ لُ مَنْــزِلَةَ ا لضَّــرُوْرَةِ
Hajat itu (keperluan yang sangat penting diberlakukan seperti keadaan darurat.
Demikian pula pendapat Yusuf el-Qardlawi, “Apabila pencangkokan yang dilakukan itu bukan air mani suami, maka tidak diragukan lagi adalah suatu kejahatan yang sangat buruk sekali, dan suatu perbuatan munkar yang lebih hebat daripada pengangkatan anak.”
Adapun inseminasi buatan dengan sperma donor, disamping sebagiannya dilakukan karena ada kelainan pada perangkat dalam, dan sebagiannya lagi dilakukan tidak karena alas an kesehatan melainkan karena alasan dan motovasi lain. Dikatakan oleh Mahmud syaltut bahwa sementara ahli pikir memperluas teori mereka sebagai usaha memperbanyak jumlah manusia, untuk tujuan perluasan daerah atau sebagai ganti dari manusia yang banyak meninggal karena wabah atau penyakit atau peperangan. Lebih lanjut beliau mengatakan dengan dua tutjuan itu, maka penghamilan buatan menurut para ahli pikir yang ceroboh itu, dianggap sebagai tindakan yang dibolehkan. Dengan demikian mereka telah menyamakan kedudukan pengembangbiakan pada hewan dan tumbuhan dengan penghamilan buatan pada manusia.
Inseminasi buatan dengan menggunakan sperma donor para ulama mengharamkannya, seperti pendapat Yusuf el-Qardlawi katanya… “ islam juga mengharamkan apa yang disebut pencangkokan sperma(bayi tabung), apabila ternyata pencangkokan itu bukan dari sperma suami…”
Lebih tegas lagi dinyatakan oleh Mahmud syaltut bahwa “…setelah ditinjau dari beberapa segi penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan dosa yang besar. Perbuatan itu setaraf dengan dengan zina, dan akibatnya pun sama pula, yaitu memasukkan mani orang asing ke dalam rahim perempuan yang antara kedua orang tersebut tidak ada hubungan nikah secara syara’”[4]
E.            Kesimpulan.
Inseminasi buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan tehadap seorang wanita tanpa melalui cara alami, melainkan dengan cara memasukkan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter. Istilah lain yang semakna adalah kawin suntik.
Kemudian yang dimaksud dengan bayi tabung (tets tube baby) yang kita kenal adalah bayi yang didapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan ilmu kedokteran.
Pada prinsifnya kaum ulama berpendapat membolehkan inseminasi itu bila keadaannya benar-benar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadi perceraiaan) sesuai dengan kaidah Ushul Fiqih yang artinya Hajat itu (keperluan yang sangat penting diberlakukan seperti keadaan darurat).


[1] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, H.69-70
[2] Ibid,H.70
[3] DRS.H.Mahjuddin,M.Pd.I,Masailul Fiqhiah,Kalam Mulia, Jakarta,2003,H.2-4
[4] Opcit,H.75-77

0 comments

Post a Comment